Liputan6.com, Semarang - Jalan berlobang di Jawa Tengah yang sangat luar biasa banyak jumlahnya, kemungkinan tidak akan bisa diatasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Hal itu karena pengambilalihan operasi dua jembatan timbang oleh pemerintah pusat tidak ditujukan untuk pengendalian muatan, namun semata-mata karena pertimbangan pemasukan saja.
Penilaian ini disampaikan Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah Hadi Santoso ST, Selasa (28/2/2017). Menurut Hadi Santoso, rencana pembukaan kembali jembatan timbang yang sudah ditutup itu menunjukkan tidak seriusnya pemerintah dalam melakukan pengendalian muatan di Jawa Tengah.
"Saat ini sudah ada 17 yang beroperasi. Ketika itu penentuan lokasinya didasarkan pada pertimbangan arus muatan barang yang perlu dilakukan pembatasan," kata Hadi Santoso kepada Liputan6.com.
Advertisement
Baca Juga
Pemerintah pusat tidak bisa beralasan pertimbangan utamanya adalah faktor SDM. Karena sebenarnya pemerintah pusat bisa membicarakan hal ini dengan Dinas Perhubungan. Ditambahkan oleh Hadi Santoso, bahwa saat ini di Jawa Tengah ada lima pintu masuk arus barang yang perlu dikontrol. Lima pintu masuk itu menerapkan zero tolerance. Masing-masing adalah Wonogiri, Blora, Rembang , Wanareja Cilacap, dan Tanjung Brebes.
"Jangan lupa, masih ada tiga lagi yang punya pengaruh besar terhadap kelebihan muatan yakni Magelang , Boyolali, dan Klaten. Tiga ini berkait dengan muatan pasir dari Merapi," kata Hadi.
Â
Dengan penambahan operasi jembatan timbang namun tidak menerapkan zero tolerance itu, niat untuk menghilangkan jalan berlubang di sekujur Provinsi Jawa Tengah perlu dipertanyakan. Dengan muatan berlebih dan hanya dikenai denda, dipastikan jumlah jalan yang berlubang dan semakin parah akan bertambah.
"Pemerintah pusat selain jumlah juga harus serius dengan kebijakan zero toleran untuk kelebihan muatan. Seharusnya tidak ada denda, sesuai undang-undang transportasi kelebihan muatan diturunkan atau dikembalikan," kata Hadi Santoso.