Sukses

Satgas Pangan Siap Perangi Penimbun Bahan Pokok Jelang Ramadan

Satgas Pangan dibentuk sebagai salah satu upaya menstabilkan harga bahan kebutuhan pokok di pasaran dengan pemantauan khusus.

Liputan6.com, Pekanbaru - Menjelang bulan Ramadan, Satuan Tugas (Satgas) Pangan dibentuk di beberapa daerah. Satgas ini dibentuk sebagai salah satu upaya menstabilkan harga di pasaran dengan pemantauan khusus di beberapa distributor hingga agen. Termasuk, memberantas penimbuhan kebutuhan bahan pokok menjelang bulan puasa.

Di Kota Pekanbaru, Riau, misalnya. Delapan gudang di Jalan Soekarno-Hatta, Pekanbaru, disegel pemerintah kota setempat dengan dugaan penimbunan sejumlah kebutuhan bahan pokok atau sembako menjelang Ramadan. Kasus ini sudah dilaporkan ke Satgas Pangan Kepolisian Daerah (Polda) Riau untuk pengusutan lebih lanjut.

Kepala Bidang Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo menyebut penyegelan ini dilimpahkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Pekanbaru pada Kamis pagi, 18 Mei 2017.

"Pelimpahan itu tengah diselidiki Satgas Pangan yang telah dibentuk Polda Riau dengan Pemerintah Daerah," ucap mantan Kapolres Pelalawan ini, Kamis siang.

Dalam laporannya, menurut Guntur, Satpol PP atas nama Pemerintah Kota Pekanbaru menilai gudang dimaksud tidak mendistribusikan barang pokok, seperti beras, minyak, gula, dan bahan kebutuhan warga lainnya ke pasaran.

Dugaannya, delapan gudang yang masih diselidiki pemiliknya itu sengaja menahan pendistribusian dengan harapan bisa melambungkan harga karena ketersediaan di pasar berkurang.

"Dan dalam laporan itu, izin pergudangan ini juga sudah mati. Hanya saja soal perizinan ini itu urusannya dengan pemerintah setempat. Polisi dalam hal ini menyelidiki dugaan penimbunan bahan pokok," ujar Guntur.

Pasokan Cukup

Sejauh ini, imbuh dia, stok barang menjelang Ramadan dan Lebaran Idul Fitri masih cukup. Distribusi dari provinsi tetangga penghasil kebutuhan pangan masih lancar dan terus dikawal pemerintah bekerja sama dengan kepolisian.

Di Riau, pasokan barang kebutuhan pokok berasal dari Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Daerah tersebut mengalami surplus kebutuhan pangan sehingga pendistribusiannya lancar ke Riau.

"Satgas Pangan juga memantau arus-arus pendistribusian barang di jalur rawan longsor dan bencana. Harus diantisipasi secara cepat kalau ada kejadian bencana alam, sehingga pendistribusian lancar dan stok barang aman menjelang Ramadan," kata Guntur.

Sebelumnya, delapan gudang di Central Niaga, Jalan Soekarno-Hatta, Pekanbaru itu disegel pada 16-17 Mei 2017. Hari pertama ada lima gudang yang disegel. Sedangkan hari berikutnya ada tiga gudang yang disegel.

Penyegelan ini berdasarkan informasi masyarakat terkait adanya aktivitas mencolok di lokasi itu dan terindikasi menimbun barang. Hal tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan inspeksi mendadak oleh Satpol PP beserta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pekanbaru.

Hasilnya, petugas gabungan dari Satgas Pangan menemukan ratusan karung sembako yang terdiri dari beras, gula, susu, sardin, kedelai, serta beragam bahan pangan lainnya tersimpan di delapan gudang dan tidak didistribusikan.

2 dari 4 halaman

Wali Kota Cirebon Pantau Harga Bahan Pokok

Sementara itu, Wali Kota Cirebon Nasrudin Azis bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) menggelar isnpeksi mendadak atau sidak di sejumlah pasar tradisional Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis, 18 Mei 2017. Sidak tersebut dalam rangka memantau perkembangan harga bahan pokok menjelang Ramadan.

Pantauan Liputan6.com, para pedagang menyambut antusias kedatangan Azis yang mendadak ini.

"Silakan saja kami tidak memainkan harga, kok. Kalau lagi naik, ya naik aja harganya," sebut salah seorang pedagang cabai di Pasar Kanoman, Cirebon, Mirah.

Dari semua bahan pokok yang dijual di pasar tersebut, cabai merah terpantau mengalami kenaikan. Dia mengatakan harga cabai merah sebelumnya Rp 15 ribu per kilogram menjadi Rp 30 ribu setiap satu kilogram.

Harga cabai rawit merah dari sebelumnya Rp 75 ribu per kg menjadi Rp 80 ribu per kg. Harga bawang merah juga mengalami kenaikan.

Sejumlah pedagang mengaku kenaikan ini masih dalam taraf wajar karena satu minggu sebelum Ramadan kenaikannya bisa lebih tinggi lagi. Mirah mengatakan, sejak satu hingga dua minggu lalu sejumlah komoditi mengalami kenaikan.

"Harga di tiap kios juga beda-beda," kata dia.

Di tengah sidak dan kerumunan warga di Pasar Kanoman, Azis berhenti di sebuah kios penjual kue serabi khas Cirebon. Kedatangan Azis di pasar tradisional ini mengalihkan perhatian pengunjung pasar.

Tak sedikit pedagang maupun pengunjung pasar diajak bersalaman dan berdialog dengan Azis. "Ayo pada makan serabi. Ini makanan khas Cirebon dan kesukaan saya juga," ujar Azis.

Dia mengatakan pula, selain harga, Pasar Kanoman, Cirebon juga menjadi salah satu pasar yang paling ramai dikunjungi. Selain harga dan ketersediaan, kios di pasar juga tidak hanya menjual sembako.

"Biasanya saya juga suka ngopi dan makan serabi di sini," tutur dia.

Pada kesempatan itu, Azis mengaku, beberapa harga kebutuhan pokok sudah mengalami kenaikan.

"Secara umum hasil pantauan di pasar tradisional kenaikan harga tidak terlalu mencolok, hanya bawang putih saja yang kenaikannya cukup tinggi," sebut dia.

Menurut dia, kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok ini selain dipengaruhi oleh pasokan yang tidak stabil, juga terpengaruh oleh bulan Ramadan. "Karena banyak permintaan di bulan Ramadan. Bersama dinas terkait kita akan terus berusaha menstabilkan harga."

3 dari 4 halaman

Satgas Pangan DIY Buru Penimbun Bahan Pokok

Tak hanya di Pekanbaru dan Cirebon. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) membentuk Satgas Pangan. Satgas ini dibentuk sebagai salah satu upaya menstabilisasi harga di pasaran dengan pemantauan khusus di beberapa distributor hingga agen.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY Gatot Saptadi mengatakan, satgas ini akan bekerja maksimal dan tegas dalam menindak para penimbun kebutuhan pokok menjelang dan selama bulan puasa hingga Lebaran.

Bila terbukti, menurut Gatot, para penimbun bahan kebutuhan pokok akan dikenakan hukuman pidana. Dengan adanya Satgas Pangan, ia pun berharap tidak ada lagi pihak yang mencoba menimbun atau merusak harga di pasaran.

"TPID DIY mempunyai program yang mendukung TPID itu Satgas Pangan. Ini sifatnya represif ya. Kalau jelas-jelas menemukan pelaku penimbun akan dikenakan pidana," ujar dia, Rabu, 17 Mei 2017.

Gatot menambahkan, Pemprov DIY juga melibatkan unsur TNI, Polri, dan Badan Intelijen Nasional (BIN) dalam Satgas Pangan DIY. Ia optimistis dengan adanya satgas ini tidak ada gejolak harga saat bulan puasa maupun Lebaran.

"Ini sudah kebijakan pusat untuk tidak main-main memanfaatkan peluang," ujar dia.

Adapun Andrie Satia Graha selaku Kasubid II Industri dan Perdagangan Ditreskrimsus Polda DIY sebagai salah satu unsur Satgas Pangan mengatakan pihaknya melakukan langkah preemtif dan preventif, di mana petugas memantau harga di pasaran.

Selain itu, Satgas Pangan memantau apakah ada penimbun kebutuhan pokok distributor, sub distributor, dan agen sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan di mana setiap usaha harus mendaftarkan usahanya. Jika ada distributor maupun agen yang terbukti menimbun, maka akan ditindak oleh Satgas Pangan.

"Pelanggaran bisa dua, apakah melanggar Permendag, distributor dan agen yang belum mendaftarkan usahanya wajib mendaftarkannya. Itu PPNS, tapi jika distributor atau agen menimbun, maka dapat ditindak. Itu ranah kami," ucap Andrie.

4 dari 4 halaman

Gudang Garam Ilegal Digerebek

Sementara di Jawa Timur, Satgas Pangan Polres Probolinggo menggerebek sebuah gudang produksi garam ilegal, milik pria berinisial MH, warga Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kraksaan.

"Penggerebekan ini dilakukan guna menekan peredaran bahan tak layak konsumsi menjelang datangnya bulan Ramadan," tutur Kapolres Probolinggo AKBP Arman Asmara kepada Liputan6.com, Kamis, 18 Mei 2017.

Dalam gudang seluas 8 x 15 meter itu, petugas mendapati sisa produksi garam dalam bentuk grasak, balok, hingga yang terbungkus sak. Petugas juga menemukan sejumlah alat produksi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, industri rumahan ini mendapatkan bahan baku garam dari Pulau Madura seharga Rp 2.000 per kilogram. Garam mentah lalu dioplos dengan garam lokal dan sedikit yodium. Selanjutnya dikemas dan dijual ke pasaran seharga Rp 4.000 per kilogram.

"Dalam sehari, omzet penjualan mencapai Rp 6 juta dengan jumlah pekerja sebanyak 13 orang. Gudang ini berdiri sejak tahun 2003, dan belum mengurusi izin operasional," kata dia.

Selain menangkap pemilik gudang, polisi berhasil menyita sedikitnya 100 sak atau lima ton barang bukti garam dan beberapa alat produksi.

Polisi masih mengembangkan kasus garam ilegal tersebut. Jika terbukti bersalah, pemilik gudang terancam dijerat Pasal 60 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda Rp 2 miliar.