Liputan6.com, Semarang Hari kerja yang terjepit diantara dua hari libur ternyata mengganggu konsentrasi birokrat di Pemkkot Semarang. Para birokrat ini menyebutnya sebagai Hari Kejepit Nasional atau Harpitnas seperti pada tanggal Senin, 27 Maret 2017.
Efek dari Harpitnas itu terlihat saat Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi menemukan 72 PNS yang tidak mengikuti upacara yang dipimpinnya. Parahnya, mereka yang mengikuti upacara ternyata juga disiplin dengan tidak memakai atribut seragam yang lengkap.
Hendi, sapaan akrab wali kota, yang biasanya tampil ramah, banyak senyum, dan banyak canda, mendadak terlihat marah. Kemarahan ditujukan pada PNS yang tak disiplin.
Advertisement
Salah satunya adalah Kristanto. Melihat Kristanto yang tidak beratribut lengkap, Hendi memintanya untuk maju dan menghormat bendera hingga setengah jam. Selama Kristanto menjalani sanksinya, Hendi berpesan bahwa para PNS di Pemkot Semarang bisa lebih tertib, lebih disiplin dalam menjalani tugasnya sebagai aparatur sipil negara.
Baca Juga
"Dengan hormat bendera lebih lama, harapannya bisa lebih menghargai negara," kata Hendi.
Anehnya, ketika Kristanto dihukum hormat bendera, para PNS Pemkot Semarang yang menjadi peserta upacara malah cengengesan menertawakan. Hampir semua PNS peserta upacara yang tertangkap kamera kelihatan giginya karena cengengesan.
Sementara itu 72 PNS yang tidak mengikuti upacara diberi sanksi pemotongan tunjangan penghasilan pegawai (TPP) sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Walikota Semarang nomor 139 tahun 2016.
"Hari ini warga butuh pelayanan yang optimal, sehingga PNS yang bertugas melayani tidak boleh main-main dalam menjalankan tugasnya. Ada konsekuensi yang diberikan. Jangan anggap sebagai hukuman, namun pengingat mereka agar bekerja lebih baik lagi," kata Hendi.
Sementara itu dalam penjelasannya kepada Liputan6.com, Hendi menegaskan bahwa semua yang dilakukan sudah sesuai dengan aturan yang ada. Menurutnya, upaya Wali Kota memajukan Semarang akan sia-sia jika para birokratnya Pemkot Semarang masih bermental seperti dulu.
"Para PNS itu kan ujung tombak eksekutor kebijakan Wali Kota. Kalau leda-lede (tidak serius) dalam berkerja, tentu kebijakan hanya akan menjadi keinginan. Kelengkapan seragam misalnya, dalam RKA tiap dinas disebutkan pengadaan seragam untuk meningkatkan disiplin pegawai. Itu pakai duit negara, duit rakyat. Setelah diberikan, malah nggak dipakai," kata Hendi, Selasa (28/3/2017).