Liputan6.com, Cirebon - Seolah Wonder Woman yang bisa memiliki kekuatan jauh melebihi kaum lelaki, kesan itu pula yang didapat saat para perempuan penampil akrobat dalam kesenian genjring.
Genjring merupakan salah satu kesenian khas warga Pantura, Jawa Barat, yang mudah ditemukan di Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon hingga Kabupaten Majalengka.
Lantunan lagu bernuansa Islam dengan kolaborasi musik khas pantura menjadi latar dalam memainkan genrjring. Selain itu, ada pula atraksi akrobat yang sebagian besar ditampilkan oleh perempuan dari berbagai usia.
Dari sekitar 25 personel, sebagian besar perempuan bermain akrobat. Sementara, laki-laki bermain genjring dan menjadi penyangga dalam setiap atraksi ekstrem yang ditampilkan.
"Kalau di kami, ada anak kecil juga dan pemain akrobat utama ada di dua orang perempuan usianya sudah 40 tahun ke atas," kata pemimpin Kelompok Genjring Akrobat asal Desa Cikesik Tonggoh, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Juju Juilah, Kamis, 27 Juli 2017.
Kelompok akrobat Kuda Baru Mekar Jaya Laksana ini memiliki segudang atraksi yang cukup membuat jantung berdebar. Atraksi dimulai saat salah seorang pemain akrobat tidur telentang menghadap ke langit. Kemudian, pemain yang lain lempar balok dari bahan tripleks dan diterima pemain yang tidur tadi hanya dengan menggunakan telapak kaki.
Baca Juga
Advertisement
Tidak hanya itu, dia membolak-balik balok 360 derajat hanya dengan telapak kaki. Di puncak atraksi, perempuan tersebut mampu mengangkat sepeda motor dengan menggunakan kaki.
Tidak tanggung-tanggung, sang pemain juga meminta motor tersebut agar dinaiki tiga anak kecil. Merasa kurang, salah satu penonton pun naik motor yang diangkat pemain akrobat perempuan berusia sekitar 40an tahun itu.
Dalam setiap atraksinya, seni Genjring akrobat juga selalu melibatkan anak kecil untuk diangkat. Mengandalkan kekuatan kaki, segala macam benda dengan berat yang beragam dengan mudahnya diangkat.
"Pemainnya juga kami pilih-pilih Mas. Kalau tidak selektif bisa bahaya karena atraksinya seperti sirkus," kata dia.
Dalam setiap atraksi, para personel genjring berbagi tugas. Ada yang menjaga pemain, menabuh genjring, hingga menjaga dari berbagai serangan ilmu gaib yang dapat mencelakai pemain.
Sebelum bermain, lanjut Juju, pemimpin kelompok akrobat genjring miliknya harus melakukan berbagai macam ritual dan syarat, seperti puasa hingga berbuat baik kepada sesama manusia.
Genjring akrobat bukan sembarang pertunjukan seni dengan berbagai macam gaya akrobatik. Kemunculan genjring akrobat pada 1940-an itu tak lepas dari upaya penyebaran Islam di Cirebon.
Dulu, genjring kerap dimainkan oleh para santri dengan iringan musik dua genjring berukuran besar. Setelah muncul musala, bertambah empat buah genjring berukuran kecil.
Sekitar 1960-an, digunakan empat genjring kecil, kemudian ditambah satu buah dog-dog, yang melambangkan salat lima waktu dalam sehari. "Pemimpin juga harus ikhlas. Jadi ketika belum makan satu, ya tidak makan semua," ujar Juju.