Sukses

Kisah Kampung Narkoba Makassar dan Licinnya Sang Bandar

Untuk kesekian kali, tim Polda Sulsel menggerebek kampung narkoba di Kota Makassar.

Liputan6.com, Makassar - Aparat gabungan dari Direktorat Narkoba, Brimob, Profesi dan Pengamanan (Propam), dan Sabhara Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) kembali menggerebek permukiman Sapiria di Kelurahan Lembo, Kecamatan Tallo, yang dikenal sebagai kampung narkoba di Kota Makassar, Kamis, 20 April 2017.

Dari penggerebekan pada Kamis dini hari itu aparat bersenjata lengkap menangkap 11 warga setempat beserta beberapa barang bukti terkait dugaan penyalahgunaan narkoba dan kepemilikan senjata tajam.

Selain badik ada juga barang bukti, di antaranya puluhan saset kosong, bekas pakai, alat isap alias bong, serta belasan gram sabu yang terdapat di dalam saset.

"Rincinya kami belum tahu karena baru saja diamankan tunggu seminggu kami ekspose keseluruhan," ucap Direktur Narkoba Polda Sulsel Komisaris Besar (Kombes) Eka Yudha di Gedung Direktorat Narkoba Polda Sulsel, Kamis, 20 April 2017.

Dari 11 orang yang diamankan, menurut Eka, terdapat tujuh orang yang dinyatakan urinenya positif setelah melalui proses pemeriksaan laboratorium. Sedangkan empat orang lainnya dinyatakan negatif.

"Dari empat orang yang di urinenya negatif itu, terdapat seorang mantan napi narkoba yang bernama Herman Parenrengi," ia menerangkan.

Tujuh orang yang terbukti urinenya positif masing-masing Lina alias Citra, Randy, Dyki Cahaya Wahyuni, Sahar, Daeng Naba alias Berta, Amir alias Peje, dan Nur Alam. Sedangkan empat orang yang urinenya negatif narkoba, yakni Anti, Saudi, Herman Parenrengi, dan Sania.

"Penggerebekan dilakukan dalam rangka Operasi Antik Lipu 2017," sebut Eka.

2 dari 4 halaman

Licinnya Bandar Narkoba

Sebelumnya, Herman berstatus daftar pencarian orang (DPO) oleh penyidik Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulsel. Herman ditetapkan sebagai tersangka dan diketahui pemilik narkoba alias bandar atas barang bukti sabu seberat 7,142 gram yang dipegang oleh tersangka M Basri.

Basri diringkus bersama 36 orang saat aparat gabungan Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulsel bersama Brimob Polda Sulsel menggerebek rumah Herman di Kampung Sapiria, Kelurahan Lembo, pada Februari 2016. Kampung itu dikenal sebagai kampung narkoba terbesar di Makassar.

Dari pengakuan Basri di hadapan penyidik kala itu, barang bukti narkoba jenis sabu seberat 7,142 gram merupakan milik Herman. Polisi pun mengejar Herman dan berhasil menangkapnya di sebuah kafe di Makassar, Juni 2016.

Herman pun diproses hingga perkaranya berlanjut ke persidangan. Setelah berproses di persidangan, hakim Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, menjatuhkan vonis satu tahun rehabilitasi terhadap Herman, pada 13 Oktober 2016.

Namun belakangan vonis terhadap bandar narkoba asal kampung narkoba itu menjadi sorotan masyarakat. Sebab, Herman merupakan bandar, namun divonis sebagai pengguna.

Herman dinyatakan terbukti secara sah bersalah melanggar Pasal 127 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyalahgunaan Narkotika (UU Narkotika). Dengan pasal itu dia dinilai terbukti sebagai pengguna narkoba.

3 dari 4 halaman

Dugaan Rekayasa Pasal Pidana

Herman dihukum pidana menjalani rehabilitasi di Yayasan Peduli Anak Bangsa selama satu tahun sebagaimana diketuk palu Majelis Hakim PN Makassar. Vonis rehabilitasi yang didapat Herman itu dikabarkan karena adanya dugaan rekayasa pasal dan barang bukti oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) berinisial HTL saat tahap penuntutan.

Herman sejak awal penyelidikan, penyidikan, hingga berkas perkara dinyatakan lengkap alias P21 oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sulsel dijerat sebagai bandar narkoba. Dia dijerat sebagai bandar sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 UU Narkotika.

Saat itu, barang bukti sabu yang dilampirkan seberat 7,142 gram. Tapi, dia justru divonis Pasal 127 ayat 1 atau dinilai sebagai pengguna saja, dengan pidana menjalani rehab di Yayasan Peduli Anak Bangsa selama satu tahun. Vonis itu mengacu pada barang bukti sabu seberat 0,6788 gram.

Jika merujuk pada barang bukti sabu di tingkat penyidikan hingga dinyatakan berkas perkara P21, Herman jelas memenuhi unsur sebagai bandar karena barang buktinya melebihi satu gram.

Selama persidangan Herman disidang oleh Kadarisman Al Riskandar selaku Ketua Majelis Hakim bersama Adhar dan Kristijan P Djati selaku anggota.

Polemik vonis rehab yang dijatuhkan kepada Herman, akhirnya berlanjut. Di mana Asisten Pengawas Kejaksaan Tinggi Sulsel bertahap memeriksa terhadap seluruh dokumen perkara Herman serta mengambil keterangan jaksa penuntut umum berinisial HTL. Meski hingga saat ini hasil pemeriksaan oleh bagian Aswas Kejati masih terkesan ditutupi.

Dalam beraksi menyulap status Herman dari bandar menjadi pengguna, jaksa cantik berinisial HTL itu diduga tak bermain sendiri. Ia diduga kuat bermain dengan penyidik Direktorat Narkoba Polda Sulsel inisial Bripka S.

4 dari 4 halaman

Penyidik dan Jaksa 'Main Mata'?

Sejauh ini, Satuan Propam Polda Sulsel memeriksa secara intensif terhadap Bripka S. Ia diduga kuat "bermain mata" dengan jaksa cantik dalam dugaan rekayasa barang bukti kasus penyalahgunaan narkoba yang menjerat Herman Parenrengi.

"Iya dia (Bripka S) sedang diperiksa di Propam terkait itu," kata Direktur Reserse Narkoba Polda Sulsel, Kombes Pol Eka Yudha dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu, 8 Maret lalu.

Bripka S diduga bersekongkol dengan jaksa cantik HTL yang bertindak sebagai JPU saat persidangan Herman. "Dia sedang diperiksa intensif di Propam, silakan ke sana saja tanya perkembangannya," ujar dia.

Adapun Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani mengungkapkan awal penyelidikan hingga ditingkatkan ke penyidikan perkara pidana penyalahgunaan narkoba tersebut ditangani oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulsel.

Saat penyelidikan, penyidikan sampai berkas lengkap alias P21, polisi menetapkan Herman Parenrengi sebagai tersangka yang berperan sebagai bandar narkoba bukan pengguna. Dia disangkakan Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyalahgunaan Narkotika.

Namun, saat masuk ke tahap penuntutan, diduga terjadi rekayasa barang bukti dan pasal. Barang bukti yang tadinya 7,142 gram atau 7,1 kilogram lebih, berubah menjadi 0,6788 gram. Sedangkan pasal yang awalnya Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 UU Narkotika, berubah menjadi Pasal 127 ayat 1 UU Narkotika. Diduga, perubahan itu dilakukan oleh jaksa cantik HTL.

"Jelas dari perkara Herman itu pasal dan barang bukti dalam dakwaan tidak sama dengan dokumen resume P21, sehingga jelas ini diubah," juru bicara Polda Sulsel itu memungkasi.

Video Terkini