Sukses

Gubuk Derita Kakek dan 3 Cucu di Gorontalo

Kemiskinan membuat sang kakek terpaksa tinggal bersama dua keponakan dan tiga cucu di gubuk tersebut.

Liputan6.com, Gorontalo - Memiliki tempat tinggal yang nyaman adalah salah satu kebutuhan paling utama bagi setiap keluarga. Namun apa jadinya jika kondisi rumah tidak layak huni akibat kemiskinan. Derita ini dialami Abdurrahman Tanu (68), warga Kelurahan Polohungo, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo.

Di atas sebuah bukit sebelah aliran Sungai Bionga, Dusun Batumerah, Kelurahan Polohungo, terlihat sebuah rumah sederhana yang telah rusak parah. Kelihatannya rumah berdinding gedek atau bilah bambu tersebut tak berpenghuni lagi.

Namun, saat Liputan6.com mencoba mendekat dengan menyeberangi sungai, seorang kakek terlihat sedang bermain bersama tiga cucunya di depan rumah tersebut.

Ternyata, keluarga yang sedang menikmati sebuah kentos kelapa itu adalah penghuni rumah kumuh tersebut. Selain tiga cucunya itu, ada dua lagi penghuni lainnya yang merupakan keponakan dari kakek Abdurrahman.

"Mari Pak, duduk di sini saja, di dalam ta acak (semrawut) sekali," ucap kakek yang akrab disapa Pasisa No'e itu, saat mempersilakan Liputan6.com duduk di rerumputan depan rumahnya, beberapa hari lalu.

Kondisi di dalam rumah, ternyata lebih memprihatinkan lagi. Tak hanya bagian atapnya, kondisi dinding-dinding rumah pun sudah banyak lubangnya. Dilihat dari luasnya pun tidak memungkinkan untuk bisa menampung enam orang yang merupakan penghuni rumah kumuh ini.

Kakek dua anak ini mengatakan, kondisi rumahnya yang rusak itu sudah berlangsung lebih dari 10 tahun lamanya. "Kalau turun hujan pasti basah di dalam pak, makanya kami sekarang terpaksa harus menginap di rumah orang."

Seorang kakek bersama tiga cucu dan dua keponakan menempati gubuk di Kelurahan Polohungo, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. (Foto: Kalempog/Aldiansyah Mochammad Fachrurrozy)

Untuk memperbaiki rumah tersebut, Pasisa No'e mengaku tidak punya cukup biaya. Sebab, pendapatan mereka hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makan maupun uang jajan ketiga cucunya yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu.

Beruntung, di daerah tersebut ada Farida Yunus (40), yang bersedia membuka pintu rumahnya untuk ditinggali oleh keluarga Pasisa No'e.

Janda dua anak ini mengatakan, ia sangat iba melihat kondisi tempat tinggal Pa Sisa No'e saat ini. "Mereka tidak punya lagi tempat tinggal. Saya tidak tega melihat mereka, apalagi cucu-cucunya masih kecil."

"Jadi, apa salahnya saya kasih tinggal dorang (mereka) di rumah," kata Farida sembari meneteskan air mata, membayangkan keadaan keluarga Pa Sisa No'e.

Hingga kini, Pasisa No'e dan keluarganya itu hanya bisa menginap di rumah Farida ketika hendak beristirahat malam. Mereka belum mampu memperbaiki gubuk tersebut lantaran kemiskinan.

"Kalau pagi-pagi saya dengan kemenakan bekerja di kebun, cucu-cucu di sekolah. Habis itu, somo ba kumpul rame-rame (sama-sama berkumpul ramai-ramai) di muka rumah sampai menjelang malam," ujar Pasisa No'e saat menceritakan kesehariannya.

Â