Sukses

Menunggu Gebrakan Kulonprogo Wujudkan Bandara Baru Sekelas Changi

Bandara baru Yogyakarta ini memang dirancang sekelas internasional dan dirancang bisa seperti Changi.

Liputan6.com, Jakarta - Memiliki bandara internasional sekelas Bandara Changi, Singapura di Indonesia bukan perkara mudah, namun bukan pula mustahil. Bandara Kualanamu contoh yang belum lama ini direalisasikan.

Kualanamu dibangun untuk menggantikan Bandara Polonia, Medan, Sumatera Utara yang sudah usang. Kualanamu juga dibangun dengan tujuan menjadi bandara yang setara Changi, baik dari segi luas, infrastruktur, sampai fasilitas kelas atas.

Di Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, rencana serupa dicanangkan. Rencana pemerintah untuk "memindahkan" Bandara Adisutjipto ke Kabupaten Kulonprogo sangat didukung Bupati petahana terpilih Hasto Wardoyo. Apalagi pembangunan New Yogyakarta International Ariport untuk menggantikan Adisutjipto itu menjadi salah satu megaproyek yang akan dikerjakan pihaknya.

"Kita punya program-program, salah satunya megaproyek. Ini pertama memindah Bandara Adisutjipto dari Yogya ke Kulon Progo. Ini akan jadi international airport," ujar Hasto saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat, 24 Maret 2017.

Hasto mengatakan, dalam waktu tiga tahun terakhir, Pemkab Kulonprogo sudah melakukan pengurusan segala hal penunjang untuk mewujudkan pembangunan bandara baru. Bahkan, awal 2017 lalu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi secara resmi sudah melakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan bandara baru tersebut.

"Alhamdulillah ini hampir selesai, dan sudah peletakan batu pertama oleh Pak Jokowi kemarin. Pak Jokowi menargetkan ini harus selesai 2019," ujar Hasto.

Hasto menerangkan, Bandara NYIA itu akan ditunjang dengan sarana dan fasilitas bertaraf internasional. Termasuk daya tampung penumpang di bandara yang juga akan dibuat lebih luas dari Bandara Adisujipto.

Panjang landasan juga akan dibuat sepanjang 3.250 meter atau 3,2 kilometer, sehingga akan membuat pesawat-pesawat berbadan besar bisa merapat di bandara ini. Dengan begitu, akan membuat penerbangan internasional langsung ke NYIA.

"Bandara ini memang ini di-setting (dirancang) sekelas internasional, yang dirancang bisa seperti Changi," ujar lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Bahkan, lanjut Hasto, Bandara Yogyakarta yang baru itu juga akan menjadikan Yogyakarta sebagai transit area. Misalnya, penerbangan dari Indonesia barat menuju ke Indonesia timur bisa transit di sini. Apalagi, untuk mencapai itu, Yogyakarta memiliki modal, yakni sebagai Kota Budaya, Kota Pelajar, sekaligus Kota Wisata.

"Saya kira Yogya punya magnet tersendiri sebagai kota transit ya. Kedua memang kenyataannya pertumbuhan pengguna penerbangan di Yogyakarta itu sangat cepat. Dalam waktu 4-5 tahun sudah meningkat dua kali lipat. Contoh 2011 itu ada 3 juta penumpang dalam setahun, tapi pada 2016 sudah naik 7 juta penumpang dalam setahun," ujar Hasto.

Dengan anggaran mencapai sekitar Rp 8 triliun, dia optimistis pembangunan Bandara NYIA ini selesai tepat pada waktunya.

2 dari 2 halaman

Tarik Minat Turis Asing

Mengenai pembangunan bandara pengganti Adisutjipto ini Hasto tak cuma berpikir mengenai pembangunan bandara bertaraf internasioal. Lebih dari itu, pria asli kelahiran Kulonprogo tahun 1964 itu juga menginginkan pembangunan Bandara NYIA memiliki dampak positif yang domino. Salah satunya mengundang minat turis asing datang ke Yogyakarta.

"Ya ini juga untuk mengundang wisatawan asing dan investor. Jadi multiplayer effect dan memang Yogya menjadi sentral koneksitas berbagai macam tujuan. Entah itu haji atau umrah. Misalnya orang-orang Purwokerto dan Banyumas embarkasinya di Kulonprogo, itu contoh," ujar Hasto.

Mengenai tempat wisata ini, Hasto mengakui, Kulonprogo memiliki banyak destinasi wisata. Jumlahnya tak bisa dihitung dengan jari. Sebut saja Kalibiru, Danau Sermo, Gunung Ijo, Puncak Suroloyo, Kebun Teh Nglinggo, Puncak Gunung Lanang, Waduk Mini Kleco, Goa Kiskendo, Kedung Pedut, Air Terjun Sidoharjo, Air Terjun Grojogan Sewu, Pantai Glagah, Pantai Trisik, Pantai Congot, Wildlife Rescue Center, Arung Jeram Sungai Progo, dan lain-lain.

Karena itu, guna mendorong kemajuan wisata-wisata di Kulonprogo, Hasto akan melakukan sejumlah langkah. Misalnya, perbaikan akses menuju destinasi-destinasi wisata tersebut.

"Jadi untuk lima tahun ini kami punya rencana memperbaiki jalan-jalan, baik memperhalus atau memperlebar jalan-jalan menuju tempat wisata. Ini penting," ujar Hasto.

Akses memang menjadi hal penting dalam wisata. Karena itu, dia ingin mempertimbangkan sejumlah fasilitas untuk mempermudah wisatawan menuju tempat wisata yang dituju. Misalnya pembuatan kereta gantung untuk tempat-tempat wisata yang berada di lokasi penggunungan.

"Untuk memotong kompas kendala akses jalan tadi kita harus berpikir inovatif, misalnya kita bikin kereta gantung. Kita lihat di Clifton, (Amerika Serikat) atau di Tanah Genting (Malaysia), itu kan pakai kereta gantung," tutur dia.

"Jadi kalau mau keluar dari hal sulit, maka kita harus cari jalan yang luar biasa. Kalau bikin jalan itu kan hal biasa, tapi kan sulitnya setengah mati. Kereta gantung itu jadi pemikiran saya," ucap Hasto.

Langkah kedua adalah dengan membuat regulasi melalui peraturan daerah untuk kawasan wisata. Dengan perda itu, Pemkab Kulonprogo membuka peluang kerja sama dengan pihak swasta untuk pengelolaan tempat wisata.

"Jadi kami ingin buat kebijakan-kebijakan yang kemudian diimplementasikan terhadap pengelolaan wisata. Contoh wisata bisa dikelola bersama swasta, sehingga PPP (private project partnership) itu bisa jalan untuk percepatan," kata dia.

Sebab, wisata kalau dikelola hanya oleh pemda atau warga malah bisa memperlambat. "Perda itu sudah kita sahkan," kata Hasto Wardoyo.