Liputan6.com, Malang - Rachma duduk membaca buku di dalam angkutan kota (angkot). Buku itu bukan miliknya, tetapi buku bacaan yang disediakan oleh salah satu angkot trayek ADL di Terminal Landungsari, Malang, Jawa Timur.
Angkot yang juga dikenal sebagai angkot baca itu sedang menunggu penumpang terisi penuh sebelum berangkat mengantar mereka sesuai trayek. Ada 12 buku berbagai judul tersusun rapi di akrilik atau papan bening transparan yang terpasang di sudut belakang dalam angkot.
"Enak kalau ada angkot seperti ini, bisa baca-baca. Biasanya kalau tidak mainan gawai, ya bengong, karena lama menunggu angkot berangkat," ujar Rachma di Malang, Selasa, 16 Mei 2017.
Advertisement
Tidak semua angkot di Malang menjadi angkot baca yang menyediakan buku dan majalah di dalamnya. Rachma berharap lebih banyak lagi angkot baca yang beroperasi, sebab banyak juga penumpang yang suka membaca.
"Semoga lebih banyak lagi angkot baca dan bukunya bisa lebih beragam lagi," tuturnya.
Baca Juga
Saat ini baru ada 12 angkot baca yang melayani sejumlah trayek di Malang. Yakni, dua angkot trayek Arjosari – Dinoyo – Landungsari (ADL), dua angkot trayek Terminal Landungsari – Dinoyo – Gadang – Terminal Hamid Rusdi ( LDG), empat angkot Arjosari – Landungsari (AL) serta empat angkot Terminal Hamid Rusdi – Gadang – Terminal Landungsari (GL).
Sugiarto, salah seorang pengemudi angkot baca trayek ADL, mengatakan angkot baca digagas oleh sekelompok mahasiswa sejak Februari lalu. Inisiatif ini pun disambut baik pengemudi dan penumpang yang merespons positif.
"Ini murni kegiatan sosial. Saya juga punya anak yang masih sekolah. Angkot jadi lebih bermanfaat, daripada penumpang hanya diam mainan telepon selulernya," kata Sugiarto.
Tidak ada kerugian material bagi angkot yang mau berpartisipasi sebagai angkot baca, justru ada nilai lebih bagi angkot tersebut. Selain turut serta menumbuhkan minat baca, angkot mereka cenderung lebih dipilih oleh penumpang, terutama dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
"Ada beberapa penumpang yang lebih memilih naik angkot saya karena melihat ada buku di dalamnya. Menyediakan buku juga bentuk pelayanan ke penumpang," ucap Sugiarto.
Tangan Usil di Angkot Baca
Sebenarnya, banyak pengemudi yang berminat agar angkot mereka diisi buku dan menjadi angkot baca. Namun, keterbatasan jumlah buku menyebabkan keinginan itu harus tertahan.
Untuk mengatasi kejenuhan, antara angkot baca sebulan sekali saling bertukar buku. Itu menghindarkan penumpang yang kebetulan sering naik angkot baca dari kebosanan lantaran buku bacaan selalu sama.
Ironisnya, di tengah keterbatasan, beberapa buku di dalam angkot baca itu hilang. Diduga ada penumpang jahil tertarik dengan buku tertentu dan mengambilnya tanpa sepengetahuan pengemudi angkot baca.
"Saya pernah sekali kehilangan sebuah buku. Heran, kalau memang perlu kan bisa bilang mau pinjam. Harusnya donasi kok malah ambil buku," keluh Martaji, seorang pengemudi angkot baca.
Angkot baca digagas sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Penggerak. Ini sebagai gerakan literasi untuk menumbuhkan budaya membaca di tengah masyarakat. Angkot dipilih karena layanan umum sekaligus ruang publik yang terus bergerak.
"Melalui angkot baca ini kami berharap bisa menumbuhkan budaya membaca, biar penumpang tak hanya bermain gadget saja," kata juru bicara Mager, Taufiqi Rochman.
Pengadaan buku untuk angkot baca itu seluruhnya swadaya dari anggota komunitas maupun dari donatur. Karena ketersediaan buku yang belum begitu banyak itulah tak semua angkot yang berminat jadi angkot baca bisa direalisasikan.
"Perlahan harapan kami angkot baca akan terus bertambah ke depannya," ujar Taufiqi.
Pada Maret 2016, Most Littered Nation In the World merilis hasil studi yang menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Indonesia menempati peringkat 60 dari 61 negara dengan minat baca. Indonesia berada di bawah Thailand di posisi 59 dan di atas Bostwana peringkat 61.
Mengutip dari laman Kemendikbud.go.id yang dipublikasikan pada Maret 2016, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) juga menegaskan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia yaitu 0,001 persen, atau hanya satu orang dari 1.000 penduduk yang memiliki minat baca.
Hasil penelitian Perpustakaan Nasional 2016 mengungkapkan masyarakat Indonesia rata-rata membaca sekitar 2-4 jam per hari. Durasi waktu itu di bawah standar UNESCO sekitar 4-6 jam per hari. Padahal, masyarakat di negara maju rata-rata meluangkan 6-8 jam per hari untuk membaca.
Â
Advertisement