Sukses

Kronologi Kasus Ribuan Siswa SD Belajar di Pinggir Jalan

Sedikitnya 1.500 siswa dari tiga SD yang berdiri di atas lahan sengketa seluas 5.000 meter persegi terbengkalai.

Liputan6.com, Makassar - Sengketa lahan yang mengakibatkan sedikitnya 1.500 siswa SD di Jalan Pajjaiang, Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Bhiringkanaya, Kota Makassar, tidak bisa belajar di ruang kelas pada Kamis, 4 Mei 2017, ternyata dimulai sejak 1975.

Said, salah seorang ahli waris yang menyegel kompleks sekolah tersebut, mengaku sejak awal tanah seluas 5.000 meter persegi tersebut berstatus hak pakai, bukan tanah wakaf apalagi tanah hibah.

"Itu bukan tanah wakaf atau hibah. Kalau ada buktinya seperti bukti hitam di atas putih silakan tunjukkan, kami akan berhenti meminta ganti rugi. Itu adalah tanah warisan dari nenek kami," kata Said kepada Liputan6.com.

Said juga menjelaskan, pihaknya telah berulang kali berupaya agar pihak Pemerintah Kota Makassar, dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Makassar, segera membayarkan ganti rugi lahan itu.

"Iya kita sudah upayakan sejak lama, tapi sampai sekarang tidak ada respons dari Pemkot. Makanya, kami memutuskan untuk menyegel sekolah agar Pemkot bisa segera mengupayakan ganti rugi yang kami minta," kata Said.

Said menyatakan pihak ahli waris memberikan kelonggaran mengenai harga ganti rugi yang harus dibayarkan. Dalam surat penawaran yang ditujukan kepada Pemkot Makassar, ahli waris mencantumkan harga Rp 2,5 juta per meter persegi.

"Itu harga yang kami cantumkan, tapi kan itu tidak kaku. Kalau pihak Pemkot mau tawar silakan, asal sama-sama enak," ucap Said.

Sebenarnya, kata Said, pihak ahli waris sangat prihatin melihat para siswa Sekolah Dasar sampai harus terbengkalai pelajarannya, apalagi hingga harus belajar di pinggir jalan. Namun, kata dia, pihak ahli waris tidak punya pilihan lain.

"Jika tidak seperti ini, mana mungkin tuntutan dan hak kami mau dipenuhi," ucap Said.

Sebelumnya, sekitar 1.500 siswa SD terpaksa harus belajar di pinggir Jalan Pajjaiang, Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Bhiringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, lantaran sekolah mereka disegel ahli waris pemilik tanah tempat gedung sekolah mereka berdiri.

Mereka berasal dari tiga sekolah dasar, yaitu SD Inpres Pajjaiang, SD Negeri Pajjaiang dan SD Inpres Sudiang. Selain belajar di pinggir jalan, para siswa juga melakukan aksi demo dengan mengangkat selebaran yang bertuliskan "Bapak Walikota Kami Minta Hak Kami Untuk Bersekolah!!!", sambil berteriak dan bernyanyi.