Sukses

Makna Tersembunyi di Balik Helaian Benang Emas Songkok Bone

Ada proses panjang mengolah pelepah lontar untuk mendapatkan songkok Bone yang legendaris.

Liputan6.com, Makassar - Sokko recca atau dikenal dengan nama Songkok To Bone ternyata bukan hanya berfungsi sebagai penutup kepala. Songkok juga memiliki makna tersembunyi, yakni  menggambarkan tentang kedudukan atau strata sosial masyarakat Bugis yang menggunakannya.

Zainuddin (56), warga Kabupaten Bone mengatakan, penggunaan songkok recca diyakini dimulai pada zaman pemerintahan Raja Bone ke-31 yang bernama Andi Mappanyukki. Kala itu, kata dia, songkok recca yang dipakai dapat menunjukkan strata sosial dari pemakainya.

"Dahulu itu songkok recca hanya digunakan oleh raja dan dilapisi oleh emas sungguhan yang berbentuk benang. Semakin banyak lapisan benang emasnya, semakin menunjukkan tingkat strata sosialnya," katanya, Sabtu, 15 Juli 2017.

Seiring perubahan zaman, kata Zainuddin, songkok recca saat ini sudah dapat digunakan oleh beragam kalangan tanpa memandang strata sosialnya. Meski begitu, sebagian masyarakat masih ada yang mempertahankan kesakralannya dengan tak ingin sembarangan menggunakan songkok recca.

Selain masyarakat biasa, pengguna songkok juga para tamu mancanegara. Zainuddin mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bone biasanya memberikan songkok recca yang memiliki hiasan warna benang warna-warni sebagai suvenir kepada para tamu asing.

Namun, songkok juga bisa didapatkan dengan mudah oleh masyarakat biasa. Songkok biasanya dijual di berbagai toko suvenir yang berada di Kota Makassar. Harganya pun variatif.

"Ada dari harga Rp 300 ribuan hingga capai jutaan. Yah, tergantung dari kualitas dan bahannya. Jika bahannya menggunakan emas sungguhan dan kadar emasnya tinggi, tentu harganya juga disesuaikan," kata Zainuddin.

Proses Panjang Songkok Recca

Pembuatan songkok recca, kata Zainuddin, dapat dijumpai di Desa Paccing, Kecamatan Awangpone, Kab. Bone, Sulsel. Hampir seluruh warga di desa itu berprofesi sebagai pembuat songkok recca hingga lokasi itu ditetapkan sebagai pusat kerajinan songkok recca.

Ada proses panjang mengolah pelepah lontar untuk mendapatkan songkok Bone yang legendaris. (Liputan6.com/Eka Hakim)

"Yang buat kebanyakan kaum hawa di desa itu. Keahliannya sudah warisan turun-temurun," tutur Zainuddin.

Dalam membuat songkok recca, kata Zainuddin, masyarakat Desa Paccing memanfaatkan pohon lontar yang cukup banyak dijumpai di desa tersebut. Serat pelepah pohon lontar, kata dia, merupakan bahan utama dalam pembuatan songkok recca.

Untuk mendapatkan sebuah serat yang bagus, pelepah daun lontar itu diproses dengan cara dipukul-pukul atau istilah masyarakat bugis: 'direcca'. Setelah berbentuk serat, lalu dikeringkan di bawah terik matahari.

Setelah bahan baku serat sudah kering, kemudian memasuki proses pembentukan di mana serat pelepah lontar itu dibentuk menggunakan alat tradisional bernama assareng yang bahannya terbuat dari batang pohon dan dibentuk seperti kepala manusia.

"Assareng itu sebagai ukuran bulatan songkok recca. Jadi, selain bahan alami juga proses pembuatannya sangat tradisional," ujar Zainuddin.

Proses pembuatan sebuah songkok recca yang ia ketahui bisa memakan waktu selama seminggu. Itu pun jika cuaca mendukung karena kualitas songkok tergantung dengan tingkat kekeringan dan kehalusan serat lontarnya.

 

Saksikan video menarik di bawah ini: