Sukses

Pesan Keren Ni Ketut Bali di Hari Perempuan

Ni Ketut menanamkan nilai budaya Bali sejak dini terhadap anak-anaknya. Pesannya sarat makna pas momen Hari Perempuan.

Liputan6.com, Denpasar - Lupakan sejenak tentang hiruk pikuk kedatangan Raja Salman di Bali. Lihat sejenak perempuan Pulau Dewata dalam memandang dirinya dan keluarga di Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Maret.

"Saya tidak tahu kalau hari ini Hari Perempuan. Tahunya saya jualan makanan," ucap Ni Ketut Dewi (46) warga Gianyar yang sehari-hari berjualan makanan di Pantai Sanur, Kota Denpasar, Bali, Rabu, 8 Maret 2017.

Dewi sudah 11 tahun berdagang di tempat itu. Dewi sudah menjumpai ribuan wisatawan, dari yang tidak dia kenal sampai selebritas seperti Dewi Persik. 

Warungnya buka mulai pukul 05.30 hingga 19.00 Wita. Di sela aktivitas berdagang, ia menyempatkan diri pulang untuk melihat kedua anaknya yang kini beranjak dewasa. "Kebutuhan dan kasih sayang terhadap anak harus terus dipenuhi," ujar dia.

Dalam mendidik anak, ia tak terlalu ketat. Anaknya yang sudah masuk sekolah menengah atas, diperbolehkannya untuk pacaran.

Asalkan, kata Dewi, harus tahu batas, sehingga tidak merugikan diri sendiri. Pasalnya, ada anak dari temannya yang diawasi secara ketat justru harus menikah dini karena hamil duluan. Apalagi Bali merupakan tujuan wisata internasional dengan kebudayaan yang sangat terbuka dan bebas.

Nilai budaya Bali juga ia tanamkan sejak dini terhadap anak-anaknya. Termasuk nilai-nilai dari agama Hindu juga ia pegang teguh dalam mendidik anak.

Sebagai perempuan ia memegang teguh nilai Tatwamasi. Artinya, saya adalah kamu dan kamu adalah saya. "Sama-sama menghargai dan tidak saling menyakiti," tutur Dewi.

Ia juga percaya karma. Sebuah nilai tentang sebab-akibat.

Adapun Ni Ketut Sri Utami dari Fakultas Hukum Universitas Udayana mengatakan, dalam kitab suci Manawa Dharmacastra Bab III Sloka 58 dan 59 menyebutkan, perempuan yang tidak dihormati akan menyebabkan kehancuran sebuah keluarga.

"Jika keluarga ingin sejahtera, hormatilah perempuan," kata dia.

Nilai lainnya, Manu Smerti yang artinya bahwa status perempuan dan laki-laki adalah sama. Ia juga menyitir Kitab Bhagawadgita Bab I Sloka 41 dan 42 yang berisi tentang runtuhnya moral perempuan akan menyebabkan runtuhnya moral bangsa.

"Sebuah penelitian menyebutkan bahwa di Bali sumbangan perempuan terhadap ekonomi keluarga sebesar 46,5 persen dan laki-laki sebesar 53,5 persen," wanita Bali tersebut.