Liputan6.com, Bandung - Ribuan pengemudi angkutan kota dan taksi menggelar aksi demo di depan Gedung Sate Kota Bandung, Kamis (9/3/2017). Mereka juga mogok beroperasi menuntut dihentikannya kegiatan ojek atau taksi online.
Abah Emod (58), pengemudi angkot jurusan Ciwastra-Cijerah, menuturkan selama 25 tahun bekerja, tahun ini pendapatannya menurun drastis. Biasanya, setelah seharian bekerja, minimal dia mendapatkan Rp 50 ribu setelah dipotong biaya setoran dan bensin.
Advertisement
Baca Juga
"Pendapatan minim biasanya Rp 50 ribu, sekarang Rp 30 ribu bahkan jadi Rp 20 ribu, mobil dapet nyewa Rp 140 ribu sehari mau cukup gimana buat istri dan anak saya lima," katanya di sela-sela aksi.
Demikian juga Dadan (48), pengendara Taksi Cipaganti. "Kalau nanya pendapatan sudah pasti berkurang besar, sekarang untuk nutupin target saja susah tercapai apalagi dapat tambahan," ujarnya.
Dia mengatakan, aksi ini bukan pertama kali digelar, tidak adanya respons dari pemerintah membuat para supir kembali turun ke jalan melakukan aksi.
"Ini bukan pertama kali kita melakukan demo. Pertama, kita ke Pemkot Bandung dan ingin bertemu Pak Ridwan Kamil, tapi tidak ada solusi dan penyelesaiannya. Sehingga tak ada jalan lain selain menggelar aksi karena tidak ada perhatian," katanya di tempat yang sama.
Dia mengatakan, para pengemudi tidak menolak ojek atau taksi online. Namun perusahaan yang menerapkan sistem ini harus mengikuti peraturan yang ada dan pemerintah mesti bertindak tegas bila terjadi pelanggaran.
"Jangan salahkan kami kalau harga mahal, itu harga dikeluarkan pemerintah. Sedangkan taksi online dari mana mengeluarkan tarif? Aparat harus tegas kendaraan umum itu harus berpelat kuning dan kalau berpelat hitam itu ilegal, itu sama dengan kejahatan," katanya.