Sukses

Orang-Orang yang Terpasung di Sumsel

Dari data Dinkes Sumsel dan Dinsos Sumsel, ada ratusan penderita ODGJ yang mengalami pemasungan di Sumsel

Liputan6.com, Palembang Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mendata korban pasung yang tersebar di delapan kabupaten/kota di Sumsel. Ternyata jumlah penderita Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang terpasung mencapai ratusan orang.

Dari survey Dinsos Sumsel yang dilakukan dari Oktober 2016 hingga Febuari 2017, ada 232 orang korban pasung. Pihaknya mengerahkan Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK) yang tersebar disetiap kabupaten/kota di Sumsel.

Menurut Kepala Dinsos Sumsel Belman Karmuda, sejak adanya Gerakan Indonesia Bebas Pasung 2019, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sangat fokus mengerahkan Dinsos provinsi untuk mendata dan mensosialisasikan gerakan ini.

“Ada Pedoman Umum (Pedum) dari Kementerian Sosial (Kemensos) tentang gerakan ini,” ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (29/3/2017).

Dari total 232 korban pasung di delapan kabupaten/kota, sudah ada sekitar 84 penderita ODGJ yang sudah tidak dipasung lagi. Namun, masih banyak korban pasung dengan nasib yang memprihatinkan.

Delapan kabupaten/kota tersebut adalah Kabupaten Ogan Ilir dengan total 5 korban pasung dan 1 bebas pasung, Kabupaten Banyuasin dengan total 22 korban pasung, Kabupaten Penungkal Abab Lematang Ilir (PALI) dengan total 10 korban pasung, Kabupaten Prabumulih sebanyak 2 korban pasung.

Di Kabupaten 4 Lawang sebanyak 25 korban pasung dan 65 bebas pasung, Kabupaten Muara Enim sebanyak 13 korban pasung, 24 bebas pasung dan 6 ODGJ, Kabupaten Lahat sebanyak 3 korban pasung dan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur sebanyak 56 ODGJ yang masih mendapatkan perawatan di yayasan swasta.

Kepala Seksi (Kasi) Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Yusri Hayani mengatakan, ada korban pemasungan yang terawat, tapi banyak juga yang diperlakukan secara tidak manusiawi.

“Banyak sekali yang kondisinya buruk, tidak dimandikan, tidak menggunakan pakaian, dipasung di kamar yang berbau busuk. Bahkan ada yang ditempatkan diruangan bersamaan dengan ayam,” katanya.

Keluarga korban pasung kebanyakan merupakan masyarakat menengah ke bawah. Terlebih masyarakat di Sumsel belum memahami tentang buruknya dampak pasung bagi penderita ODGJ.

Bahkan banyak warga sengaja melakukan pasung karena tidak sanggup untuk mengurus penderita ODGJ. Aksi pasung juga dilakukan untuk menghentikan tindakan brutal penderita ODGJ yang sering meresahkan keluarga dan warga sekitar.

“Kita mensosialisasikan, memberikan pengertian jika aksi pasung melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Memang banyak penolakan dari keluarga korban, namun secara bertahap kita sosialisasikan hal tersebut,” kata Yusri.

Dia mengatakan pihaknya juga masih akan melakukan kunjungan kembali ke rumah korban pasung tersebut. Saat ini, pihaknya masih menunggu data korban pasung di Sumsel.

“Data ini hanya sebagian saja yang masuk, kita terus mengerahkan petugas TKSK untuk mencari informasi korban terpasung lainnya,” ujarnya.

2 dari 3 halaman

Aksi Bebas Pasung

Untuk mensukseskan program Gerakan Indonesia Bebas Pasung 2019, Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumsel juga menyebarkan stok obat ke setiap fasilitas kesehatan (faskes) di seluruh kabupaten/kota di Sumsel.

Penanggung Jawab Program Kesehatan Jiwa dan Napza Dnkes Sumsel, Farah Shafitry Karim, , penyediaan obat jiwa sudah dianggarkan dari APBD Provinsi Sumsel, APBD Kabupaten/Kota dan Kementrian Kesehatan (Kemenkes).

“Sudah tersebar di 17 kabupaten/kota. Takarannya tersebut dilihat dari jumlah pasien di tiap daerah,” ujarnya.

Dalam penyediaan stok obat jiwa, sudah disebarkan untuk kurun waktu satu tahun ditambah stok tambahan 6 bulan. Setiap penderita ODGJ wajib mengkonsumsi dua butir obat jiwa selama satu hari dan alam setiap 12 jam sekali.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel juga sudah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 36 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Pemasungan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

“Dinkes kabupaten/kota terus memberikan laporan korban pasung. Kita langsung ke rumah korban pasung dan mengevakuasinya,” beber Farah.

Untuk memaksimalkan pelayanan khusus ODGJ di faskes daerah, pihaknya terus melatih tenaga kesehatan untuk ditempatkan di kabupaten/kota masing-masing.

Berbeda dari data survey Dinsos Sumsel, penderita ODGJ yang dipasung dari data Dinkes Sumsel hanya seanyak 385 orang di tahun 2016. Jumlah tersebut tersebar di 17 Kabupaten/Kota se-Sumsel.

Di mana, hanya 379 korban pemasungan yang sudah mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa (Keswa) dan 142 orang yang sudah bebas dari pasungan.

3 dari 3 halaman

Kabupaten Terbanyak Korban Pasung

Sama halnya dengan data Dinsos Sumsel, Kabupaten Empat Lawang mengantongi kasus pasung tertinggi yaitu sebanyak 58 korban dan hanya 48 korban yang sudah dibebaspasungkan. Kasus pasung kedua terbesar berada di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sebanyak 53 korban dengan 12 penderita ODGJ yang sudah bebas pasung.

Kabupaten Musi Rawas (Mura) sebanyak 41 kasus pasung dengan 8 penderita ODGJ yang sudah dibebaskan. Untuk di Kabupaten Lahat sebanyak 32 kasus pasung dan 10 orang korban pasung yang sudah dibebaskan.

Sedangkan di Kota Pagaralam sebanyak 25 kasus pasung dan 7 orang korbannya sudah dibebaskan. Di Palembang sendiri, kasus pasung masih terjadi sepanjang 2016. Bahkan dari total 9 korban pasung, hanya 7 orang korban pasung yang dibebaskan.

Kepala Bidang (Kabid) Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Ernaldi Bahar Sumsel Sri Suwarni mengatakan pasien pasung yang berobat ke rumah sakit paling banyak berasal dari Kabupaten Empat Lawang.

“Tahun 2016 kemarin ada 30 orang pasien berobat kesini, sebelumnya memang dipasung oleh keluarganya,” ungkapnya.

Dari kebanyakan kasus pasung yang terjadi di Sumsel, pasien yang dipasung memang jarang melakukan kontrol teratur, baik di faskes daerah maupun RSJ Ernaldi Bahar. Terlebih korban pemasungan berasal dari keluarga tidak mampu.

Kondisi juga diperparah dengan lingkungan sekitar, baik keluarga maupun warga yang tidak menerima kehadiran penderita ODGJ ditengah masyarakat. Sehingga, penyakit kejiwaannya susah untuk pulih dan berulang.

“Ada usianya baru 25 tahun jadi korban pasung, ada yang sudah tua. Bahkan ada juga yang sudah dipasung belasan tahun,” katanya.