Sukses

Simalakama Nelayan Penangkap Benih Lobster di Lombok Tengah

Mereka tidak punya mata pencaharian lagi, tapi takut ditangkap jika memaksakan kehendak untuk menangkap benih lobster.

Liputan6.com, Lombok Tengah - Para nelayan eks penangkap benih lobster asal tiga desa di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), yaitu Desa Awang, Gerupuk, dan Desa Kute, akan menerima bantuan pembudidayaan senilai Rp 50 miliar. Bantuan sebesar ini akan diberikan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Namun, berdasarkan penelusuran Liputan6.com di tiga desa tersebut, hampir seluruh nelayan eks penangkap benih lobster menerima bantuan itu karena terpaksa. Ibarat pepatah lama, "Bagai buah simalakama, dimakan mati ibu, tak dimakan mati ayah". Mereka tidak punya mata pencaharian lagi, tapi takut ditangkap jika memaksakan kehendak menangkap benih lobster.

"Ya, kita terima bantuan itu, daripada nanti kami ditangkap. Mending kami terima bantuan itu. Tapi kalau disuruh memilih kami lebih baik menangkap lobster daripada budi daya ikan," ucap Syukur dan Arshad, nelayan asal Lombok Tengah, beberapa hari lalu.

Menurut mereka, pendapatan dari pembudidayaan ikan sangat sedikit. Alhasil, menurut Syukur, para nelayan kerap merugi.

Keluhan serupa disampaikan oleh istri nelayan asal Desa Awang, Beni. Saat ditanya mengenai apakah akan menerima bantuan yang akan diberikan tersebut, Beni mengatakan bahwa ia tetap menerima bantuan itu karena terpaksa.

"Apa boleh buat kami terima, daripada suami kami tidak ada kerjaannya lagi," tutur Beni.

Adapun beberapa nelayan yang bertemu dengan sejumlah wartawan di Mataram, NTB, pada Kamis, 6 Juli 2017 menolak menerima bantuan budi daya tersebut.

Menurut para nelayan, bantuan budi daya itu tidak membuahkan hasil karena mereka telah menggeluti budi daya itu sebelum menjadi nelayan penangkap lobster ataupun benih lobster.

Saksikan video menarik di bawah ini:



2 dari 2 halaman

Klarifikasi Dirjen Budi Daya

Direktur Jenderal (Dirjen) Budi Daya KKP, Slamet Soebjakto, mempertanyakan kabar adanya penolakan para nelayan lobster terhadap pemberian bantuan senilai Rp 50 miliar.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa, 11 Juli 2017, Slamet menyatakan bahwa para nelayan eks penangkap benih lobster itu justru menerima dengan senang hati bantuan tersebut.

Terkait hal itu, Slamet mengakui ada nelayan yang memang menolak bantuan budi daya tersebut. Hanya saja, ia memastikan bahwa seluruh nelayan yang terdaftar sebagai Rumah Tangga Pembudidaya (RTP) sangat menerima bantuan tersebut tanpa ada penolakan sedikit pun.

Slamet menjelaskan, jumlah nelayan lobster di Lombok, mencapai 5.000 orang. Sampai saat ini jumlah  RTP eks penangkap lobster yang terdaftar dan terverifikasi adalah 2.246. Mereka terbagi dalam tiga kabupaten, yaitu Lombok Tengah (873 RTP), Lombok Barat (229 RTP), dan Lombok Timur (1.074 RTP).

"Kalau yang menolak itu yang namanya tidak terdaftar di RTP. Kalau yang terdaftar dan terverifikasi, mereka rata-rata menerima, malah menunggu bantuan tersebut," ujar dia.

Slamet mempertegas hal itu melalui pernyataan H Bangun selaku Kepala Desa Merta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Ia menyatakan bahwa hampir rata-rata nelayan Merta sangat menerima dan menunggu bantuan yang akan dikucurkan pemerintah tersebut.

"Kami sangat menunggu bantuan yang akan diberikan tersebut dan kami juga sangat senang menerima bantuan itu," katanya.

Kendati demikian, menurut dia, Ditjen Budi Daya akan berupaya memberikan penyuluhan kepada para nelayan eks penangkap benih lobster yang menolak bantuan tersebut. Mereka diharapkan bisa menaati Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) Nomor 56 Tahun 2016 yang mengatur larangan menangkap lobster di bawah 200 gram itu.

Dengan demikian, ujar dia, mereka mau beralih menjadi nelayan budi daya dan menerima bantuan yang akan digelontorkan.

Terkait adanya beberapa nelayan yang "setengah hati" menerima bantuan, Slamet menuturkan bahwa keterpaksaan menerima bantuan itu dinilai wajar. Namun, menurut dia, kebijakan pemerintah untuk mengubah penangkapan benih lobster dengan budi daya ikan dan sebagainya ini semata-mata demi menyejahterakan nelayan, terutama pula untuk menjaga ekosistem lobster dari kepunahan.

"Pemerintah justru ingin menyelamatkan kepentingan yang lebih besar, yaitu bagaimana menyelamatkan sumber daya lobster agar nilai ekonominya bisa dinikmati secara jangka panjang," tutur dia.

Apalagi, eksploitasi benih lobster saat ini tidak terkendali dan menyebabkan menurunnya stok sumber daya lobster di perairan Indonesia. "Dikhawatirkan, eksploitasi benih ini akan memutus siklus hidup lobster untuk masa yang akan datang," kata Dirjen Budi Daya KKP tersebut.