Liputan6.com, Banda Aceh - Seekor anak gajah ditemukan mati di Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Pemicu kematiannya diduga akibat si anak gajah terperosok ke alur sungai
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo mengatakan, anak gajah tersebut ditemukan mati di Dusun Geunie, Gampong (desa) Lhok Keutapang, Senin 1 Mei 2017.
"Tim sudah bergerak ke lokasi temuan gajah mati. Jenis kelamin anak gajah adalah jantan. Umur anak gajah diperkirakan baru satu bulan," kata Sapto Aji di Banda Aceh, Selasa (2/5/2017), dilansir Antara.
Advertisement
Ia mengatakan, informasi anak gajah mati tersebut disampaikan masyarakat. Informasi tersebut diteruskan ke Koramil setempat. Kemudian, anggota Koramil bersama warga menuju ke lokasi anak gajah mati tersebut.
Baca Juga
"Anak gajah tersebut ditemukan mati di alur sungai. Diduga, anak gajah itu mati karena terperosok di alur sungai. Saat ini, tim sedang menuju lokasi untuk memeriksa anak gajah mati tersebut," kata Sapto Aji Prabowo.
Dengan ditemukan anak gajah mati tersebut, maka sudah tiga ekor gajah ditemukan mati di Provinsi Aceh sepanjang 2017. Dua gajah lainnya yang ditemukan mati adalah gajah dewasa.
Sebelumnya, seekor gajah jantan dewasa berumur 30 tahun ditemukan mati dengan luka tembak. Bangkai gajah tersebut ditemukan mati pada Sabtu (14/1) sekitar pukul 11.30 WIB.
Kemudian, pada Selasa 18 April 2017, seekor gajah jantan diperkirakan berusia 20 hingga 25 tahun, juga ditemukan mati di kebun warga di Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues.
Gajah tersebut ditemukan mati dalam kondisi belalai dan calik atau gading kecil sudah terpotong. Gajah tersebut ditemukan mati di sekitar alur sungai.
Dugaan sementara, gajah tersebut diracun. Sebab, kebiasaannya, gajah yang terkena racun akan mencari sumber air.
Buaya Muara Menyusul
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyatakan, buaya muara yang dikail warga di Kabupaten Aceh Singkil beberapa waktu lalu akhirnya mati saat dalam perawatan.
"Buaya yang dikail warga akhirnya mati pada Senin sore 2 Mei 2017. Buaya itu dikubur di kompleks Kantor BKSDA Aceh pada Selasa, (2/5/2017).
Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji Prabowo menjelaskan buaya tersebut mati karena ada infeksi di kerongkongan akibat terkena mata pancing. Infeksi tersebut menyebabkan nafsu makannya rendah.
Untuk makan, kata dia, buaya dengan panjang 4,95 meter dan lingkar perut 2,4 meter itu terpaksa disuapi. Namun, karena infeksi kerongkongan, akhirnya nyawa buaya tersebut tidak berhasil diselamatkan.
Buaya dengan bobot 800 kilogram itu diserahkan warga Desa Rantau Gedang, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil. Buaya tersebut diserahkan ke tim BKSDA setelah dikail warga.
"Sebelumnya, pada 9 April silam ada laporan buaya yang dikail warga. Lalu tim bergerak ke lokasi penemuan buaya tersebut. Warga sempat tidak menyerahkan buaya itu ke BKSDA," kata dia.
Sapto Aji menyebutkan, warga meminta ganti rugi Rp5 juta bila buaya tersebut diserahkan ke BKSDA. Namun, BKSDA tidak melayani permintaan ganti rugi tersebut.
"Bersama polisi, kami menjelaskan bila buaya tidak diserahkan, maka akan diproses secara hukum. Akhirnya, warga yang mengail buaya tersebut menyerahkannya secara suka rela," katanya.
Sapto Aji menambahkan, buaya tersebut dibawa ke Kantor BKSDA di Banda Aceh untuk penanganan lebih lanjut, terutama mencabut mata pancing yang menancap di kerongkongan buaya.
"Pencabutan mata pancing dilakukan secara manual tanpa bius. Bius yang ada tidak bisa direkomendasikan untuk buaya tersebut," sebut Sapto Aji.
Akhirnya tim meningkat dan mengganjal mulut buaya menggunakan kayu hingga akhirnya mata pancing bisa dicabut. Mata pancing terbuat dari besi ukuran diameter 10 militer dengan panjang sekitar 15 sentimeter.
"Setelah menjalani perawatan beberapa minggu, akhirnya buaya tersebut mati akibat infeksi kerongkongan karena terkena mata pancing," kata Sapto.
Advertisement