Sukses

Komunitas Bencoolen Speaking Rawat Bahasa Melayu Bengkulu

Penggunaan bahasa Melayu Bengkulu makin terdesak dengan keberadaan bahasa asing lainnya.

Liputan6.com, Bengkulu - Sekelompok masyarakat Melayu Kota Bengkulu bergabung membentuk komunitas untuk mempertahankan budaya berbahasa Bengkulu yang saat ini mulai ditinggalkan.

Komunitas yang diberi nama Bencoolen Speaking Community (BSC) itu merangkum berbagai latar belakang, mulai dari birokrat, militer, politikus, pengusaha dan masyarakat umum.

Ketua Komunitas BSC Bencoolen Endang Indra Purnama menjelaskan, tertulis dalam salah satu karangan Jhon Bastin 1716, kata Bencoolen untuk menyebut wilayah Bengkulu. Kata itu juga diabadikan oleh Inggris menjadi nama salah satu jalan di Singapura, yakni Bencoolen Street.

"Kebiasaan bertutur bahasa Bengkulu sudah mulai ditinggalkan karena asimilasi budaya dan bahasa lain dalam pergaulan sehari-hari. Tujuan kami ingin mengembalikan bahasa asli ini untuk terus dipertahankan," ujar Endang di Bengkulu, Rabu, 5 April 2017.

Komunitas itu saat ini sedang menyusun sebuah kamus yang merangkum Bahasa Melayu Bengkulu dan akan dicetak menggunakan dana swadaya anggota. Tim perumus yang ditunjuk juga terus mengumpulkan bahan untuk penyempurnaan pembuatan kamus.

Budayawan Bengkulu Syafril Syahbuddin mengatakan, di Kota Bengkulu ada berbagai bahasa yang digunakan masyarakat. Selain Melayu Bengkulu, ada juga bahasa Suku Lembak, Rejang, bahasa warga Bengkulu Selatan, dan bahasa Sumatera Selatan. Untuk bahasa sehari-hari, memang ada bahasa Bengkulu pasar yang dimengerti semua orang.

"Khusus bahasa melayu Bengkulu biasanya digunakan masyarakat pesisir dan memiliki tekanan dan istilah tersendiri. Jika tidak dipelihara, dikhawatirkan akan menghilang dan tidak dimengerti lagi," ungkap Syafril.

Wakil Wali Kota Bengkulu Patriana Sosialinda merespons rencana pembuatan kamus bahasa Melayu Bengkulu itu dengan janji akan memperbanyak dan membagikannya kepada semua sekolah se-Kota Bengkulu.

Jika memungkinkan, akan dimasukkan dalam kurikulum wajib sekolah seperti yang dilakukan terhadap Bahasa Sunda, Jawa, Banten dan bahasa lain di Indonesia.

"Selama ini, kita belum memiliki acuan untuk mengajarkannya di sekolah. Jika memang kamus itu terbit, kita akan dorong untuk dijadikan muatan lokal dalam kurikulum sekolah," kata Patriana.