Liputan6.com, Bandung - Suatu pagi di Jalan Braga. Deretan gedung tua itu tampak kokoh berdiri. Di sepanjang jalan ini, pejalan kaki masih bisa menyaksikan keindahan arsitektur Eropa yang kini sudah mengalami perubahan dan penambahan.
Braga, nama seruas jalan ini. Kawasan ini merupakan tempat wisata yang ramai dikunjungi wisatawan di Kota Bandung. Jejak masa kolonial mulai dari tempat hiburan, kuliner, penginapan, apotek, dan lain-lain sangat mudah ditemukan di sini.
Pantauan Liputan6.com, sejak Rabu pagi, 14 Juni 2017, aktivitas di Jalan Braga sudah tampak menggeliat dengan dipajangnya lukisan-lukisan oleh pelapak. Ada pula petugas kebersihan, juru parkir, hingga para pedestrian yang kadang berhenti untuk sekadar memotret detail bangunan klasik di ruas jalan ini.
Advertisement
Menurut catatan sejarah, Braga dulunya adalah jalan pedati yang berlumpur. Braga dikenal dengan nama karrenweg atau pedatiweg yang menghubungkan gudang kopi milik Andreas de Wilde atau di lokasi Balai Kota Bandung sekarang dengan Jalan Raya Pos (Jalan Asia Afrika sekarang).
Baca Juga
Jalan Braga mengalami berbagai perkembangan jelang berakhirnya abad ke-19 seiring dengan pembangunan Kota Bandung secara umum. Kawasan ini kemudian dipenuhi dengan tempat perbelanjaan bagi warga Eropa yang tinggal di sekitar Bandung, terutama para Preangerplanters atau pengusaha perkebunan teh.
Adapun Jalan Braga menjadi pusat perbelanjaan ternama tempat mondar-mandirnya kaum berduit. Bahkan, belanja di Braga hingga 1980-an saja masih terasa mahal.
Karena itu kawasan Braga sempat dijuluki sebagai De meest Eropeesche winkelstraat van Indie atau komplek pertokoan Eropa paling terkemuka di Hindia Belanda menurut Haryoto Kunto dalam Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (1984).
Lalu, bagaimana dengan gedung-gedung yang berdiri di sepanjang Braga? Apa saja keunikannya, berikut laporannya.
Dari Jalan Asia Afrika
Menghadap ke jalan Asia Afrika terdapat Gedung Merdeka. Awalnya Gedung Merdeka merupakan bangunan Societeit Concordia yang didirikan pada 1895. Lalu direnovasi arsitektur Techniche Hogenschool (sekarang ITB), Van Galen Last, dan C.P. Wolff Schoemaker sekitar 30 tahun kemudian.
Gedung ini juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955. Hingga sekarang, gedung ini menjadi Museum KAA.
Di pertigaan Asia Afrika dan Braga, terdapat bangunan atau gedung De Vries. Awalnya, bangunan yang keberadaannya sudah ada sejak 1879 ini dikenal sebagai toko serba ada yang menjual keperluan sehari-hari.
Dibangun dengan gaya arsitektur Oud Indisch Stijl (gaya klasik Indies), De Vries mulanya dipakai untuk tempat ngopi untuk orang-orang Belanda. Sejak 2010, gedung ini kemudian dipugar dan dipakai oleh Bank OCBC NISP.
Di seberang De Vries, terdapat apotek Kimia Farma. Bangunan ini dibangun pada 1902. Namun hingga kini belum diketahui siapa arsiteknya. Sebelum dimiliki NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co, perusahaan yang menjadi cikal bakal Kimia Farma ini dulunya merupakan gedung Bank N.I. Escompto Mij. Sampai sekarang gedung ini termasuk dalam bangunan cagar budaya.
Jalan Braga juga menjadi saksi berdirinya gedung Majestic. Bangunan berbentuk mirip kaleng biskuit ini berdiri pada 1925 oleh arsitek Schoemaker. Dulunya, gedung ini dipakai sebagai tempat pemutaran film.
Selain bentuk bangunan yang unik, gedung bioskop pertama di Tanah Air ini menyajikan orkes mini dan seorang komentator untuk mengiringi film-film bisu dalam setiap penayangannya. Gedung Majestic yang terletak di Jalan Braga No 1 kini digunakan sebagai gedung pertunjukan seni dan budaya.
Tepat di seberang gedung Majestic terdapat gedung Sarinah. Dinamai Sarinah ketika nasionalisasi oleh Presiden Sukarno. Dulunya gedung ini dinamakan Onderling Belang yang menyajikan mode dari Belanda.
Uniknya, pada masa itu koleksi pakaian di Bandung paling update. Tak heran jika borjuis Eropa sering berbelanja ke sini. Onderling Belang bersaing ketat dengan toko Au Bon Marche yang berkiblat ke Paris.
Sementara itu di pertemuan Jalan Braga dengan Jalan Naripan, dapat ditemui gedung BJB. Sebelum dikenal sebagai gedung BJB, bangunan bergaya art deco ini dipakai sebagai gedung De Eerste Nederlands-Indische Spaarkas en Hypotheek Bank atau Denis.
Bank ini dulunya merupakan salah satu bank terbesar di Kota Bandung hasil rancangan AF Aalbers. Gedung ini memiliki menara, tempat di mana pejuang Indonesia merobek bendera merah putih biru milik Belanda.
Advertisement
Kantor Sampai Kuliner
Di seberang gedung BJBÂ terdapat gedung melengkung dengan cat kuning milik Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara. Bentuknya yang melengkung mengikuti kelokan jalan menjadi ciri khas gedung yang dibangun pada 1936 tersebut.
Perancangnya masih sama dengan gedung Bank Denis, AF Aalbers. Sebelumnya, gedung ini dipakai sebagai kantor Bala Keselamatan atau Leger des Heils.
Pada deretan toko di Jalan Braga terdapat beberapa penjual makanan seperti Canary Bakery and Café dan French Bakery. Ada juga Toko Populair yang dibangun 1915 yang kini dihuni oleh Bandros Bistro. Di seberangnya terdapat Toko Roti Sumber Hidangan. Toko roti ini dulunya bernama Het Snoephuis yang berarti rumah permen.
Berjalan sedikit searah toko roti ada Maison Bogarijen atau kini dikenal dengan restoran Braga Permai. Dibangun pada 1923, restoran ini termasuk tempat bagi para elite yang menyantap hidangan dengan menu makanan dari seluruh penjuru dunia. Hingga saat ini Braga Permai masih menjual kue, es krim, hingga makanan bercita rasa Eropa.
Berada di Jalan Braga No 59, terdapat Sin Sin Art Shop yang menjual berbagai cenderamata. Toko yang berdiri sejak 1943 ini berhadapan dengan Gedung Gas Negara. Gedung perkantoran yang dibangun pada 1919 itu awalnya dimiliki Vooruit dan NV Becker & Co, sebelum diambil-alih oleh NV Nederlandsch-Indische Gasmaatschappij (NIGM), cikal bakal Perusahaan Gas Negara.
Sebelum sampai ke Jalan Naripan, terdapat sebuah toko buku Djawa yang berdiri dengan deretan toko lainnya. Sayang, toko buku lawas ini sudah berhenti beroperasi sejak 2015. Minimnya peminat ke toko membuat pemilik toko menutup toko buku tersebut.
Berakhir di Toko Musik dan Toko Buku
Melewati Jalan Suniaraja dan Jalan Braga, terdapat dua bangunan di kawasan kota tua Bandung ini. Pertama yaitu Centre Point. Bangunan besar dengan tulisan Centre Point di bagian depan ini dulunya merupakan toko alat musik Naessens & Co yang kerap mendatangkan alat musik berkualitas dari Eropa. Dibangun pada 1925 karya arsitek Schoemaker, bangunan ini sekarang ditempati oleh toko peralatan olahraga yang bernama Centre Point.
Bersebelahan dengan Centre Point di ujung Jalan Braga terdapat Gedung Landmark. Bangunan dengan gaya arsitektur art deco berjenis Indo-Europeeschen architetuur stijl ini dulunya merupakan toko buku Van Dorp. Schoemaker lagi-lagi menjadi perancang bangunan ini pada 1922. Bangunan ini sempat difungsikan sebagai bioskop sebelum dipakai sebagai serba guna atau biasa juga jadi tempat pameran.
Bagaimana, sudah tergambar tentang Braga sebagai wisata kota tua kan? Ayo, jalan-jalan menyusuri sejarah ke Braga.