Liputan6.com, Makassar - Kasus dugaan seorang bandar narkoba yang divonis dengan hukuman sebagai pengguna narkoba menjadi perhatian khusus aparat penegak hukum di Makassar, Sulawesi Selatan. Pasal yang dikenakan terhadap bandar narkoba bernama Herman Parenrengi itu diduga 'disulap' oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada tahap penuntutan.
Berkenaan dengan itu, Polda Sulsel melalui Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol, Dicky Sondani angkat bicara memperjelas perjalanan kasus sulap bandar narkoba jadi pengguna itu. Menurut Dicky, awal penyelidikan hingga ditingkatkan penyidikan perkara pidana penyalahgunaan narkoba tersebut ditangani oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulsel.
Baca Juga
Saat penyidikan, polisi menetapkan Herman Parenrengi sebagai tersangka yang berperan sebagai bandar narkoba bukan pengguna. Sampai berkas lengkap alias P21, dia diancam dengan menggunakan pasal dalam UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Penyalahgunaan Narkotika yang mengatur tentang bandar.
"Sejak awal hingga dinyatakan P21, tersangka disangkakan Pasal 112 ayat 2 Subsider 112 ayat 2 juncto Pasal 132 UU Narkotika," kata Dicky, Selasa (1/3/2017).
Tak hanya itu, pada berita acara pemeriksaan (BAP), lanjut Dicky, juga tertulis barang bukti dengan jelas seberat 7,142 gram. "Jadi jelas tersangka Herman sebagai bandar, bukan pengguna," ucap Dicky.
Dicky pun menduga, jumlah barang bukti yang tertera saat penuntutan diubah. "Barang bukti itu jelas diubah," ungkapnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) inisial HTL yang menjadi JPU penuntutan Herman. HTL dikenal sebagai salah satu jaksa cantik di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel itu diduga kuat terkait dengan dugaan rekayasa barang bukti perkara Herman.
Kepada Liputan6.com, HTL mengatakan tidak tahu menahu mengenai adanya dugaan rekayasa barang bukti sabu dalam perkara yang menjerat Herman. Terutama barang bukti yang diduga mengalami perubahan dari 7,142 gram atau 7,1 Kg lebih menjadi 0,6788 gram.
"Saya tidak tahu itu," katanya via pesan singkat, Selasa, 28 Februari 2017.
Menurutnya, dalam perkara Herman, hanya ada barang bukti berupa dua unit ponsel, tidak ada narkoba jenis sabu. Itu kata dia berdasarkan penyitaan yang telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Makassar saat kasus itu berjalan.
"Tidak ada BB (barang bukti) sabu," kata HTL.
Harus Jadi Prioritas Kajati Sulsel
Terpisah, Kadir Wokanubun, dari Anti Corruption Committee (ACC) Sulsesl kepada Liputan6.com mengatakan, pihaknya telah mengetahui permasalahan itu. Kadir mengatakan pihaknya juga telah menerima adanya laporan tersebut.
"Tim sudah jalan melakukan investigasi atas informasi itu. Secepatnya hasilnya kita akan sampaikan ke Kajati Sulsel," ucap Kadir yang menjabat sebagai Wakil Direktur di lembaga binaan mantan Ketua KPK, Abraham Samad itu
Kadir berharap kasus ini harus menjadi prioritas Kepala Kejati Sulsel yang baru menjabat itu. Apalagi, dia berjanji pihaknya akan mengawal kasus ini.
"Kajati baru harus jadikan kasus jaksa nakal ini sebagai prioritas. Kami juga akan kawal kasus ini," tegas Kadir.
Sebagai informasi, Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan menjatuhkan vonis satu tahun rehabilitasi terhadap Herman Parenrengi pada 13 Oktober 2016 silam terkait narkoba. Vonis terhadap bandar narkoba asal Kampung 'narkoba' Sapiria, Kelurahan Lembo, Kecamatan Tallo, Makassar itu menjadi sorotan masyarakat.
Sorotan itu karena Herman merupakan bandar, namun divonis sebagai pengguna. Herman dinyatakan terbukti secara sah bersalah melanggar Pasal 127 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Penyalahgunaan Narkotika (UU Narkotika). Dengan pasal itu dia dinilai terbukti sebagai pengguna narkoba.
Herman dihukum pidana menjalani rehabilitasi di Yayasan Peduli Anak Bangsa selama satu tahun sebagaimana diketuk palu Majelis Hakim PN Makassar. Vonis rehabilitasi yang didapat Herman itu dikabarkan karena adanya dugaan rekayasa pasal dan barang bukti oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) berinisial HTL saat tahap penuntutan.
Advertisement