Liputan6.com, Palembang - Seorang ibu hamil bernama Ermawati (35), warga Desa Lubuk Pandan, Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas (Mura) tewas menjadi korban begal pada Sabtu, 18 Februari 2017. Saat meninggal, usia kandungan korban sudah 9 bulan.
Setelah diselidiki tim gabungan Polres Mura dan Polda Sumsel, otak pembegalan itu ternyata adalah Yanto (36) yang tak lain suami Ermawati itu. Pembegalan itu dilakukan saat Yanto akan mengantarkan istrinya ke puskesmas terdekat untuk melahirkan.
Direktur Direktorat Reserse Kriminal dan Umum (Dirkrimum) Polda Sumsel, Kombes Prasetidjo Utomo mengatakan, pembunuhan itu direncanakan dan dilakukan oleh empat orang.
Advertisement
"Sudah direncanakan dua bulan lalu, pembunuhannya dilakukan di kawasan perkebunan sawit. Saat itu, Yanto mengantar istrinya dari rumah menuju ke fasilitas kesehatan untuk melahirkan anaknya," ujar dia saat menggelar Pers Rilis di depan Gedung Dirkrimum Polda Sumsel, Selasa, 28 Februari 2017.
Menurut Prasetidjo, sebelum pembunuhan, ada tiga pria asing yang memepet sepeda motor yang dikendarai Yanto dan ibu hamil itu. Ketiganya diketahui bernama Dadang, Yani dan Ridho.
Baca Juga
Salah satu dari mereka kemudian berusaha menarik tas korban Ermawati. Tubuh Ermawati limbung dan jatuh tersungkur ke jalan. Meski begitu, ia masih sempat ingin merebut tasnya kembali. Namun, Dadang keburu menembak kepala korban.
Tubuh korban seketika bercucuran darah. Karena ingin memastikan kematian, Yanto pun mengambil senpi dari tangan Dadang dan menembakkan lagi ke kepala istrinya.
Ketiga pelaku langsung kabur setelah menuntaskan tugasnya. Sementara, Yanto pura-pura pingsan di tengah jalan dan mengoyakkan bajunya akan memperkuat aksi begal tersebut.
Yanto kemudian dievakuasi warga. Kasusnya ditangani Polsek Mura. Namun, penyidik menemukan kejanggalan dalam pengakuan Yanto hingga akhirnya mengakui dirinya yang merencanakan pembunuhan ibu hamil itu.
Kedua pelaku bernama Yanto dan Ridho ditangkap Polda Sumsel, sedangkan Dadang tewas saat akan ditangkap. Barang bukti yang diamankan berupa senpi, baju korban dan sepeda motor yang digunakan pelaku.
"Pelaku bisa terjerat hukuman penjara seumur hidup. Untuk pelaku lainnya, masih dalam pengejaran," ujar Prasetidjo.
Motif Pembunuhan Istri Hamil
Kepada polisi, Yanto mengaku membunuh istrinya yang hampir melahirkan karena cemburu dan sakit hati atas ulah sang istri. Itu karena ang istri sering mendapatkan telepon dan pesan singkat di ponselnya dari seseorang.
Karena tidak bisa baca tulis, Yanto tidak bisa melihat apa saja isi pesan di dalam ponsel sang istri. Yanto hanya menyimpulkan sendiri jika sang istri sering berkomunikasi dengan pria lain.
"Kalau saya tanya SMS dari siapa, dia selalu bilang dari operator telepon. Saya curiga dia ada main dengan pria lain. Anak yang dikandungnya itu tidak tahu juga anak siapa," ungkap Yanto.
Tidak hanya dilanda cemburu buta, Yanto juga merasa sakit hati karena sang istri selalu meminta jatah uang bulanan dalam jumlah yang besar. Padahal, Yanto hanya berprofesi sebagai sopir perkebunan sawit dengan upah Rp 2 juta sebulan.
Sang istri yang terkesan mengatur juga kerap kali mengancam Yanto dengan senjata tajam. Bahkan, Yanto hampir kehilangan nyawanya karena korban menyerangnya dengan sebilah pisau waktu terjadi cekcok di dalam rumah.
"Pisau sudah di leher saya waktu dia curiga saya selingkuh dengan wanita lain," ujar dia.
Yanto mengakui dirinya termasuk suami yang takut istri dan tak berani melawan kehendak istrinya. Namun, rasa malu dan merasa harga diri terinjak-injak membuatnya nekat membunuh istri yang dinikahinya dua tahun lalu.
Gara-gara pembunuhan bermodus begal itu, Yanto juga kehilangan tabungan sebesar Rp 8 juta yang awalnya untuk membangun rumah. Uang tersebut keburu dibawa kabur Dadang saat membegal istrinya.
"Uangnya di Dadang dan saya tidak mendapatkan sepeser pun uang itu," ujarnya.
Kini, Yanto hanya bisa menyesali pembunuhan yang dilakukan kepada istri keempat dan calon anaknya yang keempat. Dua anaknya dari pernikahannya sebelumnya dan satu anak tirinya dari korban sekarang diasuh oleh neneknya.
Namun, pengakuan pelaku lainnya Ridho (24) berbeda dari Yanto. Warga Desa Juanda 56 Kabupaten Mura ini mengaku tidak tahu menahu tentang rencana pembegalan yang dilakukan ketiga pelaku tersebut.
"Saya hanya disuruh untuk mengantar Dadang dan Yani ke Tempat Kejadian Perkara (TKP). Lalu saya menunggu saja, sampai mereka selesai dengan urusannya," kata Ridho.
Advertisement