Sukses

Pemicu Hujan Es Guyur Kota Bandung di Siang Bolong

Saat terjadi hujan es, kecepatan angin di Kota Bandung mencapai 40 kilometer per jam sehingga banyak pohon bertumbangan.

Liputan6.com, Bandung - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menerbitkan analisis sementara pemicu terjadinya hujan es disertai angin kencang pada siang bolong di Kota Bandung.

Berdasarkan citra satelit inframerah Himawari-8 pada pukul 13.50 WIB dan 14.00 WIB terdapat tutupan awan konvektif (cumulonimbus) yang tebal dan meluas di atas wilayah Jawa Barat.

Menurut Kepala Stasiun Geofisika BMKG Bandung Tony Agus Wijaya, tinggi puncak awan cumulonimbus tersebut dapat mencapai ketinggian lebih dari 5.000 meter di permukaan bumi dengan suhu puncak awan mencapai minus 44 derajat Celsius.

"Sehingga di beberapa tempat di Kota Bandung terjadi hujan es," kata Tony dalam keterangan tertulisnya, Bandung, Rabu, 19 April 2017.

Tony mengatakan terjadinya ketinggian awan cumulonimbus yang melewati titik beku itu, dipengaruhi oleh adanya daerah pertemuan angin (konvergensi) yang terbentuk di wilayah Jawa Barat pada pukul 07.00 WIB.

Jika dilihat dari data streamline angin pada ketinggian 3.000 kaki dan data pengamatan cuaca di Stasiun Geofisika Bandung, sambung dia, terlihat kondisi atmosfer cukup labil. Hal itu mendukung proses konvektivitas yang tinggi di wilayah Jawa Barat, khususnya Kota Bandung.

Dia menyatakan pada saat kejadian hujan lebat yang disertai petir serta es, terjadi peningkatan kecepatan angin yaitu 40 kilometer per jam.

"Hal ini ditunjukkan oleh perbedaan suhu udara yang signifikan pada selang pukul 07.00 WIB hingga 10.00 WIB sebesar 6,2 derajat Celsius," ujar Tony.

Sementara itu, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyebutkan hujan es yang disertai angin kencang dan petir itu sebagai fenomena hujan badai ekstrem. Dalam ilmu meteorologi disebut juga badai dalam sel tertutup.

Menurut peneliti klimatologi pada Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lapan Bandung, Erma Yulihastin, pemicu pertama badai dalam sel tertutup itu adanya konvergensi angin kuat tujuh meter per detik dari selatan, yaitu berasal dari Laut Selatan Jawa Barat dengan angin berkekuatan sedang empat meter per detik dari Utara.

"Angin dari Selatan dan Utara yang bersifat lembab ini berinteraksi dengan udara kering dan dingin di atas wilayah pegunungan yang mengelilingi cekungan Bandung, sehingga terbentuk sel badai tertutup yang memproduksi banyak sekali es di dalam awan tersebut," kata Erma dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com.

Erma mengatakan pemicu kedua adalah adanya proses konveksi yang memaksa udara naik secara cepat dan menghasilkan awan cumulus menara. Proses itu, kata Erma, didukung kondisi ketidakstabilan di atmosfer dan akumulasi energi yang terus menerus. Pada tahap tertentu, saat mencapai titik kritis menimbulkan kondisi ekstrem.

"Proses konveksi ini dibuktikan oleh pantauan satelit terhadap liputan awan yang pada pagi hari tadi banyak terbentuk di atas Laut Selatan Jawa Barat. Namun pada siang hingga sore, awan sudah banyak terbentuk di atas Jawa Barat," ujar Erma.

Sebelumnya, Erma menjelaskan badai tersebut terjadi karena ada pembentukan awan cumulus menara yang terjadi secara cepat di kisaran durasi 20 - 30 menit untuk mencapai kondisi matang.

Pada saat matang dan terjadi hujan, terjadi interaksi antara proses hujan tersebut dengan udara di bawahnya yang lebih kering, sehingga menimbulkan hembusan angin yang sangat kuat di bawah awan hujan. Hal itulah yang memicu angin kencang.

Akibat hujan es yang disertai angin kencang kemarin siang sekitar 30 menit di Kota Bandung, Dinas Pemakaman dan Pertamanan mencatat ada 63 lokasi pohon tumbang. Selain pohon tumbang, reklame roboh juga terjadi di dua lokasi yang berakibat delapan mobil dan empat rumah rusak tanpa menimbulkan korban jiwa.