Sukses

Begini Ritual Pengusiran Roh Jahat Jelang Nyepi di Palu

Ritual menjelang Nyepi ini juga sekaligus sebagai penyucian diri umat Hindu.

Liputan6.com, Palu - Ribuan umat Hindu di Palu, Sulawesi Tengah, mengelar ritual ogoh-ogoh menjelang upacara Tawur Kesanga Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939. Ritual ini dilakukan bertujuan untuk mengusir roh-roh jahat. Salah satu umat Hindu Palu, I Made, menuturkan pawai yang dilaksanakan setahun sekali, tepatnya sehari menjelang perayaan Nyepi ini, sangat bermakna.

Selain untuk mengusir, ritual ogoh-ogoh ini bertujuan agar roh-roh jahat tidak mengganggu kehidupan umat Hindu sekaligus sebagai penyucian diri umat Hindu.

"Dalam ritual ini seluruh umat terlibat, baik anak-anak hingga orangtua," ucapnya kepada Liputan6.com usai mengikuti kirab, Senin (27/3/2017).

Menurut I Made, budaya umat Hindu tetap mengutamakan etika, estetika serta tetap mengedepankan nilai-nilai moral, sehingga layak untuk ditampilkan di ibu kota Sulawesi Tengah ini. Hal itu yang ditampilkan dalam ritual meyambut Nyepi ini.

"Pawai ogoh-ogoh bukan hanya dimaknai dari aspek budaya, tetapi juga wahana kebersamaan dengan umat beragama lainnya yang ada di Kota Palu, seperti agama Islam dan Kristen," ujar dia.

Pantauan Liputan6.com, ogoh-ogoh yang berbentuk boneka raksasa yang tampak begitu menyeramkan ini dipikul dari Pura Agung Wana Kertha Jagatnata di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore. Ogoh-ogoh jelang Hari Raya Nyepi ini kemudian diarak mengelilingi beberapa rute dalam kota.

Sementara pemuda umat Hindu yang mengarak ogoh-ogoh ini tampak memberikan beberapa aksi yang cukup memukau dengan berputar-putar diiringi alunan musik tradisional Bali.

"Ogoh-ogoh tahun ini, dibuat secara swadaya oleh umat Hindu yang ada di Palu. Jumlahnya ada tujuh ogoh-ogoh dengan besaran biaya belasan juta, pengerjaannya kurang lebih dua minggu," tambah umat Hindu lainnya, Nyoman Weker.

2 dari 2 halaman

Penyucian Diri

Menjelang Hari Raya Nyepi, masyarakat Hindu memang menjalani sejumlah ritual khas yang pada hakikatnya merupakan upaya pensucian diri dan lingkungan sekitar.

Pada 2-4 hari sebelum Nyepi, masyarakat menyucikan diri dan perangkat peribadahan di pura melalui Upacara Melasti. Sementara, satu hari sebelum Nyepi, dilakukan ritual Buta Yadnya (Bhuta Yajna).

Buta Yadnya merupakan rangkaian upacara untuk menghalau kehadiran buta kala yang merupakan manifestasi unsur-unsur negatif dalam kehidupan manusia.

Dalam rangkaian Buta Yadnya, terdapat tradisi pawai ogoh-ogoh yang membuat jadi festival tahunan yang semarak dan menjadi daya tarik pariwisata.

Buta Yadnya terdiri dari dua tahapan, yaitu ritual mecaru (pecaruan) dan ngrupuk (pengerupukan). Mecaru merupakan upacara persembahan aneka sesajian (caru) kepada buta kala.

Upacara itu dilakukan dari tingkatan keluarga, banjar, kecamatan, kabupaten, kota, hingga tingkat provinsi. Ngrupuk adalah ritual berkeliling pemukiman sambil membuat bunyi-bunyian disertai penebaran nasi tawur dan menyebarkan asap dupa atau obor secara beramai-ramai.

Ritual ngrupuk yang biasanya dilakukan bersamaan dengan arak-arakan ogoh-ogoh bertujuan agar buta kala beserta segala unsur negatif lainnya menjauh dan tidak mengganggu kehidupan umat manusia.

Ogoh-ogoh merupakan boneka atau patung beraneka rupa yang menjadi simbolisasi unsur negatif, sifat buruk, dan kejahatan yang ada di sekeliling kehidupan manusia. Boneka tersebut dahulu terbuat dari kerangka bambu yang dilapisi kertas.

Seiring waktu, kebanyakan ogoh-ogoh saat ini dibuat dengan bahan dasar styrofoam karena menghasilkan bentuk tiga dimensi yang lebih halus.

Pembuatan ogoh-ogoh ini dapat berlangsung sejak berminggu-minggu sebelum Nyepi. Waktu pembuatan sebuah ogoh-ogoh dapat bervariasi bergantung pada ukuran, jenis bahan, jumlah SDM yang mengerjakan, dan kerumitan desain dari ogoh-ogoh tersebut.