Liputan6.com, Pandeglang - Siapa yang tak kenal Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), sebuah tempat konservasi hewan liar, khususnya badak bercula satu. Ini adalah binatang paling langka di dunia yang hanya tersisa sekitar 60 ekor saja.
Selain tempat konservasi binatang langka, TNUK yang masuk ke dalam Kabupaten Pandeglang, Banten, ini menyimpan banyak destinasi wisata "surga tersembunyi".
Untuk sampai ke TNUK yang berlokasi di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten, warga Jakarta bisa melalui Jalan Tol Tangerang-Merak dan keluar Gerbang Tol Serang Timur.
Selanjutnya, ambil arah ke Kecamatan Baros, Labuan, hingga ke arah Panimbang. Dari perempatan Panimbang, segera mengambil arah Kecamatan Sumur. Perjalanan bisa ditempuh sekitar lima jam lamanya.
Baca Juga
"Tapi jangan pernah merusak lingkungan sama ganggu hewan-hewan yang ada di sini," kata Muhammad Dandy Rizky Nugraha, seorang pegiat wisata Ujung Kulon, Minggu, 14 Mei 2017.
Menurut alumnus jurusan komunikasi sebuah universitas di Kota Serang, Banten itu, setidaknya ada sembilan destinasi wisata unggulan di 'Taman Badak' ini.
Advertisement
1) Pulau Peucang, beraneka ragam satwa tinggal di pulau tersebut, seperti rusa, banteng, biawak, ular, monyet, hingga biawak. Selain itu, ada beberapa spot snorkeling yang bagus untuk penikmat wisata taman bawah laut. Salah satunya di Ciapus dan Legon Kulon. Ke pulau tersebut bisa ditempuh menggunakan kapal dengan waktu tempuh tiga jam dari Kecamatan Sumur.
2) Karang Copong, spot untuk menikmati sunset terbaik di Taman Nasional Ujung Kulon ini. Bisa ditempuh dengan perjalanan laut yang dilanjutkan dengan treking menembus lebatnya hutan ditemani dengan hewan liar.
3) Pohon Kiara berusia 100 tahun lebih yang sudah sulit ditemui dan memiliki eksotisme tersendiri. Untuk merangkul pohon tersebut dibutuhkan hingga 35 orang dewasa.
4) Tanjung Layar, titik nol kilometer Pulau Jawa. Terdiri atas gugusan karang dengan pemandangan Samudera Hindia dan Selat Sunda, tepatnya pertemuan arus di antara keduanya. Di lokasi ini pun terdapat reruntuhan bangunan peninggalan zaman Belanda.
Untuk ke lokasi ini, Anda bisa berjalan kaki menyusuri hutan Ujung Kulon melalui wilayah Ciramea dan Cibom yang bisa dijadikan lokasi berkemah. Sebelumnya menyeberang dari Pulau Peucang.
5) Cidaon, sebuah savana atau padang rumput tempat para banteng, burung merak, dan rusa mencari makan di alam liar. Waktu kunjung ideal ke lokasi itu adalah pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB.
6) Pulau Badul, sebuah pulau kecil yang menjadi lokasi snorkeling lainnya dengan patung badak bergaya penyelam di bawah laut. Lokasi itu bisa diakses melalui penginapan Sarang Badak, Kecamatan Sumur dengan perjalanan air selama satu jam lamanya.
7) Pulau Oar, destinasi wisata murah meriah dengan jarak tempuh dari Wisma Sarang Badak hanya sekitar 30 menit saja. Hamparan pasir putih, beningnya air laut yang terlihat ekosistemnya, dan ditambah rerimbunan hutan, menambah eksotisme pulau seluas lima hektare tersebut. Wisatawan pun bisa berkemah dan snorkeling di lokasi tersebut dan jangan pernah membuang sampah sembarangan.
8) Pantai Daplangu, wisata pantai di Kecamatan Sumur dengan hamparan pasir luas tanpa harus repot-repot menyeberang ke pulau menggunakan kapal. Di lokasi ini, wisatawan bisa mengaksesnya dengan kendaraan pribadi dan bermain air bersama sanak saudara dengan pemandangan Pulau Manggir.
9) Untuk yang hobi berkano ria, bisa menuju lokasi Sungai Cigenter di Pulau Handeleum. Untuk menempuh pulau tersebut bisa menggunakan kapal nelayan selama 2,5 jam. Siapkan kamera siapa tahu mendapat bonus istimewa dari Ujung Kulon, melihat badak bercula satu jalan-jalan ke pantai.
Apa Kabar Badak Ujung Kulon?
Populasi badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon saat ini dalam kondisi kritis. Selain perburuan liar, mereka juga dibayangi ancaman kepunahan karena bencana alam seperti letusan gunung berapi dan tsunami.
Peringatan itu rekomendasi hasil studi terbaru yang ditebitkan dalam jurnal konservasi dunia yang cukup bergengsi, Conservation Letter. Dalam studi tersebut disebutkan bahwa sebagian populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) berada dalam jangkauan Gunung Berapi Krakatau dan dekat dengan Cekungan Sunda. Lokasi ini merupakan daerah konvergen lempengan tektonik yang berpotensi menyebabkan gempa bumi, dan dapat memicu terjadinya tsunami.
Dalam studi ini, para peneliti membuktikan bahwa jumlah populasi pada 2013 yang berjumlah 62 individu ini merupakan populasi yang padat dalam satu habitat. Dalam studi ini juga diproyeksikan jika terjadi bencana tsunami setinggi 10 meter, atau sekitar 33 kaki dalam 100 tahun ke depan, dapat mengancam 80 persen area kawasan taman nasional.
Padahal kawasan ini merupakan habitat dengan kepadatan populasi Badak Jawa tertinggi. Oleh karena itu, peneliti mendesak untuk segera melakukan pembangunan habitat baru bagi populasi Badak Jawa yang aman dari kawasan rawan bencana alam.
Pembentukan habitat baru dapat dilakukan dengan mengidentifikasi lokasi dan mengamankannya, memastikan kesepakatan dengan beberapa pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan masyarakat lokal, dan pemantauan yang intensif di Taman Nasional Ujung Kulon untuk memilih individu Badak Jawa yang tepat untuk segera dipindahkan.
"Studi ini menjadikan momentum yang baik untuk segera menyelamatkan badak Jawa, kita berpacu dengan waktu," ujar Direktur Konservasi WWF-Indonesia, Arnold Sitompul, dlam keterangan tertulisnya.
Salah satu anggota tim penulis, Brian Gerber dari Colorado State University, mengatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan perlu adanya populasi baru badak untuk melindungi spesies ini.
"Badak Jawa adalah mamalia darat yang paling terancam di dunia,” jelasnya. “Saat ini, kita butuh kesungguhan dari segi politik dan sosial untuk segera bergerak dan membangun populasi tambahan."
Studi ini menyajikan analisis terperinci mengenai populasi Badak Jawa, dengan menggunakan metode kamera jebak. Pada 2013, para peneliti memperoleh 1.660 foto badak yang direkam dari 178 lokasi kamera jebak yang dipasang untuk mendapatkan perkiraan jumlah populasi, yaitu 62 individu.
Peneliti menekankan pentingnya agar segera mengambil tindakan yang dapat membantu meningkatkan populasi badak Jawa di TNUK, meningkatkan daya tahan hidup bagi sebagian populasi jika terjadi bencana alam. Hal ini meliputi penjagaan dan perlindungan ketat bagi badak yang tersisa, monitoring, dan meningkatkan pengelolaan habitat termasuk mengendalikan pertumbuhan Langkap (Arenga obsitulia), yang memenuhi kawasan dan menghambat pertumbuhan tanaman pakan badak.
"Kami bangga atas suksesnya mengelola kawasan untuk meningkatkan populasi Badak Jawa, seperti yang ditunjukkan dalam studi ini," kata Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Ujang Mamat Rahmat.
"Kami juga telah melakukan beberapa penelitian tentang daerah prospektif untuk habitat kedua, dan sementara itu, kami akan melanjutkan kerja kami untuk meningkatkan patroli keamanan dan daya dukung melalui pengendalian invasif spesies."
Daftar Merah IUCN mengklasifikasikan badak Jawa masuk dalam kategori kritis. Spesies ini telah habis dari sebagian besar wilayah sejarah keberadaannya yang dimulai pada pertengahan abad ke-19. Utamanya sebagai hasil dari permintaan berlebihan atas cula badak dan produk-produk lainnya dari badak.
Para peneliti berharap studi ini menjadi inspirasi untuk merevisi Strategi dan Rencana Aksi Badak Jawa yang akan berakhir pada 2017 ini.
Studi, “Preventing Global Extinction of the Javan Rhino: Tsunami Risk and Future Conservation Direction,” telah diluncurkan pada 9 Mei oleh para pakar konservasi dari Indonesia dan dunia, yang berasal dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon, WWF-Indonesia, YABI-Yayasan Badak Indonesia, Global Wildlife Conservation, dan Colorado State University.
Advertisement