Sukses

Penari Telanjang Semarang yang Mengguncang Perang Dunia I

Gerakan dasar Grietje memang sekilas seperti tari Serimpi. Namun ia kemudian memodifikasi dengan kostum yang setengah telanjang

Liputan6.com, Semarang - Jauh sebelum dua ABG di Semarang, Jawa Tengah, yang menjadi penari telanjang membuat kehebohan, ternyata ada penari telanjang yang pernah eksis di kota tersebut.

Tak tanggung-tanggung, kehebohan yang dibawa sampai mengguncang banyak negara yang terlibat Perang Dunia I. Bahkan sosok penari telanjang itu pun sekarang diabadikan dengan lukisan kaca patri yang dipasang di jendela gedung yang pernah menggelar pertunjukannya.

Penari telanjang itu adalah Margaretha Geertruida Zelle. Lahir di Leeuwarden, Friesian, Belanda, pada 7 Agustus 1876. Ketika kecil, oleh Adam Zelle (ayah) dan Antje Johannes van der Meulen (ibu) ia biasa dipanggil Grietje.

Ayah Grietje adalah seorang produsen topi, aksesori yang saat itu sedang menjadi tren dipakai pria dan wanita.

Kisah Grietje sebagai penari telanjang dimulai ketika ia ditelantarkan oleh sang suami, Rudolph MacLeod. Suaminya adalah seorang perwira militer Belanda yang ditugaskan di Indonesia. Mereka menikah ketika usia Grietje masih sangat muda, 19 tahun pada 11 Juli 1895.

"Grietje memilih menikah dengan pria berseragam karena profesi ayahnya yang sempat terpilih menjadi salah satu pengawal kehormatan saat raja Willem III. Ketika itu ayahnya meminta pelukis A Martin membuat portret dirinya dalam kostum kebesaran itu. Agaknya lukisan ini berperan besar dalam hidup Grietje, dalam perjalanan hidupnya ia lebih memilih lelaki beruniform dibanding yang lain," tulis Pat Shipman dalam "Love, Lies, and the Unknown Life of Mata Hari - Femme Fatale"

Salah satu dokumen yang dipegang Mata Hari. Ia memasukkan nama Mata Hari dalam dokumen resmi. (foto : Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

Awal hidup di Indonesia, yakni 1 Mei 1897 pasangan Rudolph-Grietje tinggal di Ambawara, Jawa Tengah, kemudian Tumpung, Jawa Timur di mana pada 2 Mei 1898 Grietje melahirkan Jeanne Louise yang lebih dikenal dengan nama Non, panggilan orang-orang lokal terhadapnya.

Setahun kemudian mereka dipindah ke Medan, Sumatera Utara. Sebagai komandan garnisun, Rudolph mendapat rumah yang luas. Gaya hidup Grietje mulai disesuaikan dengan posisi suaminya, pakaian-pakaian mode terakhir yang dikirim dari Amsterdam. Grietje sangat fasih berbahasa Jerman, Prancis, Inggris, Melayu. Ia juga jago bermain piano, berdansa dan menari.

Kemalangan yang menimpa keluarga itu menjadi titik balik kebahagiaan mereka. Anak mereka, Norman dan Non diracun oleh entah siapa. Mereka tenggelam dalam kesedihan, penyesalan, dan saling menyalahkan. Rudolph ditarik kembali ke Jawa. Kehidupan perkawinan mereka goyah. Rudolph bermabuk-mabukan, Grietje mengusir kesedihan dengan membaca kisah-kisah Hindu.

Mereka bercerai. Grietje menjanda tanpa uang, tanpa pekerjaan. Kemudian ia mencoba peruntungan dengan pergi ke Paris. Dipilihnya Paris karena kota itu paling gemerlap bagai lilin menarik perhatian laron-laron. Pekerjaan yang dicobanya adalah menjadi model. Namun tak ada yang tertarik untuk melukis wajahnya, mereka menginginkan model lukisan telanjang.

Kehabisan uang, ia pun kembali ke Amsterdam. Bukan putus asa. Medannya sudah ia amati, dan agaknya ia melihat ada peluang di sana. Segera ia kembali ke Paris. Ia menjadi model pelukis Octove Guillonnet dengan pose setengah telanjang. Grietje tak pernah mau memperlihatkan buah dadanya, Octave mendesain kostum khusus untuknya. Grietje pun melansir kisah bahwa ia adalah korban dari suami yang pencemburu, putingnya digigit suami agar tidak menarik lagi bagi orang lain.

2 dari 3 halaman

Pengaruh Serimpi - India

Persinggungannya dengan Indonesia sebagai penari telanjang dilakukan ketika ia menari Serimpi di pelataran Candi Jago. Ia yang kenyang dengan kisah-kisah Hindhu ternyata tak tahu-menahu tentang Tari Serimpi. Namun ia nekat menarikannya.

Dengan bakat yang luar biasa, melalui pengamatan sekilas, gerakan-gerakan dasar Grietje memang sepintas seperti Tari Serimpi. Namun ia kemudian memodifikasi dengan kostum yang setengah telanjang. Kelak kemampuannya olah tubuh inilah yang kemudian membawanya sukses sebagai agen ganda. Kelak ia dikenal sebagai Mata Hari.

"Kemampuannya memodifikasi itulah yang kemungkinan menjadi patron dengan melepas pakaiannya satu per satu. Apalagi Serimpi adalah tarian sakral yang dibawakan empat putri keraton, tentunya kehalusan Serimpi ditambah kemampuannya memadukan dengan tarian India yang mengeksplorasi perut," kata budayawan Djawahir Muhammad.

Djawahir sendiri mengaku belum pernah meneliti tentang Mata Hari. Namun adanya panggung di gedung pertunjukan Marabunta Semarang di mana Grietje sering hadir dan menari balet menunjukkan bahwa Grietje memiliki sejarah dengan Semarang. Apalagi sosoknya dilukis dengan kaca patri di salah satu jendelanya. 

Panggung yang tertutup tirai biru itu konon pernah menjadi arena Mata Hari menarikan ballet (foto : Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

Kembali ke kisah Grietje. Keahliannya sebagai penari erotis yang dipelajari di Jawa dan India (ada versi yang menulis belajar dari relief-relief candi) Grietje menjadi sangat terkenal. Ketika menari, ia sambil bercerita mengenai kisah hidupnya. Dimulai dari perkenalan namanya sebagai Mata Hari, hingga kepahitan hidup yang ia alami. Tak mengherankan, bila kemudian tawaran menari banyak berdatangan dari kota kota besar di Eropa, bahkan Mesir. Kondisi inilah yang kemudian menyeretnya dalam dunia spionase. Saat menjadi stripper di Berlin, agen rahasia Jerman merekrutnya.

Mata Hari kemudian sering berkelana baik antarkota maupun antarnegeri. Ia juga sering bepergian, maka dia tidak punya kesulitan untuk menyusup, termasuk dalam masa Perang Dunia I. Ia mendapat kode H21 oleh spionase Jerman. Saat bepergian, ia sering terlibat affair atau skandal dengan banyak orang penting. Hal itu membuat Prancis tertarik dan merekrutnya sebagai mata-mata dengan honor satu juta franch.

Saat berada di Belgia, agen rahasia Inggris MI5 curiga dengan aktivitas yang dilakukan oleh Mata Hari. Agen Rahasia Inggris itu lalu menginterograsinya. Namun mereka tidak bisa memaksa Mata Hari untuk membuka mulut. Berkali-kali interogasi dilakukan, namun hasilnya tetap nihil. Sampai akhirnya Agen Rahasia Prancis berhasil menangkap dan menginterogasinya saat dia akan menyeberangi Prancis untuk mengunjungi salah satu pasangan affair-nya.

3 dari 3 halaman

Kematian

Agen Rahasia Prancis menangkap Mata Hari karena diyakini dialah "The Greatest Woman Spy" yang mesti bertanggung jawab atas kematian beribu-ribu tentara akibat informasi yang diberikannya.

Mata Hari diadili di pengadilan perang dan dieksekusi di hadapan regu tembak di Prancis, pada 15 Oktober 1917. Kematiannya digambarkan dramatis.

Matahari pagi itu muncul pukul 06.11 waktu setempat. 
Semua yang hadir mengenakan mantel tebal, 
menahan dinginnya pagi Oktober 1917.

“Ce n’est pas nécessaire,“ tolak dia dengan nada dan gaya seorang lady, 
saat sang komandan regu menawarkan penutup mata.

Pukul 06.15 waktu setempat, dua belas tembakan mengelegar.
 Mata Hari tak ada lagi.

Kisah hidup Mata Hari yang penuh liku ini, difilmkan dalam berbagai versi. Dari Mata Hari (1931), yang dibintangi oleh Greta Garbo; Mata Hari, Agent H21 (1964) versi Prancis oleh Jeanne Moreau, sampai film Mata Hari versi ketiga (1985), termasuk film Indonesia berjudul Sang Penari (2007), bintang Tamara Bleszynski berperan sebagai agen rahasia ini, yang diangkat dari novel dengan judul sama, karya Dukut Imam Widodo.

Daftar film tentang Mata Hari

* Sang Penari (2007, Tamara Bleszynski)
* Mata Hari (1931)
* Mata Hari (1985, Sylvia Kristel)
* Mata-Hari (1964) (versi judul lain: Mata-Hari, Agente Segreto H21)
* Mata Hari, La Vraie Histoire (2003) (TV)
* Fall Mata Hari, Der (1966) (TV)
* Mata Hari (1978)
* Mata Hari (1920)
* Mata Hari, Die Rote Tänzerin (1927) (versi judul lain: Mata Hari atau Mata Hari: the Red Dancer)
* Caméra Explore Le Temps: Mata Hari, La (1964) (TV)
* Mata Hari, Mythe et Réalité d'Une Espionne (1998)
* Operación Mata Hari (1968) (versi judul lain: Operation Mata Hari)
* Dossier Mata Hari (1967) (miniseri TV)
* Yo No Soy la Mata-Hari (1949) (versi judul lain: I'm Not Mata Hari)

Inilah kisah Mata Hari. Sosok penari telanjang yang pernah mewarnai peradaban Kota Semarang. Debutnya sebagai Lady MacLeod, the oriental dancer, diawali di salon Madame Kireevsky yang ternyata kemudian membawanya pada kemasyhuran dan kematian yang legendaris.

Video Terkini