Liputan6.com, Banyumas - Ribuan penganut Islam Kejawen atau Islam Aboge di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah, merayakan Idul Fitri mulai pada Selasa (27/6/2017) pagi ini. Adapun pemerintah ataupun organisasi massa (ormas) Islam besar di Tanah Air, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, menetapkan hari raya Idul Fitri, 1 Syawal 1438 Hijriah, pada Minggu, 25 Juni 2017.
Mereka memiliki kalender sendiri, yakni kalender Alif Rebo Wage (Aboge). Dalam penghitungan Aboge, kalender akan kembali lagi ke titik awal tiap sewindu atau delapan tahun.
Tetua Komunitas Adat Panembahan Bonokeling Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas, Sumitro menjelaskan, tahun ini merupakan tahun Zasahing atau Za. Alhasil, penghitungannya menggunakan rumus "Waljiro", yang berarti "Siji Loro". Di tahun Za itu, hari raya Idul Fitri jatuh pada hari Selasa. Sementara, hari pasaran kedua adalah Pon, sehingga Idul Fitri, 1 Syawal 1438 Hijriah, tiba pada Selasa Pon.
"Satu Syawal-nya kalau di Bonokeling itu hari Selasa. Menurut perhitungan kami, 'Waljiro', 'Siji Loro'. Tanggalnya tahun Za itu hari Selasa Pahing. Jiro itu Satu, Selasa, keduanya itu Pahing Pon. Jadi, Selasa Pon. Menurut penanggalan di sini itu penghitungannya seperti itu," ucap Sumitro, Senin, 26 Juni 2017.
Baca Juga
Sementara, ujar Sumitro, untuk menentukan 1 Ramadan lalu, digunakan rumus "Sanemro". "Sa" diartikan sebagai Selasa yang tahun ini jatuh di hari pasaran Pon. "Nem" berarti enam menilik jumlah hari, dan "Ro" merupakan pertanda rangkap. Tanggal 1 Ramadan tiba pada Minggu Pon, 27 Mei 2017, sebulan lalu.
"Pergantian hari terjadi pada saat 'surup serngenge' atau tenggelamnya matahari, sehingga 1 Syawal akan tiba pada Senin petang. Itu istilahnya untuk malam takbiran. Nah, besoknya riaya atau perayaannya," tutur dia.
Sumitro menjelaskan pula, Idul Fitri dalam sebutan komunitas Islam Aboge adalah Hari Riaya. Ritual Riaya akan dimulai dengan bekten atau berziarah ke makam Bonokeling. Selanjutnya, anak putu akan berkumpul untuk menggelar "selametan" di kelurahan dipimpin kiai kunci. Setelah itu, anak putu akan bersalam-salaman (bekten) ke tetua adat dan orang yang dituakan.
Anak putu sebagaimana ritual lain yang dilakukan Kejawen juga harus menggunakan busana adat, yakni sarung batik, baju hitam, dan menggunakan ikat kepala (seperti blangkon).
Sumitro memaparkan, saat Idul Fitri ditetapkan pemerintah pada Minggu, 25 Juni 2017, komunitasnya juga turut merayakan dengan bersilaturahmi kepada tetangga sekitar. Namun, sesuai adat, komunitas Kejawen juga memiliki Riaya sendiri yang akan tiba Selasa ini.
"Kalender Aboge juga digunakan oleh beberapa kelompok Islam Kejawen lainnya di Banyumas dan Cilacap. Sebab, rumusnya sama," ujar dia.
Sumitro mengungkapkan, kalender Aboge berdasarkan rotasi bulan mengelilingi Bumi atau kalender Qomariyah, yang sama dengan kalender Hijriah. Bedanya dengan penanggalan Qomariyah yang biasa menjadi pedoman umat Islam umum, Aboge mengenal kalender sewindu atau delapan tahunan.
Dengan begitu, dalam delapan tahun itu ada beberapa hari besar seperti Lebaran yang tibanya sama dengan ketetapan pemerintah, tapi kadangkala juga berbeda. "Kalau tahun-tahun kemarin itu berurutan (dengan pemerintah), berurutan harinya. Kalau sekarang kan selang sehari. Kemarin kan mulai puasanya hari Minggu. Selesainya ini Selasa Pon," kata dia.
Bagi penganut Islam Aboge, tahun dalam kalender sewindu itu memiliki nama-nama tersendiri, yaitu Taun Alif, Ha, Jim Awal, Za, Dal, Ba/Be, Wawu, dan Taun Jim Akhir.
Advertisement
Saksikan Video Menarik Berikut Ini: