Sukses

Perang Komentar di Instagram, Mahasiswa Diseret ke Pengadilan

Mahasiswa didakwa melakukan penistaan agama di media sosial.

Liputan6.com, Pekanbaru - Mahasiswa sebuah universitas Islam di Riau, Sony Panggabean, tidak terima atas dakwaan dalam kasus dugaan penistaan agama di media sosial. Dia keberatan dan akan mengajukan eksepsi terhadap dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Syafril, yang dibacakan di hadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Melalui 21 pengacara yang mendampinginya selama sidang, Sony punya waktu tujuh hari untuk mempersiapkan protesnya. Hanya saja kepada wartawan, Sony tidak mau dimintai keterangannya.

"Besok sajalah, Bang," ucap Sony sambil berlalu menuju ke sel tahanan pengadilan, Senin, 5 Juni 2017 petang.

Ketua tim kuasa hukum Sony, AB Purba, menyebut pihaknya dalam tujuh hari ke depan fokus menyelesaikan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan JPU.

"Tadi kan dia (Sony) mau bikin protes, nanti diajukan melalui eksepsi," kata AB Purba.

Menurut AB Purba, kasus dugaan penistaan agama ini menarik dan menyita perhatian masyarakat Pekanbaru bahkan secara nasional. Apalagi orang yang diduga menghina agama dan menyebarkannya ke media sosial lalu diproses hukum, baru pertama kalinya terjadi di Riau.

"Dan pengacara wajib memberikan bantuan hukum supaya pelaksanaannya sesuai ketentuan. Ada 21 pengacara, sebagiannya masih muda muda. Sebagai pembelajaran juga karena kasusnya menarik," kata mantan anggota DPRD Riau ini.

Sementara jaksa dalam dakwaannya menyebut penghinaan terhadap agama Islam ini dilakukan Sony berawal dari perang status terhadap temannya sendiri. Sang teman melalui akun Instagram-nya juga menyindir agama Sony, yaitu Protestan.

Hal ini membuat Sony naik pitam dan membalas akun temannya itu. Dalam komennya ia menyindir tentang tata cara ibadah, menghina Nabi Muhammad, dan menyindir perilaku seks umat Islam.

"Terdakwa juga menyebut kata-kata Dajjal," kata jaksa Syafril.

Statusnya ini membuat beberapa kelompok Islam marah. Mahasiswa yang ternyata kuliah di salah satu universitas Islam di Riau itu langsung dijemput dari rumahnya di Kecamatan Siakhulu, Kabupaten Kampar, Riau.

Sony dibawa beberapa anggota Front Pembela Islam Polsek setempat. Selanjutnya diteruskan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau yang punya subdit tersendiri menangani kasus informasi dan teknologi.

Hanya saja, meski disebut jaksa melakukan penghinaan dan penistaan agama, Sony tidak dijerat dengan Pasal 156 KUHP tentang Penistaan Agama. Sony justru dijerat dengan Pasal 45 A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Karena dia menyampaikannya lewat media sosial, tidak secara langsung," kata Syafril menjawab pertanyaan terkait tidak adanya pasal penistaan agama.