Sukses

Kasus Pembunuhan Bikin Siswa SMA Taruna Nusantara Ingin Pulang

Keinginan pulang siswa SMA Taruna Nusantara itu diidentifikasi sebagai gangguan kejiwaan agak berat akibat terdampak kasus pembunuhan.

Liputan6.com, Magelang - Kasus pembunuhan yang menimpa Kresna Wahyu Nurachmad (15) menimbulkan goncangan kejiwaan bagi beberapa siswa SMA Taruna Nusantara. Mereka cemas dan mengajukan permintaan pulang ke rumah, walau tidak sampai ada yang meminta keluar dari sekolah.

Untuk itu, pihak sekolah menyediakan pendampingan untuk memulihkan trauma pada siswa sejak Minggu malam, 2 April 2017. Awalnya, ada tiga psikiater yang mendampingi para siswa.

"Waktu pertama pendampingan trauma healing pada Minggu malam, ada tiga psikiater dari Undip yang melakukan pendampingan. Psikiater tersebut dipimpin oleh salah satu dokter lulusan SMA Taruna Nusantara," kata Kepala Humas SMA Taruna Nusantara Cecep Iskandar, Rabu, 5 April 2017.

Seiring dengan berjalannya waktu, ujar dia, jumlah psikiater yang terlibat dalam penanganan kejiwaan para siswa SMA Taruna Nusantara yang terdampak kasus pembunuhan tersebut bertambah.

"Selain dari FK Undip, kini psikiater dari FK UGM, FK UI dan RSJ Magelang ikut turun melakukan pendampingan kepada para siswa," ujar Cecep.

Berdasarkan hasil konsultasi yang dilakukan antara psikiater dengan siswa, tim berhasil mengidentifikasi siswa yang mengalami gangguan kejiwaan agak berat pasca-pembunuhan pada Jumat dini hari, 31 Maret 2017. Hal ini ditandai dengan munculnya rasa kecemasan yang lebih, sangat sedikit dan rasa kecewa.

"Itu bisa terlihat dengan bagaimana sikap yang ditunjukkan para siswa. Tetapi selain ada yang cemas, kecewa dan sangat sedih, ternyata ada pula yang sikapnya biasa-biasa saja," ujar Cecep.

Dari hasil konsultasi tersebut, terdapat sejumlah siswa yang ingin sementara waktu pulang ke rumah meninggalkan sekolah. Bahkan, ada orangtua yang juga meminta membawa pulang anak-anak mereka. Hanya saja, pihak sekolah tidak meluluskan permintaan siswa dan orangtua SMA Taruna tersebut.

"Kami tentunya tidak akan perbolehkan karena ini kan bagian dari kecemasan siswa atau trauma yang dialami mereka. Kalau sampai dibolehkan pulang berarti kami tidak bertanggung jawab," ujar Cecep.