Liputan6.com, Garut - Komunitas Ready (Respect and Dialog) menggelar seminar kebangsaan di Garut, Jawa Barat. Seminar ini diadakan untuk memberi pemahaman terhadap santri-santri terkait bahaya radikalisme yang bisa mengancam NKRI.
Salah satu pemateri seminar, Sansan Zia Ulhaq, mengatakan kehadiran santri yang santun dibutuhkan di tengah ancaman radikalisme yang berpotensi memecah belah bangsa saat ini. Hadirnya Islam harusnya menjadi pelepas dahaga di tengah masyarakat.
"Islam adalah agama rahmatan lilalamin, bukan paham garis keras yang ingin memecah belah suatu bangsa bahkan sampai mengubah tatanan bangsa," ujar Sansan dalam seminar kebangsaan di Pondok Pesantren Pulosari Desa Cijolang, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (23/5/2017).
Dosen Etika Islam ITB itu berpandangan, paham radikalisme menuntut manusia lebih dalam memahami suatu ajaran dan keyakinan. Namun kondisi itu malah kerap menjerumuskan manusia pada sikap fanatisme yang berlebih.
Baca Juga
"Padahal Nabi Muhammad saja tidak pernah memaksakan Kota Mekah diubah sekehendaknya," kata dia.
Pesantren memiliki peran vital dalam mencegah paham radikalisme dan fanatik berlebihan. Pesantren juga harus berperan penting dalam mengantisipasi penyebaran sikap intoleransi yang belakang marak terjadi.
"Sebab, gerakan masif yang dilakukan kelompok garis keras sudah mulai mencuat di beberapa daerah," ujar dosen etika Islam ITB itu.
Dengan upaya itu, diharapkan para santri memahami sikap toleransi dan mampu menjadi peredam gerakan masif radikalisme yang berpotensi mengusik NKRI.
"Gerakan radikalisme ini sangat rapi, rapi sekali. Mereka tidak hanya menyusup di lembaga formal pendidikan, lembaga non-formal pun menjadi sasaran empuk mereka," ujar dia.
Sementara itu, Ketua Komunitas Ready Garut, Idham Kholid, mengatakan, kegiatan halaqah kebangsaan ini bertujuan mengedukasi masyarakat, terutama santri agar menjadi benteng tangguh menghindari sikap radikalisme. Sekretaris Gerakan Pemuda Ansor Garut itu pun melihat pesantren sebagai tonggak tumbuhnya nasionalisme.
"Kenapa kita menyasar pesantren, karena sesungguhnya pesantren itu yang menjadi tonggak nasionalisme. Ulama kita dulu berjuang melawan penjajah, salah satunya dengan semangat nasionalisme," katanya.
Dia menambahkan, untuk menangkal sikap garis keras dan radikalisme, dibutuhkan pemahaman sikap nasionalisme dan kebangsaan yang kuat. Bahwa seluruh rakyat harus mendapat perlakuan sama untuk mendapatkan haknya.
"Tapi saat ini masih banyak warga Indonesia yang terdiskriminasi hak mereka sebagai warga negara Indonesia," ujarnya.
Adapun dalam kegiatan ini, ratusan peserta yang terdiri dari siswa SMA, santri, aktivis pemuda tampak antusias mengikuti jalannya seminar kebangsaan. Selain Sansan Zia Ulhaq, pemimpin Umum LPM Suaka UIN Bandung, Isthiqonita dan Ketua FKUB Garut, KH Agus M Sholeh juga menjadi pemateri seminar pencegahan radikalisme ini.