Liputan.com, Surabaya - Seorang perempuan setinggi sekitar 130 cm terselip di antara 445 jemaah calon haji dari kelompok terbang (kloter) 6 yang akan terbang menuju Tanah Suci pada Sabtu malam, 29 Juli 2017. Dengan menyeret kopernya dari Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, menuju bus nomor 9, ia berusaha mengimbangi langkah para calon haji lainnya.
Perempuan itu adalah Sudjinah (63). Perempuan asal Ponorogo, Jawa Timur, itu mengabdikan diri selama ini kepada keluarga majikan yang tinggal di Keputih Marina Mas Barat, Surabaya, Jawa Timur.
Tahun ini, perempuan lajang itu berkesempatan menunaikan rukun Islam ke enam. Ia berangkat bersama anak majikannya melalui KBIH Muhamadiyah, Surabaya.
"Kulo ancene niat munggah kaji, awale nabung teko duit gaji sing tak sisihno mung limang atus ewu teko gaji ku pertama Pokoke tak kumpulno seterus'e. (Saya memang ada niat jalankan ibadah haji dan nabung sejak awal Rp 500 ribu dari gajiku dan dikumpulkan terus menerus)," ujar Sudjinah ditemui Liputan6.com sambil menebar senyum di antara polisi wanita dan petugas pemberangkatan haji yang mengajaknya berfoto bersama.
Baca Juga
Advertisement
Perjalanan spiritual Sudjinah sebelum naik haji cukup berliku. Perempuan itu bertutur pernah mengalami perlakuan tak mengenakkan dari majikan sebelumnya dan tinggal di Jakarta. Selama bekerja di ibu kota, ia pernah dilarang salat.
Tak berhenti di situ, ia juga sempat dikunci di kamarnya jika tidak bekerja. Setelah delapan bulan bertahan hingga sakit-sakitan, ia memutuskan untuk berhenti bekerja di Jakarta.
"Lalu, memutuskan untuk pulang ke Ponorogo dan akhirnya bertemu dengan juragan baru ini. Kebutuhan hidup saya ditanggung ibunya Mbak Dwi ini (anak majikan yang baru)," tuturnya.
Dengan majikan barunya, Sudjinah total sudah mengabdi selama 35 tahun. Loyalitasnya itu dihadiahi majikannya dengan kesempatan berhaji. Namanya didaftarkan sebagai calon haji pada 2010.
"Niat naik haji saya semakin kuat saat melihat majikan pulang haji dan dia mengamini niat saya lalu mendaftarkan saya naik haji di tahun 2010," katanya.
Perjuangan perempuan lulusan Sekolah Menengah Pertama menuju Tanah Suci belum usai. Ia sempat kesulitan mengurus pendaftaran karena tidak memiliki akte kelahiran dan KTP. Namun, perjuangannya berbuah indah setelah keluarga majikannya membantu menyelesaikan persoalan administratif itu.
Â
Saksikan video menarik di bawah ini: