Liputan6.com, Luwu Utara - Selama berabad-abad, sungai telah digunakan sebagai sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan manusia. Namun, apa jadinya jika Rongkong, nama sebuah daerah aliran sungai (DAS) seluas 190.478 hektare di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, akan kembali menelan korban harta, bahkan jiwa manusia. Sebab, belakangan ini, debit air Sungai Rongkong kian ekstrem.
Dody Prayogi, warga Desa Sabbang, Kabupaten Luwu Utara, mengatakan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, penduduk di kampungnya dihantui dengan ancaman banjir luapan Sungai Rongkong. Ancaman itu terutama menghantui warga yang bermukim di bantaran Sungai Rongkong.
"Selain resah akibat terkikisnya permukaan tanah sekitar Jembatan Sabbang yang dilintasi Sungai Rongkong, kami tetap was-was oleh ancaman banjir yang menghantui pikiran warga," ucap Dody kepada Liputan6.com, Minggu, 16 Juli 2017.
Sepuluh tahun yang lalu, banjir pernah merendam Desa Sabbang. "Parahnya lagi, karena tidak adanya pengawasan dan pengendalian tambang galian C pada Sungai Rongkong oleh pihak berwajib," ia menambahkan.
Baca Juga
Dody mengharapkan, proyek pembangunan Bendungan Sungai Rongkong melalui Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dapat menjadi perhatian serius Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Sementara, ahli konservasi tanah dan air yang juga peneliti banjir Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Maryono memprediksi, banjir bandang di seluruh Indonesia akan terus terjadi dalam 5-10 tahun mendatang.
Agus menyebutkan, banjir yang akhir-akhir ini melanda berbagai daerah pada umumnya masih dikendalikan dengan bermacam upaya konstruksi di bagian hilir lokasi banjir. Namun, upaya tersebut menelan biaya sangat besar dan tidak menunjukkan hasil signifikan.
Hal itu terjadi karena akar permasalahan yang sesungguhnya, yakni ada pada kerusakan daerah aliran sungai (DAS) di bagian hulu yang tidak tersentuh.
"Kita terkonsentrasi menangani banjir daerah hilir, sementara konservasi DAS sangat lemah dengan adanya perubahan penggunaan lahan. Untuk itu saatnya mengubah konsentrasi, bukan hilir," kata peneliti banjir dari Teknik Sipil UGM ini.
Menurut Agus, pengendalian banjir dapat dilakukan melalui pengelolaan daerah hulu terdiri atas reboisasi dan konservasi hutan. Pengelolaan dan konservasi lahan pertanian-perkebunan, serta konservasi alur sungai, danau, dan embung. Baik ukuran kecil maupun besar. Selain itu, tidak kalah penting adalah pengelolaan serta konservasi DAS di areal perdesaan.
Sebelumnnya, Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani meninjau langsung Jembatan Sabbang yang nyaris ambrol akibat debit air Sungai Rongkong yang ekstrem, Jumat, 13 Juli 2017.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Advertisement