Liputan6.com, Maumere - Bila bicara Kota Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang terlintas dalam benak pemuja keindahan adalah taman bawah laut Teluk Maumere. Di lokasi tersebut belum lama ini digelar lomba fotografi internasional.
Namun, sebenarnya bukan hanya itu. Masih ada segudang keindahan yang dimiliki Maumere, satu di antaranya hutan mangrove Magepanda. Suasana pagi hari pun sangat indah, belum lagi udara segar khas pantai yang bisa membuat para pelancong betah berlama-lama.  Â
Hutan mangrove yang terletak di Desa Reroroja, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka, ini menyimpan sejuta keindahan. Hutan seluas 70 hektare ini terletak di pantai utara Kota Maumere, diapit bukit-bukit hijau yang menjulang indah.
Baca Juga
Uniknya, di sebelah barat hutan mangrove terdapat bukit hijau yang indah. Bila dicermati menyerupai sebuah bukit pada serial kartun anak-anak yang sering ditayangkan di televisi, yakni Teletubis. Dengan keunikan itulah bukit tersebut oleh banyak pengunjung disebut Bukit Teletubis.
Selain keunikannya, hutan mangrove juga dilengkapi dengan jembatan bambu sepanjang 450 meter. Objek wisata hutan mangrove ini dilengkapi pula dengan dua buah lopo di tengah hutan dan dua lainnya di tepi pantai.
Termasuk, satu menara pemantau. Alhasil, para pelancong dapat menikmati keindahan mangrove dan alam sekitar dari ketinggian sekitar 50 meter.
Advertisement
Aroma Segar Hutan Mangrove
Saat Anda berwisata menyusuri jembatan bambu di hutan mangrove Magepanda di pagi atau sore hari, kesejukan dan kesegaran oksigen yang dihasilkan oleh jutaan mangrove begitu terasa. Seakan menahan Anda untuk tinggal lebih lama di tempat tersebut.
Selepas menikmati sejuknya hutan mangrove, di ujung jembatan, pengunjung akan terkejut dan takjub melihat keindahan pantai dengan hamparan pasir putih dihiasi hijaunya mangrove.
Terdapat beberapa bangku yang terbuat dari bambu, berjejer di bawah pohon mangrove. Disiapkan bagi pengunjung untuk sekadar beristirahat sembari menikmati birunya laut dan tarian camar yang sesekali melintas.
Untuk sampai di tempat ini, pengunjung harus menempuh jarak sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Maumere. Namun tidak perlu khawatir, sebelum tiba di hutan mangrove pengunjung disuguhi pemendangan yang tak kalah menarik.
Bukit yang menghijau, sawah yang menguning. Serta, birunya laut akan menemani pengunjung sepanjang perjalanan hingga tiba di objek wisata hutan mangrove Magepanda, Teluk Maumere.
Perintis Hutan Mangrove Maumere
Rupanya penanam hutan mangrove tersebut seorang kakek tua keturunan Tionghoa, Victor Emanuel Rayon. Saat ini dia yang mengelola hutan mangrove Magepanda.
Dia mengisahkan motivasi menanam mangrove atau bakau sejak tahun 1993 itu setelah bencana tsunami yang memorakporandakan Kabupaten Sikka, pada 1992.
"Waktu itu habis semua harta benda bapak, banyak orang yang meninggal," tutur pria yang akrab disapa Baba Kong tersebut.
"Karena itu bapak berpikir, sebaiknya bapak tanam mangrove supaya kalau terjadi tsunami lagi paling tidak pohon-pohon ini bisa melindungi kami," ia menambahkan.
Ketika ia dan istrinya mulai mencari bibit mangrove kemudian disemaikan dan ditanam di sepanjang pantai, warga setempat sempat mencibir bahkan menganggap pasangan suami istri itu gila. Namun karena kecintaannya terhadap lingkungan, maka tak sedikit pun ia patah arang menanam mangrove.
"Waktu itu orang-orang tertawa lihat kami tanam mangrove. Mereka bilang kenapa tidak tanam pisang atau kelapa saja, memangnya kalian makan mangrove. Tetapi kami tidak peduli karena tujuan kami waktu itu hanya untuk menyelamatkan lingkungan," kata Baba Kong.
Waktu pun berlalu seiring tumbuhnya mangrove yang ditanam Baba Kong. Pada akhirnya, tepian pantai yang dulunya gersang dan panas menjadi hijau dan sejuk oleh rimbunnya pepohonan mangrove.
Keuletan dan kesungguhan Baba Kong menanam dan merawat mangrove berembus sampai ke telinga Menteri Lingkungan Hidup. Pada 2008 dan 2009, Baba Kong mendapat piagam penghargaan sebagai Perintis Lingkungan. Ketika itu, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi Baba Kong Kalpataru sebagai Perintis Lingkungan.
"Saat saya tanam mangrove, saya tidak berharap untuk dapat penghargaan. Tetapi yang ada di pikiran saya bagaimana menyelamatkan lingkungan ini," kata pria yang telah mendedikasikan hidupnya untuk menanam dan merawat mangrove selama 24 tahun itu.
Walau usia menjelang senja, semangat Baba Kong tak pernah surut. Saat ini, ia terus menangkar benih untuk dibagikan kepada warga yang ingin menanam mangrove. Bahkan, anakan mangrove Baba Kong sering dibeli untuk dibawa ke kabupaten lain di NTT.