Sukses

Dari Antartika Peneliti UGM Bawa Oleh-Oleh Batu Tertua di Bumi

Batu-batu menunjukkan kemungkinan bahwa Srilangka, Benua Antartika, dan Indonesia pernah menyatu.

Liputan6.com, Yogyakarta - Nugroho Imam Setiawan menjadi peneliti pertama Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menginjakkan kaki di Benua Antartika. Ia pulang dengan membawa oleh-oleh berupa 141 buah aneka batu metamorf seberat 200 kilogram dan salah satunya adalah batu tertua di Bumi yang berusia 3,8 miliar tahun.

"Saya senang bisa memperoleh batu-batu langka itu dan rencananya akan saya teliti di Indonesia," ujar Dosen Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM di Gedung Rektorat UGM, Rabu, 29 Maret 2017.

Dia belum dapat menunjukkan secara langsung contoh batu metamorf yang diperolehnya dari Kutub Selatan karena masih dalam proses kirim dan diperkirakan sampai ke Indonesia pada akhir Mei mendatang.

Dalam ekspedisi yang memakan waktu empat bulan mulai 27 November 2016 sampai 22 Maret 2017, Nugroho menjalankan rutinitas mengumpulkan sampel batuan metamorf di setiap lokasi penelitian. Ada delapan titik survei geologi yang mereka jelajahi, yaitu Akebono, Akarui, Tenmodai, Skallevikhalsen, Rundvageshtta, Langdove, West Ogul, dan Mt. Riiser Larsen.

Selama ekpedisi Nugroho hanya menjumpai beberapa jenis batuan di lokasi penelitian. Batuan yang banyak ditemukan adalah batuan metamorf dan granitodis maupun perpaduan keduanya, yaitu migmatit. Batuan dengan struktur sarang lebah atau yang dikenal dengan Honeycomb structure banyak ditemukan pada batuan. Struktur ini terbentuk akibat gerusan angin dengan iklim kering di permukaan batuan.

Sepanjang area survei Nugroho dan tim geologi lainnya mengoleksi 10 hingga 20 kilogram sampel batuan. Dari hasil survei di seluruh lokasi tersebut mereka berhasil mengumpulkan lebih dari tiga ton sampel batuan metamorf.

Ekspedisi Japan Antartic Research Expedition 58 (JARE 58) diikuti 80 anggota dengan 35 di antaranya merupakan peneliti. Penelitian kali ini dibagi dalam 10 topik antara lain meteorologi, atmosfer, biologi terestrial oseanografi, geofisikia, geodesi, dan geologi.

Peneliti UGM teliti batu-batu dari Antartika (Liputan6.com / Switzy Sabandar)

Nugroho mengaku belum pernah meneliti batuan metamorf dengan suhu tinggi 1.100 derajat Celcius, tapi tidak meleleh karena suhu kering. "Ini penting untuk diteliti supaya mengetahui sejarah Bumi dan bisa mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan," tutur dia.

Dalam ekspedisi itu, ia juga menemukan ada kesamaan batu metamorf di sebagian wilayah Antartika dengan batuan di Sumatera dan Papua. Demikian pula dengan batu metamorf di area bernama Prince Olaf yang ternyata mirip dengan metamorf di Sri Lanka.

"Ada kemungkinan daratan Antartika dengan Srilanka dan sebagian Indonesia dulu menyatu," ucap Nugroho.