Liputan6.com, Garut - Sidang lanjutan kasus perdata ibu digugat anak kandung sebesar Rp 1,8 miliar di Pengadilan Negeri (PN) Garut, Jawa Barat, berlangsung tegang. Penyebabnya, Winarko salah satu saksi ahli yang dihadirkan penggugat, ternyata memberikan kesaksian palsu alias bohong.
"Ini tanda tangan Saudara bukan?" tanya ketua majelis hakim Endratno Rajamai di Ruang Sidang Garuda PN Garut, Kamis (13/4/2017) siang.
"Mohon maaf, bukan Yang Mulia," jawab Winarko sembari terbata-bata.
Menurut Endratno, keterangan yang diberikan oleh saksi penggugat terlihat berbelit dan tidak sesuai dengan yang disampaikan saat berita acara dibuat. Hal ini dikuatkan dengan tidak akurnya tanda tangan yang saksi bubuhkan di laporan berita acara yang dibacakan majelis hakim.
"Ingat, setiap keterangan yang Anda berikan disumpah di depan hukum. Jangan menghalalkan segala untuk mendapatkan keuntungan. Ingat Anda dari mana? Ini hubungan persaudaraan batin ibu dan anak," kata Endratno.
Baca Juga
"Ingat ibu Anda, ingat anak-anak perempuan Anda, hanya kebenaran dan keadilan yang kita harapkan di sini," ujar Endratno dengan nada sedikit meninggi mengingatkan saksi di muka persidangan.
Dalam persidangan tadi, hakim berkali-kali mengingatkan kedua belah pihak agar segera islah untuk menyelesaikan persoalan perkara perdata ini.
"Silakan sebelum palu majelis hakim diketukkan. Ini persoalan keluarga coba selesaikan secara kekeluargaan. Memang tugas hakim mendamaikan, bukan menghukum," kata dia.
Winarko, saksi ahli yang dihadirkan pihak tergugat mengatakan, asumsi munculnya angka gugatan Rp 1,8 miliar merupakan akumulasi jika piutang yang diberikan penggugat digulirkan untuk modal usaha isi ulang air mineral.
"Memang dilema, saya sama Pak Handoyo itu mitra usaha. Saya sendiri persoalannya tidak tahu," dia mengungkapkan.
Lelaki asal Bekasi, Jawa Barat, ini mengaku hubungan dia bersama penggugat sudah terjalin lama, bahkan sampai kini ia bersama Handoyo masih menggulirkan kios usaha isi ulang air mineral.
"Keterangan saya memang benar. Namun tanda tangan itu bukan, saya bingung juga," sebut dia.
Ia menganalogikan jika angka tuntutan yang disampaikan temannya itu merupakan angka yang dihasilkan dari usaha air mineral selama 16 tahun.
"Uang Rp 41 juta (pinjaman) yang diberikan Pak Handoyo itu bisa buat dua kios galon, dengan keuntungan Rp 750 per galon kali 200 galon per hari selama 16 tahun angkanya sebesar itu (Rp 1,8 miliar)," tutur dia.
Eep Rusdiana, juru bicara keluarga yang hadir di persidangan, mengatakan persoalan perkara perdata ini tidak akan memanjang jika pada hari ini, saksi prinsipal yakni Yani Suryani selaku istri dari tergugat satu Handoyo hadir di muka persidangan.
"Kalau Teteh mau datang, Insyaallah segala sesuatunya bakal baik. Keluarga bakal menjamin Teteh, aman. Kita itu melihat Amih (Siti Rokayah, ibu yang digugat anak) begitu tegar, masak kita khianati pengorbanan itu," kata dia.
Sementara itu, penggugat I Handoyo Adianto mengatakan, tawaran yang disampaikan majelis hakim untuk berdamai atau islah bukan perkara baru buat dirinya. Bahkan, ia sudah dua kali melayangkan rencana tersebut melalui kuasa hukumnya. Namun tidak ada respons yang diberikan tergugat atau pihak ibu digugat anak kandung tersebut.
"Kami ingin mendengar penjelasan dari tergugat. Kami juga ingin mendapatkan tanggapan dari tergugat. Jadi mungkin apa yang kami sampaikan (islah), tidak sampai pada orangtua kami," ujar Eep Rusdiana.
Advertisement