Sukses

ABG Penari Telanjang Hanya Berhonor Rp 55 Ribu

ABG itu menari telanjang bukan semata-mata motif ekonomi. Namun naluri untuk mengeksplorasi diri dan mendapat katalisator yang salah.

Liputan6.com, Semarang - Sukses Ditreskrimum Polda Jateng membongkar adanya penari telanjang di sejumlah tempat karaoke rupanya akan jadi pintu masuk membongkar sindikat perdagangan anak di bawah umur. Upaya itu dilakukan, karena selain memperkerjakan anak-anak di wilayah asusila, juga para korban hanya diberi sedikit bagian.

Menurut Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Djarod Padakova, anak-anak itu diperkerjakan di tempat mesum. Hingga kini masih diselidiki apakah anak-anak itu juga diperkerjakan sebagai pekerja seks komersial. Diharapkan melalui sejumlah pemeriksaan hal itu akan terungkap.

"Saat ini tujuh tersangka. Tiga tersangka adalah manajer tempat hiburan di Semarang, tiga orang sebagai perekrut atau penyedia jasa anak-anak dibawah umur dan satu tersangka adalah penari telanjang yang usianya sudah dewasa," kata Kabid Humas Polda, Kombes Pol R. Djarod Padakova.

Hasil penyelidikan sementara, mereka yang dijadikan tersangka ini sudah sudah mempekerjakan 10 korban dari Semarang dan sekitarnya. Mereka rata-rata anak berusia ABG bahkan sebagian masih berstatus sebagai pelajar. Polisi menyita uang tunai Rp 5.499.500,00, foto copy kontrak kerja, fotocopy ijazah SD dan SMP, KTP, KK, akta lahir, satu buku absen pemandu karaoke, atasan kaos wanita warna hitam dan bawahan celana pendek warna hitam.

"Dari pengakuan salah satu siswi SMP yang menjadi korban, anak-anak ABG ini dibayar Rp 55.000 untuk satu jam menari tanpa busana," kata Djarod melalui sambungan telepon, Rabu (22/3/2017).

Probowatie Tjondronegoro : Naluri untuk mengeksplore diri ABG itu mendapat katalisator yang salah.(foto : Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

Psikolog RS St Elisabeth Semarang sekaligus pengajar psikologi Universitas Semarang, Probowatie Tjondronegoro menyebutkan, fenomena adanya ABG yang rela menari telanjang menunjukkan adanya gegar budaya di kalangan ABG. Serbuan informasi melalui media sosial, interaksi yang nyaris tanpa filter melalui media sosial ini menjadi faktor dominan pendorong keterlibatan para ABG.

"Bukan semata-mata motif ekonomi. Namun naluri untuk mengeksplor diri dan mendapat katalisator yang salah. Anak-anak itu jadi dewasa sebelum waktunya. Nah, agar mereka bisa menikmati, maka diberilah mereka uang," kata Probowatie.

Ditambahkan oleh Probowatie bahwa anak-anak itu hakekatnya belum mengerti nilai tubuh yang tak bisa dikonversi dengan uang. Namun ketika mereka mendapat pengalaman baru dengan menari dan mendapat uang, itu akan menimbulkan efek ketagihan. Bayaran itu adalah magnet penarik ke zona nyaman. Ke depan, para ABG itu akan memiliki zona nyaman sebagai penari telanjang. 

"Jika dibiarkan ini akan menjadi kaderisasi perilaku seks bebas. Dipastikan mereka akan mantap terjun sebagai PSK," kata Probowatie.