Sukses

Dokter Kasus Penistaan Agama Dapat Ancaman Selama di Tahanan

Ada tiga tahanan yang mengaku disuruh untuk mengancam dokter muda yang terjerat kasus penistaan agama.

Liputan6.com, Balikpapan – Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur, sudah memerintahkan penahanan terdakwa kasus penistaan agama, dokter Otto Rajasa (40), di rumah tahanan (rutan) setempat. Seminggu dalam tahanan, keselamatan dokter perusahaan minyak dan gas (migas) itu terancam.

"Tiga tahanan lain mengancam akan memukuli hingga membunuhnya," kata Mulyadi, kuasa hukum Otto Rajasa, usai persidangan pada Rabu, 31 Mei 2017.

Mulyati mengatakan, ketiga tahanan itu sengaja mendatangi ruang sel Otto Rajasa untuk mengancam terdakwa yang dianggap menistakan agama. Mereka mengaku hanya disuruh orang lain untuk mengintimidasi terdakwa selama menjalani proses tahanan di Rutan Balikpapan.

"Mereka datang dan mengancam akan memukuli hingga membunuh," ujarnya.

Sesaat menerima keluhan kliennya, Mulyati langsung meminta jaminan keselamatan dari otoritas Rutan Balikpapan. Tim kuasa hukum bahkan berniat meminta perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) guna menjamin keselamatan Otto Rajasa.

"Pihak Rutan Balikpapan sudah menegaskan keselamatan Otto Rajasa. Namun, kami belum puas dengan berkirim surat ke LPSK," ujarnya.

Otto Rajasa sendiri menolak rencana kuasa hukumnya mengajukan permohonan pengalihan tahanan ke Majelis Hakim PN Balikpapan. Padahal, Mulyadi sudah menyiapkan surat permohonan pengalihan tahanan yang dijamin tim kuasa hukum, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Balikpapan dan keluarga terdakwa.

Namun, terdakwa kasus penistaan agama itu tidak menjelaskan alasan penolakan pengalihan tahanan menjadi tahanan kota dari sebelumnya tahanan Rutan Balikpapan setelah mendapatkan ancaman itu. "Terdakwa sudah ikhlas menjalani tahanan ini sesuai perintah hakim," sebut dia.

Sementara itu, istri terdakwa, Aliya (40), setia mendampingi proses persidangan suaminya yang ketiga kalinya ini. Ibu satu anak terlihat tegar menemani suaminya yang terjerat kasus Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Penistaan Agama sejak November lalu.

"Saya tidak mau terlihat sedih di depan suami saya, nanti dia malah tambah kepikiran," ujarnya.

Di mata Aliya, suaminya adalah pria yang bertanggung jawab, saleh, pekerja keras dan rajin beribadah. Dokter ini bahkan hampir menyelesaikan hafalan kitab suci Alquran.

"Dia sudah hafal hingga 30 juz dari keseluruhan surat Alquran," kata dia.

Maka itu, Aliya menepis anggapan sejumlah orang menyebut suaminya ateis dan kerap menista agama. Menurut dia, suaminya adalah seorang yang rajin beribadah serta menjauhi larangan digariskan agama.

 

2 dari 2 halaman

Pernah Diundang Jokowi

Bekas dokter medis Total E&P Indonesia ini tersangkut kasus hukum sesaat setelah mengunggah status di akun media sosial Facebook pada November 2016. Saat itu, Otto Rajasa mengaku sadar mengunggah status pribadi satir yang mengkritisi aksi radikalisme kelompok tertentu yang mengancam kebinekaan Indonesia.

Dokter beragama Islam ini berpendapat Indonesia adalah rumah berbagai suku, agama dan kepercayaan dalam kebinekaan. "Semua kritik maupun satir yang saya tulis dalam status Facebook saya bertujuan agar rumah yang indah ini dipenuhi oleh manusia yang ramah, rendah hati, toleran, bijaksana dan bertanggung jawab," ujarnya.

Otto Rajasa menyebutkan, kelompok itu cenderung intoleran dan arogan yang justru merusak nama baik Islam. Padahal menurut dia, ajaran Islam mengedepankan kedamaian bagi sesama manusia di muka bumi.

Lewat akun Facebooknya, Otto Rajasa juga mengkritisi pelaksanaan ibadah haji, amalan puasa Ramadan dan eksistensi keberadaan Tuhan. Kritikannya bersamaan dengan aksi umat muslim mendemo Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.

Otto Rajasa memang kerap menuliskan kritikannya menyoal perlindungan minoritas, kebebasan beragama dan berbagai kelompok intoleran di media sosial Facebook. Atas kiprahnya itu, dia termasuk di antara 14 orang dari 80 juta pengguna Facebook yang diundang Presiden Joko Widodo makan siang di awal Januari 2016.

Proses persidangan sudah memasuki tahap pemeriksaan saksi-saksi memberatkan dari Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Balikpapan. Jaksa Rahmad Isnaini mendatangkan delapan saksi fakta dan ahli berasal dari TEPI dan MUI Balikpapan.

Majelis hakim yang terdiri atas Aminuddin, Darwis dan M. Asri kembali menjadwalkan persidangan kasus ini agenda pemeriksaan saksi-saksi kuasa hukum terdakwa pada pekan depan. Majelis Hakim tetap memerintahkan penahanan terdakwa di ruang sel Rutan Balikpapan.

"Terdakwa tetap ditahan, apalagi belum ada permohonan pengalihan tahanan dari kuasa hukumnya," ujar Aminuddin.