Liputan6.com, Palembang - Empat dari enam korban tembak razia berdarah anggota Polres Lubuk Linggau, Sumatera Selatan (Sumsel), kini dirawat intensif di Rumah Sakit Dr Sobirin Lubuk Linggau. Mereka adalah Dewi (35), Diki (30), Novianti (30) dan Genta (2) yang merupakan anak bungsu Novianti.
Novianti, Genta, dan Dewi diinapkan di satu bangsal yang sama. Sementara Diki masih harus menjalani operasi pengangkatan peluru yang bersarang di perutnya.
Gilang (8), anak sulung Novianti yang selamat dari razia berdarah pada Selasa pagi, 18 April 2017 itu, turut menemani ibu dan adiknya di rumah sakit.
Advertisement
Bahu kanan Novianti harus digips karena peluru mengenai tulangnya. Sedangkan Dewi yang terkena tembakan di bahu kiri atas juga sudah mendapatkan penanganan medis. Mereka berdua hanya bisa berbaring di kasur pasien karena tembakan tersebut membuat tubuh mereka sulit digerakkan.
Tidak hanya kehilangan satu anggota keluarganya, para korban yang selamat juga masih merasakan trauma mendalam atas kejadian itu.
Saat ditanyai tentang razia berdarah itu, raut wajah Novianti berubah sedih. Matanya menahan air mata dan perasaan trauma yang mendalam atas kejadian yang menimpanya.
Baca Juga
"Saya tidak ikhlas kalau polisi itu bebas. Dia sudah membuat kami cacat. Ibu saya meninggal dunia ditembaknya. Saya tidak rida," kata Novianti kepada Liputan6.com, Rabu, 19 April 2017.
Sedangkan Genta, bocah laki-laki yang tertembak di kepala, mulai bisa bermain dengan kakaknya di sekitar kamar inapnya. Akibat tembakan itu, luka di kepalanya harus dijahit sebanyak tiga jahitan.
Dengan tangan yang masih diinfus dan kepala yang diperban, Genta seakan tidak mempedulikan lukanya. Awalnya, Genta enggan untuk menceritakan apa yang dirasakannya.
Namun ketika ayahnya, Wawan, memanggilnya, Genta langsung menurut dan mengungkapkan apa yang diingatnya saat berada di dalam mobil Honda City berpelat BG 1488 ON.
Genta mengatakan dia merasakan sakit di kepalanya saat berada di dalam mobil. Genta yang tidak mengetahui kepalanya terkena peluru saat kejadian hanya diam dan tidak menangis kesakitan.
"Ini yang sakit, tapi Genta tidak menangis," ucapnya sambil menunjuk kepalanya yang diperban.
Tembakan dan Larangan Pergi
Genta juga mendengar ada suara tembakan beberapa kali. Ia juga menyebut ada polisi yang datang saat mereka semua terluka.
"Genta dengar suara dor..dor.. Terus ada polisi datang bawa pistol," tuturnya.
Trauma mendalam pun juga menyelimuti Gilang, sang kakak. Meskipun tidak terluka sedikit pun, Gilang hanya diam membisu saat ditanyakan tentang insiden berdarah tersebut.
"Dia masih takut, jadi belum bisa cerita apa pun," ujar Wawan, ayah Gilang.
Sebelum insiden razia berdarah terjadi, Wawan sempat tidak mengizinkan Novianti berangkat ke acara hajatan pernikahan saudaranya tersebut.
Ia beralasan Gilang masih duduk di Kelas 1 Sekolah Dasar (SD) harus bersekolah, sementara Genta juga masih balita. Namun karena niat sang istri yang besar, Wawan terpaksa mengizinkannya dan membawa kedua anaknya.
"Selasa pagi sebelum berangkat sudah saya larang, tapi ya sudahlah. Ini semua sudah terjadi," ujar Wawan.
Meskipun harus kehilangan ibu mertuanya, ia merasa bersyukur keluarga kecilnya bisa selamat dari insiden razia berdarah tersebut. Apalagi, anak sulungnya tidak mengalami luka apa pun.
Dari cerita sang istri, saat kejadian Gilang sedang duduk dipangku oleh kakeknya Sumarjo (71). Mereka berdua duduk di kursi penumpang depan, tepat di samping Diki yang mengendarai Honda City.
"Alhamdulillah Pak Sumarjo dan Gilang tidak kena tembakan seperti yang lainnya," ucap dia.
Â
Advertisement