Sukses

Insiden Dramatis dan Kemarahan India di Balik Monumen Ngoto

Monumen Ngoto mengabadikan insiden yang menewaskan salah satunya Marsda TNI Anumerta Agustinus Adisutjipto.

Liputan6.com, Bantul - Monumen TNI AU Ngoto, Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta menyimpan cerita yang tak diketahui orang banyak terkait sejarah perang kemerdekaan. Monumen ini mengenang sebuah insiden kala era perjuangan dahulu.

Kala itu, India sempat marah kepada Belanda saat Agresi Militer Belanda I pada 1947. Pemicunya, pesawat Dakota VT-CLA milik India yang disewa untuk misi Palang Merah Internasional diserang sampai jatuh oleh tentara Belanda.

Peristiwa yang terjadi pada 29 Juli 1947 itu menewaskan beberapa penumpang, termasuk tiga pahlawan pelopor Angkatan Udara, yaitu Marsda TNI Anumerta Agustinus Adisutjipto, Marsda TNI Anumerta Prof Dr Abdulrachman Saleh, dan Opsir Muda Udara I Anumerta Adisumarmo Wiryokusumo.

"India tidak terima, pesawat Dakota sudah mengantongi izin untuk mendarat, tetapi kenapa tetap diserang," ujar Serda Destriyanto S, petugas perawat monumen TNI AU Ngoto, beberapa waktu lalu.

Penyerangan Dakota VT-CLA berawal dari kemarahan Belanda karena TNI AU meluluhlantakkan markas Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Penyerangan yang dilakukan TNI AU itu sebagai respons terhadap penyerangan yang dilakukan sebelumnya oleh Belanda di sejumlah pangkalan TNI AU.

2 dari 3 halaman

Saling Serang

Destriyanto menuturkan, ketika itu TNI AU bisa mendeteksi markas Belanda lewat lampu penerangan. "Kalau ada daerah yang dialiri listrik pasti punya Belanda," ucapnya.

Informasi penyerangan sampai ke telinga Dewan Keamanan PBB. Belanda merasa malu karena sudah berkoar di depan mata internasional tentang matinya eksistensi negara Indonesia. Pembalasan pun disusun, Belanda memutuskan akan menembak pesawat yang mendarat di Maguwo pada pukul 17.00 WIB.

Dakota yang siap mendarat diserang dari belakang dan mengenai sayap sebelah kiri. Pilot asal Inggris yang kala itu mengemudikan Dakota berusaha mencari tempat pendaratan darurat.

Rencananya, pesisir dekat perairan Sungai Opak menjadi target pendaratan darurat. Sayangnya, pesawat lebih dulu jatuh di Ngoto Bantul sebelum sampai ke sasaran pendaratan darurat.

Pasca-peristiwa itu, Belanda mendapat sanksi dari internasional. Belanda meminta maaf kepada Indonesia dan India, sebagai pemilik pesawat Dakota.

Lokasi jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA diabadikan menjadi Monumen TNI AU yang dibangun pada 1 Maret 1948.

3 dari 3 halaman

Makam Adisucipto

Di tanah seluas 9.463 meter persegi itu terdapat makam Marsda TNI Anumerta Agustinus Adisutjipto, Josephien Rahayu Adisutjipto, Marsda TNI Anumerta Prof Dr Abdulrachman Saleh, dan Ismudiati Abdulrachman Saleh.

"Adisumarmo tidak ikut dimakamkan di tempat ini karena saat itu dia belum menikah dan keluarganya ingin menguburkan dekat dengan keluarga," kata Destriyanto.

Di depan monumen juga dipajang replika bangkai Dakota sebagai penanda di tempat tersebut pernah ada tragedi yang menewaskan para pahlawan di dalam pesawat. Replika sengaja dipasang karena bangkai yang asli sudah diminta kembali oleh India tak beberapa lama setelah peristiwa terjadi.

Di monumen itu juga terdapat relief yang mendeskripsikan rangkaian peristiwa jatuhnya pesawat Dakota dan sejarah tragedi di bagian pendopo. Monumen yang berada di bawah binaan Museum Dirgantara ini juga kerap didatangi keluarga dan cucu pahlawan untuk berziarah.

Sesekali, monumen yang berlokasi di Dusun Ngoto, Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Bantul itu mendapat kunjungan dari para siswa yang melakukan studi sejarah.

"Tidak sering, tetapi ada yang berkunjung, tidak mesti sebulan sekali ada yang berkunjung," ucapnya.