Sukses

Selamat Tinggal Pembinaan Model 'Fisik' di Akpol

Tradisi memberikan hukuman dari senior kepada junior, dipastikan tidak akan terjadi lagi dengan bentuk kekerasan adu fisik.

Liputan6.com, Semarang - Akademi Kepolisian (Akpol) ingin menghilangkan citra kekerasan dalam pembinaan tarunanya. Langkah awal dengan merevitalisasi lembaga itu, pasca-kejadian penganiayaan taruna tingkat II, Mohammad Adam hingga tewas. Salah satu yang akan dihilangkan dalam kebudayaan taruna akpol yaitu perkumpulan antar-korps.

Menurut Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (Kalemdiklatpol), Komjen Pol Moechgiyarto, untuk menata ulang lembaga pendidikan polisi itu sudah dibentuk tim revitalisasi. Itu disampaikannya usai melantik Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel menjadi Gubernur Akpol, 

"Pertama perbaiki piranti lunak, salah satunya peraturan kehidupan taruna. Di situ nanti akan kita larang tidak ada lagi kumpul-kumpul korps, itu kan tradisi tidak sehat. Kita kenakan sanksi kalau ada yang melakukan," kata Moechgiyanto di Lapangan Bhayangkara, Akpol, Semarang, Senin (12/6/2017).

Langkah berikutnya adalah perombakan struktur organisasi untuk pengasuhan. Hal itu dilakukan karena selama ini hanya ada 60 pengawas untuk 1.200 taruna Akpol. Jumlah pengasuh akan ditambah dan direncanakan dari anggota terbaik.

"Kurang lebih ya 300-an orang lah. Mereka pengasuh ambil yang terbaik, yang juara-juara, mental baik. Nanti target dua tahun, dia bagus, tidak ada pemukulan, dia diorbitkan di luar. Supaya ada reward," kata Komjen Pol Moechgiyarto.

Fasilitas juga akan diperbaiki salah satunya terkait keberadaan CCTV di lingkungan Akpol yang saat ini jumlahnya hanya 60 unit. CCTV yang terpasang pun masih statis hanya mengambil satu sisi pantauan. Perbaikan IT mutlak diperlukan. Ketika dicek, jumlah CCTV belum sebanding dengan luas wilayah pantauan.

"Kita akan pasang sehingga gerak taruna bisa diawasi. Kurang lebih sekarang ada di  60 titik itu pun manual, tidak bisa gerak-gerak," kata Kalemdiklatpol.

Tradisi memberikan hukuman dari senior kepada junior, dipastikan tidak akan terjadi lagi dengan bentuk kekerasan adu fisik. Jika memang ada pelanggaran, dilakukan dengan cara yang mendidik dan baik.

"Berikan pembinaan yang baik. Jadi bukan body contact," kata Moechgiyarto.