Liputan6.com, Makassar - Seorang jaksa senior Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Sulsel) berinisial Fi dikabarkan menggunakan jasa perdukunan atau akrab disebut masyarakat Sulsel dengan istilah sanro. Jaksa Fi meminta bantuan dukun itu untuk pengurusan berbagai masalah, termasuk mengurus perkara di pengadilan.
Hal itu diungkapkan Daeng Rapi, salah satu sanro yang diminta jasanya oleh Fi saat mengurus gugatan perkara perdata yang sedang berproses di Pengadilan Tinggi Sulsel. Namun belakangan, Fi kecewa karena usaha Daeng Rapi gagal dan tidak membuahkan hasil.
Menurut Daeng Rapi, bukan usahanya tak berhasil, tapi ia mengaku sudah berusaha maksimal dengan melakukan ritual puasa selama seminggu. Alhasil, dia sakit keras dan dirawat.
Baca Juga
"Saya sakit keras, langsung karena puasa dan telah diinfus. Tapi dia tetap tak percaya dan menyita ponsel saya sebagai jaminan agar uang yang ia berikan kepada saya dikembalikan," kata Daeng Rapi, Sabtu 23 April 2017.
Awalnya, kata Daeng Rapi, Fi, bersama Staf Kejati Sulsel berinisial Jm mendatangi rumahnya pada 24 Agustus 2016 dan meminta bantuan. Saat itu, Daeng Rapi menolak karena sedang sakit kepala. Namun keduanya bersikeras minta dibantu oleh Daeng Rapi yang dikenal Jm sebagai dukun.
"Dengan mempertimbangkan status Jm yang sudah lama saya kenal, akhirnya saya terima tawaran itu. Saya pun diberi uang hanya Rp 1 juta lebih. Itu bukan saya minta, tapi mereka sendiri yang kasih ke saya," kata Daeng Rapi.
Fi dan Jm meminta Daeng Rapi agar membantu masalah rekannya, Ht, yang merupakan seorang pengusaha. Ht, kata Daeng Rapi, tengah melakukan gugatan perkara perdata dan sudah masuk banding di tingkat Pengadilan Tinggi.
"Katanya Ht itu sedang menggugat Perusahaan BUMN yakni PT PP di tingkat banding. Itu yang minta dibantu agar bisa masuk melobi di pengadilan tinggi dengan mulus," ujar Daeng Rapi.
Selang kesepakatan itu, esoknya Daeng Rapi mengaku langsung melaksanakan tugasnya dengan melakukan ritual puasa. Usai berpuasa, kondisi tubuhnya melemah dan harus dirawat intensif di rumahnya.
"Saya sakit keras dan sudah berusaha keras. Tapi Fi dan Jm menilai saya gagal dan meminta uang sebesar Rp 52 juta. Saya tentu menolak karena tak pernah diberi uang sebesar itu. Lagian untuk Rp 1 Juta kan saya sudah berusaha bekerja," ujar Daeng Rapi.
Karena sering diteror melalui preman oleh Fi, Daeng Rapi mengaku terpaksa meninggalkan rumahnya. Dukun itu memilih mengamankan diri di rumah keluarganya di Kabupaten Gowa hingga saat ini.
"Dia (Fi) bawa preman teror saya pak, sehingga terpaksa saya memilih pindah ke rumah keluarga saat ini," ungkap Rapi yang merupakan penyandang difabel tersebut.
Masalah Pribadi?
Terpisah, staf Kejati Sulsel berinisial Jm yang dikonfirmasi via telepon membenarkan dirinya yang memediasi pertemuan jaksa Fi dengan Daeng Rapi. Pertemuan itu dilakukan di rumah Daeng Rapi di Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar.
"Selain itu banyak urusan lain dengan Daeng Rapi, tapi dia (Daeng Rapi) tak tepati janjinya. Semua tidak ada yang jadi. Katanya bisa dikerjakan sampai tiga hari dan selesai, tapi ternyata tidak ada yang beres," kata Jm.
Ia mengaku dirinya bersama Fi datang ke rumah Daeng Rapi untuk menagih uang kembali karena usaha yang dilakukan sang dukun gagal.
"Jadi urusan daeng rapi tak hanya itu, tapi ada soal urusan Fi dan suaminya yang tidak lagi langgeng kemudian urusan Hetty dan usahanya dan banyak lagi," ucap Jm.
Kepada Liputan6.com, jaksa Fi membantah keterangan Daeng Rapi. Dia mengaku memang sempat menceritakan kepada Daeng Rapi terkait adanya urusan yang melibatkan rekannya Ht saat itu. Urusan yang dimaksud terkait perkara perdata yang sementara berlangsung di tingkat kasasi pengadilan tinggi.
"Tapi bukan itu yang diurus, melainkan urusan suami Ht yang mengalami sakit keras dan urusan saya sendiri dengan suamiku yang pergi dengan perempuan lain," kata Fi.
Mengenai pertemuan dirinya dengan Daeng Rapi saat itu, kata Fi, karena dibantu oleh Jm. Menurut dia, Jm yang pertama membawa dirinya bertemu dengan Daeng Rapi di rumah.
Saat ketemu dengan Daeng Rapi, Fi bersama Jm beserta rekannya, Ht, dan sopir pribadinya itu langsung berbicara mengenai urusan keluarganya masing-masing untuk dibantu diobati oleh Daeng Rapi.
"Dia (Daeng Rapi) lalu meminta kami menyediakan uang totalnya Rp 52 Juta yang diberi secara bertahap sesuai permintaan Daeng Rapi," ujar dia.
"Kami seperti dihipnotis, mau saja mengikuti kemauannya dan akhirnya setelah uang diambil tak ada urusan yang berhasil seperti janji manis Daeng Rapi yang bisa menyelesaikan semua masalah kami," ungkap Fi.
Fi menuding Daeng Rapi sebagai penipu yang berkedok sebagai dukun atau paranormal. Meski dari fisik tubuh tak normal, ia menuding Daeng Rapi sangat lihai seperti penipu kelas kakap.
"Selain saya, teman saya Ht juga diambil uangnya. Katanya uang itu untuk beli burung yang nilainya lumayan mahal untuk kemudian dilepas agar seluruh urusan dapat diselesaikan dengan hanya jangka waktu tiga hari," ujar dia.
"Namun kenyataannya, uang habis urusan tak ada selesai. Suami Ht tetap sakit keras, tak juga sembuh serta suami saya juga sampai detik ini tak kembali seperti janji dia (Daeng Rapi)," jelas Fi.
Kecurigaan Fi kepada kedok Daeng Rapi bermula saat pertemuan kedua kalinya. Saat itu, Daeng Rapi minta dibelikan laptop agar dapat memantau suami Fi dan mengobati suami Ht melalui mediasi laptop tersebut.
"Awalnya waktu dia minta uang untuk beli burung itu kami masih terima, tapi kecurigaan muncul saaat dia minta dibelikan laptop, katanya melalui itu dia menjalankan rencananya. Di situlah kami curigai memang dia penipu," terang Fi.
Fi berharap Daeng Rapi segera mengembalikan uangnya sebesar Rp 52 juta,. Namun dia kini malah bersembunyi.
"Dia itu sekarang bersembunyi entah ke mana. Karena saya sering ke rumahnya meminta uang saya dan Ht kembali. Saya akui uang itu diberi tanpa ada bukti kuitansi, makanya kami terhalang melaporkan dia ke polisi," ujar Fi.
Advertisement