Liputan6.com, Gunungkidul - Paska-longsor bukit batu putih di Desa Jentir, Sambirejo, Ngawen, Gunungkidul Pemerintah Kabupaten Gunungkidul berencana mengindentifikasi ulang izin penambangan yang ada di wilayahnya.
Bupati Gunungkidul Badingah mengatakan identifikasi sangat penting dilakukan, walaupun wewenang izin penambangan ada di wilayah Pemda DIY. Menurut dia, kejadian di Jentir menjadi pelajaran mahal agar tidak terjadi lagi Kejadian serupa.
"Kami akan melakukan identifikasi ulang dan akan dikoordinasikan dengan pemerintah DIY," kata dia, Senin, 6 Maret 2017.
Badingah sangat berharap peran aktif masyarakat dalam melaporkan penambangan ilegal di wilayahnya. Laporan warga ini dinilai sangat penting, sebab pengawasan dari tingkat bawah akan memperlihatkan potret pengusaha pertambangan yang sering sembunyi-sembunyi.
"Pengawasan dari paling bawah penting, sering kali para penambang ndelik (sembunyi) jadi sulit untuk diidentifikasi," kata Badingah.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Gunungkidul Purwanto meminta pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menindak keras penambang ilegal. Pihaknya juga meminta pemerintah memperingatkan pengusaha tambang untuk melengkapi izin.
Persoalan izin bukan hanya terkait formalitas, tetapi juga kepentingan pemantauan kondisi lingkungan tambang oleh ahli. "Kalau dilihat perizinannya berbeda, karena kalau dilihat operasi produksi dan penjualan batu bukan pertambangan, dan diperparah menyebabkan bencana hingga menyebabkan korban jiwa," kata Purwanto.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Desa Sambirejo Yuliasih Dwi Martini mengatakan ia juga sudah menanyakan ijin dari penambangan. Menurut dia, Dusun Jentir masuk salah satu dusun yang rawan longsor sehingga ia perlu mengetahui keabsahan operasi tambang itu.
Saat itu, pemilik tambang batu hanya menunjukkan surat bernomor 545/680/ KP2TSP/ 2017 tertanggal 13 Februari 2017 dengan izin pertambangan operasi produksi untuk penjualan batu.
Ia juga mengungkapkan pihak desa tak pernah dimintai proses izin usaha pertambangan itu dan sosialisasi AMDAL juga tidak pernah dilakukan. "Kami belum pernah ditareni (dimintai izin) tapi tiba-tiba sudah keluar izinnya," kata dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Yogyakarta Eko Teguh Paripurna sudah memantau lokasi dan menemukan potensi longsoran. Setidaknya ada tiga titik di puncak bukit tersebut yang rawan longsor.
"Potensi itu masih ada. Jika ada getaran atau curah hujan, maka potensi akan runtuh sangat tinggi," kata dia.
Eko menilai aktivitas pertambangan batu mempengaruhi kondisi di perbukitan. Terutama, alat berat dengan getaran cukup tinggi memengaruhi kondisi bebatuan yang terdiri dari beberapa lapisan. Hal itu membuat susunan bebatuan menjadi tidak stabil dan akhirnya ambrol.
"Untuk longsoran bisa disebabkan beberapa faktor. Selain dari beban dari bebatuan itu, aktivitas penambangan dan air hujan juga ikut berpengaruh terhadap proses tersebut," ujar dia.