Sukses

Gadis Ceko Keliling Desa Kampanye Kurangi Sampah Plastik

Indonesia merupakan salah satu penghasil sampah plastik terbesar di dunia.

Liputan6.com, Banjarnegara - Pavla Travnickova gencar mengampanyekan bahaya sampah plastik. Gadis berumur 24 tahun asal Republik Ceko itu sedang mengikuti program live in di Desa Gumiwang, Kecamatan Purwonegoro, Banjarnegara, Jawa Tengah, untuk kampanyenya. Pavla tinggal di desa penghasil pemain sepak bola itu selama dua bulan.

"Saya setiap hari menemani Pavla berkeliling desa untuk kampanye soal pengurangan penggunaan plastik dan gaya hidup sehat," ujar Asep Prabu, anggota Karang Taruna Krida Gumiwang, saat berbincang dengan Liputan6.com di tepi Sungai Serayu, Senin, 27 Maret 2017.

Pavla juga ikut kegiatan penduduk desa itu seperti membersihkan kolam ikan, berbelanja ke pasar, hingga belajar membuat tempe. Keprihatinan Pavla membawanya ke sejumlah negara di Asia Tenggara. Ia mengatakan budaya di pedesaan juga mulai berubah.

"Dulu saat pengajian atau arisan, mereka masih menggunakan gelas, tapi saat ini mereka malah menggunakan air dalam kemasan plastik" ujarnya.

Pavla yang tak makan daging, tak makan gorengan, dan tak mau menggunakan gula untuk minumannya itu bertandang dari rumah ke rumah untuk berbicara tentang pentingnya lingkungan. Jika ingin berbelanja ke pasar, ia menyarankan untuk menggunakan tas kain, bukan tas plastik.

Indonesia, kata dia, merupakan salah satu penghasil sampah plastik terbesar di dunia. Bahkan, sampah plastiknya yang ada di lautan merupakan yang terbesar setelah Tiongkok.

Agung Dhamar Syakti, Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji Kepulauan Riau mengatakan, dari total 5,4 juta ton sampah plastik per tahun yang dihasilkan Indonesia, sebanyak 0,5 hingga 1,5 juta metrik ton sampah plastik mencemari pesisir nusantara.

"Menurut majalah Science terbitan 2015, Indonesia adalah negara kedua setelah China penyumbang sampah plastik di laut," katanya.

Ia menambahkan, setiap individu di Indonesia diperkirakan menghasilkan limbah 0.5 kg di mana 10 persennya adalah plastik. Plastik-plastik ini 83 persennya tidak terkelola ataupun terolah.

Perkiraan ini hanya menghitung 187 juta masyarakat Indonesia yang tinggal 50 kilometer dari wilayah pesisir. Plastik sangat sulit terdegradasi. Namun penyinaran oleh matahari, arus, pasang, gelombang, gigitan hewan dan bahkan mikroba dapat meremahkan plastik menjadi bentuk debris atau remahan yang lebih kecil.

Remahan itu justru akan meningkatkan risiko dampak negatif akibat dimakannya remahan sampah plastik karena kekeliruan biota laut dalam memburu makanannya. Biota laut seperti penyu, singa laut, lumba-lumba, paus, avertebrata dan berbagai jenis ikan dapat terjebak dalam sampah-sampah berupa jaring dari nilon, sehingga dapat membuatnya terbunuh karena tidak dapat mencari makan atau menjadi mangsa yang mudah bagi predator lain.

"Tentunya, keberadaan sampah plastik di laut juga mengurangi nilai keindahan suatu situs," katanya.