Liputan6.com, Palembang - Kota Palembang, Sumatera Selatan masih melestarikan tradisi yang hanya ada pada bulan Ramadan . Tradisi itu, yakni membagikan bubur suro kepada warga menjelang berbuka puasa.
Tradisi pemberian makanan takjil berupa bubur suro ini sudah berusia satu abad lebih. Sampai sekarang, tradisi tersebut masih dijaga oleh masyarakat Palembang.
Dinamakan bubur suro karena dibuat dan diracik oleh salah satu pendiri Masjid Al-Mahmudiyah atau Masjid Suro yang juga termasuk masjid bersejarah Kota Palembang.
"Masjid itu terletak di Jalan Ki Gede Ing Suro Kelurahan 30 Ilir," kata pembuat makanan khas tersebut, Artibi, di Palembang, Rabu 31 Mei 2017, dikutip Antara.
Adapun untuk membuat bubur suro dibutuhkan lima kilogram beras dan 20 liter air bersih untuk 100 piring porsi bubur. Lalu diperlukan juga berbagai rempah yang menjadi bumbu utama dalam proses pembuatannya.
Baca Juga
"Untuk bumbunya ada bawang putih, bawang merah, ketumbar, merica, garam, kecap, bumbu sop, dan minyak makan," kata Artibi.
Pengolahannya, pertama, beras yang sudah dicuci dimasak dan diaduk selama kurang lebih tiga jam. Kemudian, racikan bumbu yang sudah ditumis dimasukkan ke dalam, lalu diaduk lagi hingga mengeluarkan aroma khas.
Pada masakan bubur juga dimasukkan satu kilogram daging sapi yang dipotong kecil-kecil untuk menambah lezat sajian bubur ketika disantap.
Menjelang matangnya bubur, biasanya banyak warga sekitar masjid yang antre untuk mendapatkan bubur suro tersebut. Sebab, bubur ini hanya ada pada bulan puasa, selain juga diperuntukkan sebagai hidangan berbuka bagi jamaah masjid.
Bubur suro ini ada pada Ramadan saja. Sebab, secara adat tidak boleh ada yang menjualnya secara bebas, karena bubur ini sudah masuk sebagai warisan budaya.
"Kalau dulu semua warga ke sini untuk meminta bubur suro, tapi sekarang banyak musala di sekitar daerah sini ikut membuatnya, sehingga warga mengambil bubur suro di musala atau masjid terdekat," katanya.
Advertisement