Liputan6.com, Pekanbaru - Kerusuhan dan kaburnya 448 narapidana di Rutan Klas II B Sialang Bungkuk Pekanbaru tak hanya mengungkap suburnya praktik pemerasan, pungli dan penganiayaan tahanan. Kejadian pada Jumat siang, 5 Mei 2017 itu juga memperlihatkan buruknya sistem administrasi seperti pendataan ribuan narapidana.
Hal itu terlihat dari tidak adanya foto dan identitas ratusan tahanan yang kabur secara jelas. Akibatnya, dalam pencarian yang dilakukan, kepolisian hanya menggunakan naluri dalam menangkap narapidana kabur.
Sejak kejadian kabur itu, kepolisian sudah beberapa kali meminta foto tahanan kabur untuk memudahkan pencarian. Namun hingga Senin siang, 8 Mei 2017, tim pemburu dari Polda Riau dan jajaran belum menerima apa yang diminta.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) Ferdinan Siagian, saat dikonfirmasi, mengakui belum menyerahkan data dan foto-foto tahanan kabur. Dia menyebut pihaknya masih mendata profil tahanan yang kabur.
Ferdinan menyebut sistem administrasi bersistem IT yang dimiliki Rutan Klas II B Sialang Bungkuk dalam gangguan. Dia menyalahkan jaringan yang kadang ada dan kadang tidak sehingga berimbas pada data tahanan yang ada.
Baca Juga
Advertisement
"Jaringan kadang ada kadang tidak. Pendataan manual masih dilakukan hingga sekarang," ujar pria berkepala plontos itu di Rutan tersebut, Senin siang.
Di sisi lain, meski tidak memiliki foto dan identitas tahanan kabur, Polda Riau berserta jajaran di kabupaten, termasuk Polresta Pekanbaru, sudah mengamankan 293 tahanan kabur pada Jumat pekan lalu itu.
"Ya memang tidak ada foto, meski demikian dari jumlah 448 napi kabur, tinggal 155 yang belum diamankan," terang Kabid Humas Polda Riau Kombes Guntur Aryo Tejo di Mapolda Riau.
Meski menambah 'pekerjaan', ‎Guntur menyebut pihaknya tengah mendata ulang tahanan yang tersisa. Kepolisian saat ini tengah membongkar data-data tahanan itu karena sebelum tahanan ditangkap dan diproses oleh penyidik sebelum diadili.
"Kami saat ini tengah refiling atau pendataan ulang. Tahanan ini siapa penyidiknya, kan adanya datanya tu. Nanti ketahuan di mana alamatnya sebelum terjerat tindak pidana," tutur Guntur.
Selain itu, tambah Guntur, kepolisian juga disebutnya mengandalkan insting dan naluri. Menurutnya, petugas di lapangan bisa membedakan mana warga biasa dan tahanan kabur.
"Masyarakat juga bisa membedakan. Apalagi tahanan kabur itu tidak punya KTP dan SIM karena sewaktu menjalani hukuman ditahan juga di Rutan. Sewaktu bebas baru bisa diberikan," kata Guntur.
Tahanan kabur, juga disebut Guntur, selalu kebingungan. Apalagi bagi mereka yang belum sampai ke rumah keluarganya. Kelaparan dan berpakaian seadanya hingga tidak beralas kaki menjadi ciri utama.
"Tahanan ini juga kebingungan mau ke mana, apalagi yang tidak berasal dari Pekanbaru," sebut Guntur.
Di samping itu, Guntur juga menghimbau tahanan kabur supaya segera menyerahkan diri. Kepada keluarga yang ada napi pulang ke rumah, Guntur juga meminta supaya mengantarkan ke Rutan.
"Sebaiknya kembali ke Rutan, apalagi tuntutan soal perbaikan fasilitas dan peniadaan pungutan liar segera dipenuhi. Jadi sebelum merugikan diri, sebaiknya menyerah. Kalau nantinya ditangkap dan melawan, petugas melakukan penindakan tegas terukur," ucap Guntur.