Liputan6.com, Cirebon - Selain pendatang dari etnis Tionghoa, warga Arab juga turut berperan mengembangkan Cirebon, baik dari segi ekonomi maupun sosial masyarakat. Salah satu jejak keberadaan komunitas keturunan Arab di Cirebon berada di Panjunan, Kelurahan Panjunan.
Filolog Cirebon Rahman Safari Hasyim menuturkan, sejak kedatangan Sunan Gunung Jati di Cirebon, masyarakat Arab juga turut berdatangan untuk berdagang dan menyebarkan Islam.
"Dari semua metode penyebaran Islam yang dilakukan oleh tokoh Arab, hanya Sunan Gunung Jati yang banyak disenangi karena penyebarannya santun tidak seperti kelompok Arab lain yang harus berperang," tutur lelaki yang akrab disapa Opan Safari ini, Rabu, 1 Maret 2017.
Dia menuturkan, bangsa Arab pertama kali datang ke bumi Cirebon pada 1418 dipimpin oleh Syekh Idofi Mahdi atau dikenal dengan sebutan Syekh Nurjati. Berjumlah 40 orang, rombongan datang ke Cirebon melalui jalur navigasi laut yang dibuat oleh Cheng Ho.
Advertisement
Baca Juga
Seiring berjalannya waktu, rombongan keluarga Arab Syekh Abdulrahman Al Baghdadi bersama keluarga dan adik-adiknya serta pasukan pengikut datang ke Cirebon membantu Pangeran Cakrabuana dan Syekh Nurjati menyebarkan Islam.
"Kemudian, Sunan Gunung Jati datang mengembangkan Islam yang sudah disebarkan sebelumnya dengan metode yang berbeda. Dari situ banyak suku bangsa lain juga datang," tutur Opan.
Kecintaan masyarakat Cirebon maupun etnis lain yang ada di kawasan Pantura terhadap Sunan Gunung Jati membuat banyak pendukung. Seiring berkembangnya Cirebon, Sunan Gunung Jati pun membagi wilayah berdasarkan suku bangsa yang ada agar tidak menghilangkan tradisi mereka.
Dia menyebutkan, beberapa kawasan yang didominasi warga keturunan Arab adalah Panjunan dan Kejaksan. Di kawasan Panjunan, sebut Opan, warga Arab sebagian besar berdagang dan menjadi pengrajin gerabah.
"Hampir seluruh masyarakat Arab di Panjunan memiliki kerajinan gerabah," kata dia.
Menghilangnya Gerabah
Keberadaan warga Arab di Cirebon dianggap sangat membantu dalam perkembangan ekonomi. Bahkan selain menyebarkan Islam dan berdagang, banyak bangsa Arab yang juga menikah dengan pribumi.
Tidak sedikit warga Arab yang memilih untuk menetap di Cirebon dan mengembangkan usaha mereka di kawasan Pantura. Dia mengatakan, saat itu, kawasan Panjunan termasuk daerah yang aktivitasnya terbilang padat.
"Sehari-hari warga Arab di Panjunan bergelut dengan tanah liat dan kerajinan gerabah untuk dijual ke luar Cirebon," ujar dia.
Seiring berkembangnya zaman, identitas kampung Arab Panjunan Cirebon sebagai kawasan pengrajin gerabah pun semakin hilang. Satu per satu pengrajin hilang dan beralih profesi menjadi pedagang.
"Sekarang daerah Panjunan jadi kawasan pertokoan elektronik komputer dan lain-lain bahkan ada juga yang jual parfum. Penjual gerabah hampir tidak ada lagi karena pembangunan di Kota Cirebon dan tanah liatnya tidak ada," kata dia.
Pengamat seni dan budaya Cirebon, Jajat Sudrajat mengatakan nama Panjunan berasal dari kata Anjun yang berarti pembuat kerajinan dari tanah liat. Peninggalan sejarah dari kampung Arab Panjunan kini hanya bisa diabadikan dalam sebuah nama tempat atau jalan di area tersebut.
Seperti Gang Warung Bata, Jajat menyebutkan di gang tersebut dahulu sebagai tempat penjual gerabah atau batu bata. Selain itu, Gang Pengobongan yang dahulu dijadikan tempat membakar gerabah.
Dia menyebutkan, selain gerabah, di kawasan Panjunan terdapat bangunan masjid yang usianya di bawah 1.480 tahun. "Masjid tersebut sampai saat ini masih aktif dan dijadikan salah satu mesjid tertua di Cirebon yang dibangun bangsa Arab di sini," kata dia.
Saat ini, kata dia, hanya ada sekitar dua rumah yang masih bertahan berjualan gerabah. Namun, untuk produksi digabungkan dengan gerabah yang ada di Desa Sitiwinangun Kabupaten Cirebon.
Advertisement