Sukses

Pengorbanan Orangtua Rawat Pengidap Gangguan Jiwa yang Terpasung

Ada pemuda Palembang sempat dinyatakan sembuh dari Rumah Sakit Jiwa, tetapi pada hari ketiga, ia kembali menyusahkan ibunya yang lumpuh.

Liputan6.com, Palembang - Kasus pemasungan orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) tidak hanya terjadi di pelosok daerah di Sumatera Selatan (Sumsel) saja. Di kawasan maju seperti di pusat Kota Palembang pun tak luput dari tindakan pemasungan.

Temuan terbaru adalah kasus pemasungan yang dialami Saparuddin alias Udin (43). Warga Jalan Ogan, Lorong Bersatu, No.2884, Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat 1, Palembang itu dipasung sejak 2002.

Selama 15 tahun, kaki Udin dipasung dan ditempatkan di belakang ruang rumahnya. Kondisi itu terpaksa dilakukan ibunya, Mariam (67), karena Udin sering mengamuk dan melukai orang terdekatnya.

Mariam yang sudah lama lumpuh pun membuat kondisi ini semakin miris. Beruntung, anak kelima Mariam, Ilyas (47) bersama istrinya yang tinggal di dekat rumahnya masih terus membantu.

Sewaktu belum dipasung, Mariam selalu dihantui ketakutan akan tingkah laku sang anak yang susah ditebak. Ia takut nyawanya hilang karena Udin kerap menghancurkan berbagai perabot rumah hingga mengganggu tetangga dekat.

"Di rumah sendiri, saya merasa takut. Nanti bisa saja saya digoroknya. Kalau dia main api kompor, bisa kebakaran juga. Dia pernah merusak rumah tetangga, akhirnya kami sepakat untuk memasungnya," ujarnya saat Liputan6.com bertandang ke rumahnya, Sabtu, 3 Juni 2017.

Sekitar 2015 lalu, Udin sempat dibawa keluarganya untuk mengikuti serangkaian pengobatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Ernaldi Bahar Palembang. Setelah tiga minggu menjalani masa rehabilitasi, Udin dinyatakan sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasa dan lepas dari pemasungan.

Dua hari pertama, Udin terlihat seperti orang normal pada umumnya. Namun memasuki hari ketiga, sikap tak terkontrol Udin mulai terlihat. Anak bungsu dari sembilan bersaudara ini bahkan melukai kakaknya yang berada di dalam rumah.

Karena ketiadaan biaya dan waktu untuk membawa lagi ke RSJ Ernaldi Bahar, akhirnya Udin kembali dipasung di dalam rumahnya. Apalagi, keluarganya belum mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu.

Kendati tidak pernah dilepas, kakaknya selalu rutin memandikan dan membersihkan tubuh Udin. Maka itu, tidak ada aroma busuk dari kamar Udin.

Untuk kebutuhan sehari-hari, Mariam hanya mengandalkan uang sewa bedengnya sebesar Rp 400.000 sebulan.

Anaknya yang lain juga hidup secara pas-pasan dan tinggal di pelosok daerah. Sedangkan, anaknya Ilyas sendiri yang bekerja sebagai kuli serabutan sesekali bisa membantu jika ada uang lebih.

"Suami saya sudah meninggal sejak tahun 1988, jadi saya harus berjibaku mengurus anak-anak. Sempat terpikir ingin mengobati Udin, tapi dari mana uangnya," ucapnya.

Namun, Mariam merasa beruntung, para tetangganya sering berbaik hati memberikan berbagai jenis bantuan, seperti makanan hingga bantuan lainnya. Beberapa bulan terakhir, pihak puskesmas datang mengunjungi Udin dan memberikan obat rutin setiap beberapa minggu sekali.

Ia berharap bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah, terkhusus Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang untuk anaknya yang terpasung.

2 dari 2 halaman

Kakak Beradik Penderita Gangguan Jiwa

Pemasungan ODGJ juga terjadi di Seberang Ulu 2 Palembang. Endang (33), warga Jalan DI Pandjaitan Gang Nepos 2 No.1405 RT 17 Rw 05, Plaju Palembang sudah melewati masa pemasungan sejak satu tahun terakhir.

Kedua orang tuanya, Muhtar (75) dan Dian (65) terpaksa melakukan ini dikarenakan anak bungsu dari sepuluh bersaudara ini sering mengamuk dan berjalan keluar rumah tanpa tujuan.

Endang diprediksi sudah mengidap gangguan kejiwaan sejak usia 15 Tahun. Ditambah sifat nakalnya membuat emosi Endang susah terkontrol.

“Dia terlihat aneh sejak mendatangi rumah kosong di kawasan Pahlawan Palembang. Dia bilang kalau dia melihat makhluk besar berkepala botak. Sejak saat itu, dia terlihat aneh,” ujarnya.

Mereka memasung kaki Endang dengan rantai besi di bagian tengah rumahnya. Mirisnya, untuk buang hajat juga dilakukan Endang ditengah rumah tersebut. Orang tuanya hanya membuat lubang di lantai yang berbahan kayu untuk membuang kotoran Endang.

Beberapa hari sekali, rantai pasung dilepas jika Endang akan dimandikan. Namun, Endang sering mengamuk dan melukai anggota keluarganya.

Meskipun menderita gangguan kejiwaan, namun Endang selalu meminta rokok untuk dihisapnya.

“Kalau dimandikan, tunggu waktu tertentu. Jangan sampai dia mengamuk,” ujarnya.

Endang pun sulit dibawa ke RSJ Ernaldi Bahar Palembang, karena sering mengamuk. Orang tuanya hanya memberikan obat-obatan dari puskesmas

Beban kedua orangtuanya pun semakin berat, sejak Iskandar (37), anak kelima mereka juga mengalami gangguan kejiwaan juga.

Sudah tujuh tahun Iskandar harus mengonsumsi obat-obatan penenang agar tidak mengamuk seperti sebelumnya. Dibandingkan adiknya, kondisi Iskandar jauh lebih baik karena tidak dipasung.

"Sejak pulang kerja dari Batam, dia shock karena melihat kondisi adiknya dan mungkin kepikiran. Lalu kejiwaannya terganggu dan sering mengamuk juga," katanya.

Iskandar sudah pernah dibawa ke RSJ Ernaldi Bahar Palembang, tetapi dua hari kemudian Iskandar pulang sendiri ke rumah menumpangi ojek. Sejak saat itu, kedua orangtuanya memilih mengurus Iskandar dan Endang di rumah saja.

Kondisi perekonomian yang tidak stabil juga turut memperburuk beban Muhtar sebagai kepala keluarga. Sejak 30 tahun terakhir, ia hanya berjualan gorengan dan sekarang usahanya tersebut tidak sesukses sebelumnya, karena banyaknya pesaing.

"Yang berjualan istri, saya yang menjaga rumah dan kedua anak saya ini. Kalau pukul 22.00 WIB gantian saya yang jualan," katanya.

Selain menghidupi kedua anaknya yang sedang sakit, kakek 18 cucu ini juga dibebankan dengan anaknya yang lain yang masih menumpang di rumahnya.

Kendati sudah mengantongi Kartu Indonesia Sehat, Muhtar tetap menginginkan mendapatkan pengobatan terbaik agar sang anak bisa sembuh dan tidak terkungkung pasung.