Liputan6.com, Kupang - Seorang polisi di wilayah perbatasan RI-Timor Leste membukukan aksi keren. Dia meluangkan waktunya membentuk kelompok masyarakat dan mengajari warga buta aksara menjadi warga yang bisa membaca dan menulis.
Adalah Brigpol Kresna Ola, Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) Desa Kenebibi, Kecamatan Kakulukmesak, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia menjadi pengajar warga eks Timor Timur (Timtim) di wilayah Desa Kenebibi yang berada di perbatasan RI-Timor Leste.
Di wilayah Desa Kenebibi, terdapat objek wisata pasir putih yang sering ramai dikunjungi warga. Namun, wilayah tersebut juga terkenal akan sejumlah tindakan kriminal seperti pungli, penganiayaan dan kebiasaan mabuk warga hingga berbuat onar.
Pada 2015, Kresna ditugasi di wilayah tersebut. Ia lalu berupaya mempelajari karakter warga setempat. Ia menemukan fakta jika rendahnya kualitas sumber daya manusia berhubungan dengan sikap anak muda yang sulit diatur.
Menyadari hal itu, Kresna terpikir untuk meningkatkan pengetahuan warga sekitar. Bintara lulusan SPN Kupang Polda NTT 2005 itu mulai menghimpun warga sejak Oktober 2016.
"Saya mulai membentuk komunitas sekolah buta aksara Desa Kenebibi," ujar Kresna kepada Liputan6.com, Rabu, 12 Juli 2017.
Dia mengatakan, tujuannya ingin mengajari warga mengenal huruf sehingga bisa membaca dan menulis. Di samping mengajar, Brigpol Kresna menghimbau warga agar menasehati anak-anak mereka agar tidak berbuat kejahatan.
Baca Juga
"Intinya warga bisa membaca dan menulis," ujarnya mengenai alasan memilih menjadi pengajar kelas buta aksara.
Awalnya, kelompok ini beranggotakan 60 bapak dan ibu buta aksara. Namun karena terkendala jarak rumah yang berjauhan, kelompok dibagi menjadi dua. Waktu belajar disesuaikan dengan waktu luang warga. Setiap minggu, pertemuan digelar setiap Rabu petang antara pukul 15.00 hingga 16.00 Wita.
Mereka belajar dengan kondisi serba kekurangan alat tulis. Peralatan belajar mengajar yang ada, seperti buku dan pensil, disediakan oleh Brigpol Kresna dibantu Kapolsek Kakulukmesak Polres Belu.
Tak hanya soal fasilitas belajar, Kresna juga harus memutar otak agar bisa mengumpulkan warga. Warga seringkali enggan berkumpul kalau tidak mendapatkan apa-apa. Namun dengan berbagai pendekatan, puluhan bapak dan ibu itu akhirnya luluh juga.
Â
Namun yang paling menyulitkan adalah kendala bahasa. Rata-rata warga eks Timtim itu tidak menggunakan bahasa Tetun, tetapi memakai bahasa Tokodede, salah satu bahasa asli masyarakat asal Maubara Timor Leste yang hanya digunakan masyarakat tertentu.
Kendala bahasa itu perlahan bisa diatasi. Para ibu rumah tangga yang tak pernah mengenyam pendidikan perlahan bersemangat mencari ilmu. Para bapak yang putus sekolah saat duduk di bangku kelas III SD juga tak kalah semangatnya.
Untuk menampung warga yang mau belajar, Kresna meminjam halaman rumah Ketua RT 11/RW 03, Laurindu do Santos. Di bawah pohon, masing-masing peserta kelompok belajar membawa kursi sendiri dari rumah untuk belajar. Sementara, Kresna menyiapkan papan tulis dan spidol sebagai alat bantu mengajar.
Setiap akhir pelajaran, masing-masing peserta diberikan tugas menulis huruf dan kata seperti nama hari atau nama bulan dan nama masing-masing peserta. Pada pertemuan berikutnya, tugas tersebut dievaluasi bersama peserta.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Advertisement
Â
Kriminalitas Menurun
Laurindu do Santos (53), salah seorang peserta kelas belajar mengungkapkan kegembiraannya atas terobosan dari anggota Polri tersebut. Warga eks Timtim itu juga menjadi salah satu peserta bersama istrinya.
Dengan senang hati, ia juga meminjamkan halaman rumah sebagai tempat belajar. Kebanggaan lain yang dirasakan adalah sikap familiar polisi dalam melakukan pendekatan sehingga masyarakat dan polisi pun akrab serta memiliki kesatuan.
"Kami semangat dan senang ikut kegiatan ini. Sekarang kami sudah bisa mengenal huruf A sampai Z dan huruf gabungan," ujar ayah tiga orang anak ini yang mengaku sudah ikut kelas tersebut sejak Oktober 2016 lalu.
Ia pun antusias mengajak dan mendorong warga untuk ambil bagian dalam belajar. Waktu belajar pun disesuaikan sehingga tidak menganggu kegiatan ibu rumah tangga maupun kaum bapak dalam berkebun.
Mereka pun bersyukur karena polisi sudah berbuat banyak bagi warga mulai dari pemberantasan buta huruf hingga menekan angka kriminalitas di wilayah mereka.
Kelompok yang rata-rata diisi warga putus sekolah dan tidak pernah bersekolah ini saat ini sudah berkembang menjadi kelompok arisan maupun kelompok pekerja yang mengutamakan gotong-royong.
Hal lain yang dirasakan adalah adanya kemajuan bagi mereka sehingga selain bisa membaca dan menulis, mereka pun bisa berkomunikasi dengan lancar dengan warga lain yang berkunjung ke wilayah mereka.
Mereka berharap adanya perhatian pemerintah daerah mendukung kegiatan tersebut karena disadari makin banyak warga buta huruf yang berminat untuk mengikuti kegiatan tersebut, sementara lokasi belajar dan sarana yang ada terbatas.
Kapolres Belu, AKBP Yandri Irsan secara terpisah mengatakan, sangat mendukung anggota yang mampu mendekatkan diri kepada masyarakat melalui kreativitas maupun inovasi yang dimiliki seperti yang dilakukan salah satu Bhabinkamtibmas di Polres Belu.
Mantan kapolres Flores Timur ini berjanji akan terus mendorong dan memotivasi anggotanya. "Semenjak saya jadi Kapolres Belu, Brigpol Kresna makin semangat dan saya selalu memberikan perhatian khusus bagi anggota yang mampu berinovasi dan berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat," ujar Yandri.
Advertisement