Sukses

Berceramah di Yogyakarta, Zakir Naik Sempat Batal Wudu

Tokoh Islam Zakir Naik datang berceramah di Yogyakarta untuk mewujudkan rencana yang tertunda.

Liputan6.com, Yogyakarta - Ulama dunia Zakir Naik menyampaikan kesannya tentang Yogyakarta saat memberikan kuliah umum di depan ribuan peserta di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (3/4/2017).

"Kalau belum berkunjung ke Yogyakarta berarti belum ke Indonesia," ujar ustaz asal India itu disambut tepuk tangan hadirin.

Ia mengaku sudah lama ingin sekali berkunjung ke Indonesia, tetapi belum sempat terealisasi. Kunjungan pertama ke Indonesia ini dinilainya sebagai kesempatan dari Tuhan yang menjawab doanya.

Zakir Naik datang didampingi istrinya. Namun, perempuan bernama Farhat Naik itu enggan tampil di depan peserta.

Sebelum memasuki lokasi acara, Zakir Naik lebih dulu dicegat para peserta yang masih berada di luar gedung dan diajak foto bersama. Peristiwa itu membuat wudu Zakir Naik batal. Acara pun molor sekitar setengah jam karena Zakir Naik diantar ke ruang rektorat untuk berwudu lagi.

Mengawali ceramah yang bertajuk "Religion As An Agent of Mercy and Peace", Zakir juga bercerita tentang pengalamannya berceramah di Turki. Ketika itu, ia sempat kehabisan suara karena sound system yang tidak bagus.

Kedatangan Zakir Naik ke UMY berawal dari kerja sama UMY dengan Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor Ponorogo sebagai pihak yang juga menginginkan kedatangan Zakir Naik.

Pada tahun lalu, UNIDA Gontor menginisiasi kedatangan Zakir Naik karena bertepatan dengan 90 tahun usia Ponpes Gontor. Kedua institusi itu pun membentuk panitia lokal bersama. Namun, rencana itu batal karena banyak negara yang juga menginginkan kedatangan Zakir Naik.

Terpisah, Wakil Rektor III UMY Sri Atmaja P. Rosyidi mengatakan kegiatan ini sebagai bentuk partisipasi perguruan tinggi dalam membangun bangsa dan umat, serta menjunjung toleransi umat beragama.

Ia mencontohkan peran UMY dalam toleransi antarumat beragama adalah kegiatan Mahathir Global Peace School (MGPS) yang rutin diselenggarakan setiap tahun.

MGPS merupakan bagian dari penyampaian suara toleransi, semua manusia memiliki status yang sama dalam bidang hukum perdamaian dan kemanusiaan.

"Artinya, Islam mengajarkan untuk bersikap adil dan menciptakan perdamaian dan mendukung penyelesaian konflik secara beradab, tanpa memandang latar belakang dan keyakinan dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia (global peace)," kata Sri.