Liputan6.com, Surabaya - Nunuk Arumi (43), warga Bambe, Driyorejo, Gresik, menitipkan anaknya, Gita Ramadan Putri Aryono ke sebuah panti asuhan di kawasan Wiyung, Surabaya.
Pengelola panti asuhan awalnya berjanji akan merawat dan menyekolahkan anaknya. Namun, ia justru menemukan fakta berbeda. Kepala bocah SD berusia 12 tahun itu dipenuhi borok dan nanah.
Peristiwa itu terungkap ketika Gita pulang ke rumah orangtuanya. Nunuk melihat anaknya menjadi pemurung. Bau tak sedap juga menyeruak dari kepala putri bungsunya itu.
Advertisement
"Anak saya berjilbab jadi tak terlihat rambutnya," tuturnya, Rabu, 19 Juli 2017.
Nunuk kaget ketika Gita membuka jilbab dan memperlihatkan luka-luka di batok kepalanya. Luka bernanah menghiasi sekujur kulit kepala. Gita bercerita luka itu didapat karena kondisi kebersihan di panti asuhan buruk. Berbulan-bulan sebelumnya, rambut Gita penuh kutu.
"Karena gatal, anak saya terus menggaruk dan mengakibatkan kulit kepalanya luka," katanya.
Gita merawat sendiri luka di kepalanya. Sesekali, anak-anak penghuni panti yang lebih dewasa membantunya. Pernah suatu hari Gita mengeluhkan tak tahan dengan gatal di kepalanya. Bocah-bocah penghuni panti berinisiatif membeli sampo kucing dan mengeramasi rambut Gita.
Baca Juga
"Bukannya berkurang, sakit dan gatal di kepala Gita malah menjadi-jadi," ucapnya.
Tak tega melihat anaknya didera sakit, Nunuk memeriksakan kondisi kesehatan Gita Puskemas dan Rumah Sakit. Hasilnya, selain mengalami luka bernanah, Gita didiagnosis kekurangan gizi.
"Seorang dokter yang memeriksa lukanya juga menyebut ada benjolan di kepala Gita yang harus dioperasi," ucapnya.
Gita terdaftar menjadi penghuni Panti Asuhan Darrul Mushthofa sejak lima tahun lalu. Saat itu, sekitar 2012, Gita baru lulus Taman Kanak-kanak.
Nunuk mengatakan bersedia menitipkan anaknya karena pengelola Panti berjanji merawat dan menyekolahkan anaknya. Ia memiliki empat anak.
Untuk menghidupi anaknya, ia bekerja serabutan. Selain menitipkan Gita (anak keempatnya), di tahun yang sama, ia juga menitipkan anak ketiganya, Citra Putri Aryono (kini 13 tahun).
"Keadaan ekonomi di rumah tak mencukupi," kata ibu tunggal itu.
Saat ini, Gita naik kelas VI SD. Ia bersekolah di MI Baiturrahman Kedurus. Sementara kakaknya, Citra, bersekolah di SMP Siti Aminah Gunungsari.
"Citra naik kelas II tapi kenaikannya bersyarat," ucapnya.
Dia menjelaskan, Citra tak bisa mengikuti ujian kenaikan kelas karena masih menunggak bayaran sekolah sebesar Rp 1.775.000. "Pihak sekolah sebenarnya telah memberikan keringanan. Citra diperbolehkan mengikuti ujian untuk empat mata pelajaran. Padahal untuk naik kelas, ia harus mengikuti ujian untuk 8 mata pelajaran," tuturnya.
Nunuk mengatakan mulai mencium gelagat tak beres dalam pengelolaan panti sejak setahun terakhir. Empat tahun sebelumnya, panti asuhan cukup baik merawat anak-anak.
Dari cerita kedua anaknya, ia mengatakan, kini panti mengurangi jatah lauk untuk anak-anak. Ia juga menyebut jika saat Ramadan, uang santunan untuk anak-anak diambil sebagian dan disimpan untuk uang saku harian di lain hari, kini tidak begitu.
"Tapi tahun ini diminta semua dan anak-anak tak dikasih," katanya.
Kini, Nunuk berencana memulangkan anak-anaknya dari panti. Rencana itu telah ia sampaikan ke pengelola panti. "Saya memang orang tak punya, tapi kalau melihat anak saya seperti itu lebih baik saya rawat sendiri meski hidup seadanya," ucapnya.
Namun, Nunuk mengaku pengelola panti asuhan menolak melepas kedua anaknya. Ia mengaku pengelola panti bakal menyeretnya ke meja hijau jika tetap ngotot tak mengembalikan kedua anaknya ke panti asuhan.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Â