Liputan6.com, Wamena - Ribuan warga Maluku di wilayah Pegunungan Tengah Provinsi Papua memperingati dua abad semangat Pahlawan Nasional Kapitan Pattimura di Lapangan Pendidikan Wamena. Peringatan digelar di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya dari Senin malam hingga Selasa dini hari, 15-16 Mei 2017.
Gubernur Provinsi Maluku mengatakan api semangat Kapitan Pattimura adalah dasar bagi warga Maluku untuk bersama-sama elemen bangsa lainnya dalam melanjutkan cita-cita perjuangan nasional.
"Sebelum ajalnya tiba, ia (Pattimura) berkata, 'Pattimura tua akan mati, tetapi akan bangkit lagi Pattimura muda untuk meneruskan perjuangan ini'," kata Asisten II Setda Maluku Maritje Lupulalan, membacakan sambutan gubernur, dilansir Antara.
Advertisement
Baca Juga
"Saya ingin menghimbau semua basudara (bersaudara) di tanah Papua, khususnya di pegunungan tengah Papua agar terus memaknai ikrar janji tersebut dalam kerja dan karya yang nyata," ujarnya.
Melalui peringatan Pattimura ke-200 tahun, kata dia, warga Maluku se-pegunungan tengah Papua berkomitmen mempertahankan perjuangan Pattimura dan mendukung pembangunan pemerintah.
"Mari kita membangun perdamaian dan persaudaraan sejati sesama anak bangsa dalam konteks kehidupan ber-Bhinneka Tunggal Ika. Mari kita bangun persaudaraan di antara sesama, mari kita membangun perdamaian dalam cinta damai yang tulus dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan," ujarnya.
Ketua Ikatan Keluarga Maluku (IKEMAL) se-pegunungan tengah Papua, Chirstian Sohilait mengatakan, perayaan dua abad itu dilakukan karena melalui semangat Kapitan Pattimura melawan penjajahan, sehingga warga Maluku bisa berada di rantauan tanah Papua.
Chirstian mengimbau seluruh masyarakat Maluku di pegunungan tengah Papua untuk menjadi teladan dalam berbagai sektor pembangunan.
"Saya hanya mau sampaikan tiga hal. Pertama ingat bahwa kita ini ada orang yang menjadi teladan yaitu Pattimura. Ingat kita ada di rantau, perjuangan kita bukan dengan fisik dan yang ketiga, semangat Pattimura dua abad yang lalu, harus terus berkobar seperti obor yang kita nyalakan malam ini," katanya.
Â
Perlawanan Menggetarkan PattimuraÂ
Ada beberapa pendapat tentang sejarah Kapitan Pattimura. Satu versi menyebutkan Pattimura bernama asli Thomas Matulessy, lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783. Dia meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun.
Dalam buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, Pattimura merupakan keturunan bangsawan dari Nusa Ina (Seram). Ayahnya adalah Antoni Mattulessy, anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy, putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak di teluk Seram Selatan.
Pendapat lain dari sejarawan Mansyur Suryanegara. Nama asli Pattimura adalah Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan.
Sebelum mengobarkan perlawanan terhadap Belanda, Pattimura pernah berkarier dalam militer hingga jadi Sersan Militer Inggris. Pada 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda.
Selanjutnya Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah, pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain memaksakan pemindahan pemindahan dinas militer Korps Ambon.
Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura. Ketika pecah perang melawan penjajah Belanda pada 1817, raja-raja, para kapitan, tua-tua adat, dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sifat kesatria (kabaressi).
Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir raja-raja dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan, dan membangun benteng-benteng pertahanan.
Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para raja maupun rakyat biasa. Ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi, dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para panglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina, dan Ulupaha.Â
Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat, dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang ditangkap dan gugur di tiang gantungan pada 16 Desember 1817 di kota Ambon.Â
Pattimura meninggalkan jejak kepahlawanan dan gelora perjuangan. Dia juga gugur dengan menggenggam harapan akan lahirnya Pattimura-Pattimura selanjutnya.Â
Â
Advertisement