Sukses

Aksi Santri-Santri Putri Menggiring Bola Api

Sebelum menggiring bola api, para santri cilik yang usianya belum genap 10 tahun itu komat-kamit di pinggir lapangan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Nurul menendang bola api dengan telapak kaki, sesuai instruksi sang guru sebelum permainan di halaman sekolahnya itu berlangsung pada Rabu malam, 7 Juni 2017. Gadis berusia 9 tahun itu bersama dengan santri-santri putri lainnya mengejar bola api yang menggelinding dengan tak tentu arah.

Mereka berusaha menggiring bola api ke gawang lawan, berupa gawang sederhana yang tersusun dari bongkahan batu. Sesekali, satu dua anak berteriak ketika lidah api seolah-olah hendak menjilat rok panjang yang dikenakan.

Di tepi lapangan, santri laki-laki memberi semangat. Beberapa bocah melantunkan lagu yang familiar dinyanyikan suporter bola di stadion. Sebelum murid perempuan bermain, bocah-bocah ini sudah lebih dulu berkeringat dan kelelahan karena hangatnya bola api.

Malam menjelang pekat, anak-anak berhenti bermain setelah seorang guru menyuruh mereka kembali ke ruangan, berganti pakaian, dan segera tidur. "Semula takut, tapi setelah lihat anak-anak laki asyik bermain bola api, jadi penasaran," kata pemilik nama lengkap Nurul Fahima Rahmi.

Tidak panas dan seru, itulah kesan mereka. Bola api hanya terasa hangat di telapak kaki. Itulah kesan pertama Nurul saat menendang bola api.

Penuturan berbeda justru telontar dari Muhammad Raka Andra Wisesa, kakak kelas Nurul. Bocah berusia 10 tahun ini sudah dua kali bermain sepak bola api. "Sempat gosong telapak kakinya waktu bermain pertama dulu, tetapi ya tidak apa-apa. Seru kok," ucap Raka.

Sudah 13 tahun, SDIT Salsabila 2 Klaseman, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, ini melestarikan tradisi Nusantara selama bulan puasa. Biasanya, sepak bola api diadakan setiap Pesantren Ramadan di sekolah. Pesertanya sekitar 90 anak, murid kelas IV dan V.

Sebelum menggiring bola api, para santri cilik yang usianya belum sampai 10 tahun itu komat-kamit di pinggir lapangan. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Bola api terbuat dari kelapa kering yang kulit luarnya sudah dikupas. Kelapa bundar bersabut itu direndam minyak tanah seharian dan baru dibakar saat permainan dimulai.

Tradisi ini tidak jelas siapa yang memulai. Kemungkinan sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu dan biasanya diadakan di pondok pesantren, untuk hiburan para santri sekaligus menanamkan nilai-nilai dari bola api.

Setiap generasi meyakini nilai yang nyaris serupa dari permainan bola api, termasuk para guru di SDIT Salsabila 2. M Zaelani, kepala sekolah, meyakini sepakbola api menjadi momentum untuk mengenalkan dan memberi pelajaran kepada anak perihal api itu panas dan api neraka lebih panas dari dunia ini.

Namun, manusia tidak perlu takut dengan api. Selama manusia berbuat baik (dingin), api tidak memanas.

"Momentum sepak bola api selalu ditunggu anak-anak. Mereka bertanya kepada saya, ada sepak bola api atau tidak, saya jawab kalau mereka serius ikut ya diadakan," kata Zaelani.

Selain menanamkan nilai, sepak bola api semula juga bertujuan untuk memperkenalkan keberadaan sekolah kepada masyarakat sekitar.

2 dari 2 halaman

Sepak Bola Api dan Ayat Kursi

Zaelani punya kebijakan unik sebelum sepak bola api dimulai. Ia menargetkan anak didiknya harus menghafal surat Al-Baqarah 155-156 dan ayat akhir Al-Baqarah 283-286. Sebelum sepak bola api berlangsung, para murid duduk di selasar sekolah dengan mulut komat-kamit, bersuara lirih.

Surat Al Baqarah 155 dikenal juga dengan Ayat Kursi ternyata memiliki kisah yang luar biasa. "Ayat Kursi adalah ayat yang paling ditakuti oleh setan dan ketika orang membaca sebelum tidur, maka akan terlindung dari setan sampai matahari terbit dan rumahnya juga dijauhi pencuri," kata Zaelani.

Riwayat Ayat Kursi bermula ketika seorang sahabat Nabi bernama Abu Hurairah bertugas menjaga gudang zakat. Pada malam hari, pencuri menyatroni gudang zakat.

Abu Hurairah berhasil menangkap pencuri itu dan terjadilah kesepakatan di antara mereka. Si pencuri berjanji tidak akan mencuri lagi apabila Abu Hurairah melepaskannya malam itu.

Abu Hurairah membiarkan pencuri itu pergi dan menceritakan peristiwa itu kepada Rasulullah Muhammad SAW. Rasulullah berkata bahwa pencuri itu berbohong dan akan datang kembali esok hari.

Ternyata ucapan itu menjadi kenyataan, si pencuri datang lagi dan memohon supaya Abu Hurairah tidak mengadu kepada Rasulullah. Bahkan, si pencuri meninggalkan jimat yang berupa Ayat Kursi dan bisa menangkal setan serta pencuri. Abu Hurairah pun menceritakan kejadian itu kepada Rasulullah.

"Ternyata Rasulullah membenarkan itu Ayat Kursi dan si pencuri ternyata setan yang menguji Abu Hurairah, lalu memberi semacam pengapesan setan lewat ayat itu," ujar Zaelani.

Â