Sukses

Monyet Hitam Sulawesi Tarik Perhatian Produser Film Irlandia

Jumlah monyet hitam Sulawesi di alam diperkirakan tinggal 2.000 ekor dan terus menurun.

Liputan6.com, Bitung - Populasi monyet hitam (Macacca nigra) di dunia diperkirakan tinggal 5.000 ekor. Sebanyak 2.000 ekor monyet yang kerap disebut yaki itu di antaranya ada di kawasan konservasi Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara (Sulut).

Bagaimana hewan endemik Sulawesi itu bertahan hidup menarik perhatian tim peneliti sekaligus produser asal Irlandia untuk membuat film dokumenter. Tim pembuat film dokumenter yang hadir adalah John Higgins selaku Produser Moondance Production serta Darragh​ Mc Carthy sebagai juru kamera.

"Kami ingin mendokumentasikan aktivitas yaki di habitatnya. Bagaimana dia berjuang hidup dan menghindari perburuan itu sangat menarik," ujar Sandra Molloy, Koordinator Penelitian dan Konservasi di Taman Satwa Dublin, Irlandia saat bertamu ke rumah Wali Kota Bitung Max Lomban, Selasa, 30 Mei 2017.

Sandra mengungkapkan, film dokumenter itu nantinya akan dijadikan bahan edukasi ke masyarakat luas terkait bagaimana upaya konservasi hewan yang mempunyai nama lokal yaki pantat merah ini.

"Kami juga ingin menyadarkan masyarakat tentang keberlangsungan hidup yaki yang terus terancam," tutur Sandra.

Dia menambahkan, film dokumenter itu rencananya bakal diluncurkan tahun depan. Ia berharap Pemkot Bitung membantu mewujudkan rencana tersebut. "Kami sangat mengharapkan dukungan untuk rencana ini," ujar Sandra.

Bupati Bitung menyambut baik rencana itu dengan janji siap membantu semaksimal mungkin. "Ini sangat positif sehingga wajib didukung. Apalagi, ini sejalan dengan komitmen kami untuk melindungi yaki," kata Max.

Namun, Max juga meminta satu hal kepada Molloy sebagai imbal balik. Ia berharap film yang akan dibuat bisa mempromosikan potensi pariwisata Kota Bitung.

"Saya cuma minta itu saja. Tolong disebutkan lokasi pembuatan film dokumenter, lengkap dengan potensi alam dan pariwisata yang ada. Ini harus supaya semua pihak memperoleh keuntungan," ujar mantan Wakil Wali Kota Bitung tersebut.

Sementara itu, Simon Purser dari Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki menjelaskan monyet hitam punya peran sentral bagi kelestarian hutan. Monyet tanpa ekor berpantat merah itu membantu distribusi biji-bijian tumbuhan hutan.

"Yaki secara langsung mengatur keseimbangan ekosistem hutan yang bermanfaat bagi manusia. Sayangnya, justru manusia menjadi predator utama hewan ini," kata Simon.

Dia menambahkan, populasi dan tingkat persebaran Yaki turun drastis akibat perburuan liar dan berkurangnya hutan sebagai habitat asli. Hal itu diperparah fakta bahwa tingkat reproduksi hewan ini lambat.

Seekor monyet hitam betina, paling cepat melahirkan satu bayi dalam 18 bulan. "Ancaman terbesar yaki ialah perburuan liar untuk dikonsumsi dagingnya atau dijadikan peliharaan," kata dia.

Perburuan Yaki yang menjadi-jadi tak lepas dari kebiasaan warga mengkonsumsi daging-daging satwa liar. Apalagi, pada momen hari raya seperti Natal dan Tahun Baru, Paskah dan pengucapan syukur.